You are currently viewing Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Islam (3)

Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Islam (3)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Propinsi Jawa Tengah memiliki beberapa bangunan masjid kuna yang mempunyai keunikan-keunikan tersendiri, seperti Masjid Agung Demak yang dipandang sebagai ‘babon’’ bagi masjid-masjid kuna lainnuya, Masjid Menara di Kudus yang memiliki menara, Masjid Mantingan (Jepara) yang memiliki panel-panel berhias, Masjid Agung Surakarta dengan menaranya, Masjid Agung Semarang dengan mimbar dan mihrabnya yang indah, dan Masjid Saka Tunggal di Kebumen yang hanya memiliki satu saka guru. Keunikan-keunikan tersebut merupakan kekayaan seni bangunan yang harus dilestarikan, dan digunakan sebagai sumber ide untuk pengembangan di masa mendatang.

Masjid Agung Demak diduga mulai dibangun pada abad XVTU, karena pada tahun 1507 TU sudah dilakukan perluasan bangunan. Sesuai dengan namanya, Masjid Agung Demak, masjid ini ditempatkan di sebelah barat alun-alun. Seperti masjid-masjid kuna lain, Masjid Agung Demak barat alun-alun. Seperti masjid-masjid kuna lain, Masjid Agung Demak juga mempunyai pagar keliling, tetapi pintu gerbang utamanya merupakan bangunan baru. Denah ruang utamanya bujur sangkar dengan empat saka guru dari kayu jati di tengah, salah satunya terkenal dengan sebutan ‘’saka tatal’’. Namun, pengertian ‘’saka tatal’’ itu masih perlu dikaji lebih mendalam lagi. Selain empat saka guru di ruang utama juga terdapat 12 pilar dari pasangan bata. Atap ruang utama ini berbentuk atap tumpang tiga tingkat dengan penutup sirap kayu jati, serta berpuncak mustaka.

Pada dinding barat ruang utama tampak adanya ceruk yang berfungsi seabagi mihrab atau pengimaman, dan pada indingnya terdapat relief berbentuk kura-kura. Di kanan kiri pintu mihrab terdapat mimbar dan maksura dari kayu dengan dihias ukir-ukiran yang halus. Dinding tembok pembatas ruang utama dan serambi diberi ornamen tempel berupa ubin hias dari Annam putih-biru abad XV TU. Serambi Masjid Agung Demak berupa ruang yang terbuka di tiga sisinya, berdenah persegi panjang, dan dengan atap limasan. Bangunan ini memiliki delapan tiang utama terbuat dari kayu jati berukir. Kedelapan tiang ini terkenal dengan sebutan Saka Majapahit, karena menurut legenda dibawa pindah dari kota Majapahit. Namun, menurut penelitian yang terakhir, yang dibawa ke Demak adalah tenaga-tenaga ahli termasuk arsitek perencana dan pemahat.

Di halaman belakang bangunan MasjidAgung Demak, terdapat makam raja-raja Demak dan keluarganya beserta beberapa orang terkemuka lainnya. Di halaman depan masjid ada menara dan ‘kolam bersearah’’, yang keduanya adalah unsur tambahan pada masa kemudian, sebab sampai tahun 1924 TU Masjid Agung Demak tidak mempunyai menara, sedang kolam yang asli kedudukannya simetris terhadap bangunan masjid.