You are currently viewing Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Masa Klasik (4)

Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Masa Klasik (4)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Di dalam membangun candi digunakan perancah bambu atau kayu seperti kondisi sekarang. Selain itu, sumber-sumber tertulis menjelaskan adanya spesialis tenaga-tenaga yang menangani pembangunna candi di antaranya:

  1. Sthapaka yaitu arsitek pendeta. Ia harus seorang brahmana yang paham benar akan kitab suci, benar-benar mahir dalam ilmunya. Dan tingkah lakunya sesuai dengan kasta dan tingkatan hidupnya,
  2. Sthapati, yaitu arsitek perencana yang memegang peranan utama dalam pelaksanaan pembangunan,
  3. Sutragrahin, yaitu pelaksana dan pemimpin umum bidang teknis
  4. Taksaka, yaitu ahli pahat, dan
  5. Vardhakin, yaitu ahli seni hias.

Di samping tenaga-tenaga ahli tersebut di atas, sudah barang tentu diperlakukan sejumlah besar tenaga untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan lain, terutama yang berkaitan langsung dengan pembangunan candi. Di antaranya; pengangkut bahan bangunan, tukang pemahat dan juga penyetel balok-balok batu dan komponen lain.

Awal dari pekerjaan sthapaka dan sthapati adalah memilih dan menetapkan tanah yang akan dijadikan lokasi candi. Tanah yang telah dipilih atas dasar ciri-ciri tertentu dan telah lolos uji baik dari segi fisik maupun kerohanian, maka selama satu tahun tanah tersebut dibiarkan diinjak-injak kawanan lembu. Setelah itu, baru diadakan upacara pembibitan, pemercikan air suci, dan kemudian penggambaran vastupurusamandala yang sekaligus merupakan proses pemberian daya magis dan metafisis. Setelah itu, barulah dilakukan pembangunan fisik candinya.

Relief untuk memperindah candi dipahatkan pada bagian-bagian candi, sesudah bidang yang dimaksud siap untuk dipahat. Pemahatan relief dilakukan melalui tahapan-tahapan; pebuatan sketsa, pemahatan secara garis besar; pemahatan secara detil, kemudian finishing. Sehubungan dengan itu, pemahat relief jufa terdiri atas pemahat sketsa, pemahat detil, dan baigan finishing seperti pengolesan vajralepa pada relief, mengenai adegan relief yang dipahatkan pada bidang tertentu, diberitahukan kepada para pemahat melalui instruksi yang dituliskan pada bidang yang bersangkutan. Dugaan tentang proses ini didasarkan pada tulisan di bagian atas beberapa panil relief pada bagian kaki tertutup Candi Borobudur. Adapun pemahatan relief pada keseluruhan candi dimulai dari bidang-bidang yang ada di bagian atas, baru kemudian bidang-bidang yang ada di bawahnya. Langkah ini rasional, karena jika pemahatan dimulai dari bawah tentu ada resiko terjadi kerusakan pada waktu pemahat memahat bidang di atasnya.