You are currently viewing Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Arca dan Penyebarannya (9)

Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Arca dan Penyebarannya (9)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Seperti halnya pada sistem panteon Hindu, dalam panteon Buddhis pun dikenal hirarkhi dewa-dewa, meskipun pada mulanya agama Buddha tidak mengenal dewa-dewa. Hirarkhi dewa dalam panteon Buddhis terdiri atas Adibuddha, Dhyani Buddha, Boddhisattwa, dan Manusia Buddha. Adhibuddha (the primeval buddha) adalah esensi tertinggi yang bersifat swayambhuwa dan berkedudukan di pari-nirwana. Adibuddha dalam bentuk Wajradhara dengan sikap wajrahumkaramudra. Apabila ia digambarakan sebagai Wajradhara dengan sikap wajrahumkaramudra. Apabila ia digambarkan sebagai Wajradhara, maka ia mempunyai sakti yang disebut Pradnjaparamita. Dalam Buddhisme Mahayana, Pradnjaparamita dikenal sebagai “ibu semua buddha” dan simbol ilmu pengetahuan yang sempurna. Arca Pradnjaparamita semacam itu, ditemukan di Candi Singasari (Malang) dan diperkirakan berasal dari abad XIII TU, sekarang arcanya disimpan di Museum Nasional Jakarta (no.inv. 1403/XII 587).

Dari pancaran samadi Adibuddha lahirlah pancatathagata yang terdiri atas Dhyani Buddha Wairocana, Dhyani Buddha Aksobhya, Dhyani Buddha Amogaisiddhi. Secara garis besar penggambaran kelima Dhyani Buddha tersebut sama, digambarkan sebagai tokoh yang sedang tafakur, rambutnya keriting dan disanggung di atas kepalannya (usnisha), tepat di tengah dahinya terdapat urna (tanda seperti tahi lalat), telingannya digambarkan panjang, dan hanya menggenakan kasaya (jubah pendeta buddha yang berwarna kuning kemerahan). Para Dhayani Buddha tersebut, masing-masing dapat dibedakan melalui sikap tangannya (mudra) dan apabila berada dalam sebuah percandian dapat dibedakan melalui lokasi penempatannya. Dhyani Buddha Wairocana yang menempati posisi zenit adalah ketua para Dhyani Buddha. Ia digambarkan dengan sikap dharmacakramudra, yaitu sikap memutar roda dharma sebagai simbol pengajaran. Dhyai Buddha Aksobhya yang menempati arah timur digambarakan dengan sikap bhumisparsamudra yang merupakan simbol meminta kesaksian bumi atas keputusan yang diambil Sang Buddha Dhyani Buddha Ratnasambhawa yang berada di arah selatan digambarkan dengan sikap waramudra atau waradahastamudra, merupakan simbol kemurahan dewa yangselalu memberi anugrah. Dhyani Buddha Amitabha yang berada di barat menunjukkan sikap dhyanamudra, menggambarkan sikap meditasi yang sempurna. Sementara Dhyani Buddha Amogasiddhi yang menempatkan arah utara digambarkan dengan sikap abhayamudra, merupakan simbolisasi pemberian rasa aman. Para Dhyani Buddha tersebut mempunyai kedudukan di nirwana. Mereka adalah penguasa arah dan waktu, tugas utamanya adalah tafakur.

Foto DyaniBudyani Aksobhya