GPIB IMMANUEL SEMARANG

Situasi GPIB Immanuel

BPCB Jateng. Arsitektur Gereja Blenduk merupakan Pseudo Baroque, sebuah gaya arsitektur yang berkembang di Eropa sekitar abad XVII-XIX M. Denahnya berbentuk segi delapan beraturan dan atap berbentuk kubah. Atap kubah Gereja Blenduk serupa dengan atap bangunan St. Paul’s (1675-1710) yang merupakan karya Sir Christopher Wren. Kerangka kubah menggunakan konstruksi besi dengan 32 buah jari-jari serta dilengkapi gelang baja sebagai titik pusat jari-jari besi tersebut. Dindingnya dari bata yang diplester dan finishingnya berupa cat.

Luas gereja sekitar 400m2 dengan ruang induk terletak di pusat bangunan dan empat sayap bangunan di sekelilingnya. Ruang tengah merupakan ruang jemaat dan ruang konsistori, di sebelah kanan ruang utama terdapat tangga besi melingkar untuk menuju ke sebuah alat musik yang disebut orgel yang terletak di balkon. Baik tangga lingkar maupun orgel merupakan bagian yang spesifik, pada tangga terdapat tulisan pletriji den Haag, sedangkan orgel –alat musik yang dibuat oleh P. Warfangler dan Hummer –sekarang dalam kondisi rusak. Disebelah kiri ruang utama terdapat tangga untuk menuju Kantor Gereja.

Sebagian besar bangunan dan komponennya masih menunjukkan keaslian tetapi terdapat perubahan berupa penggantian sebagian lantai di ruang utama dan ruang kantor. Sementara itu kelengkapan bangunan atau furniture masih dipertahankan keberadaannya seperti mimbar, kursi jemaat, serta perlengkapan perjamuan. Atap bangunan yang berbentuk lengkung kubah (dome) merupakan daya tarik utama bangunan gereja ini. Kubahnya bergaya Byzantine, berukuran sangat besar dan mendominasi bentuk bangunan. Di bagian puncak kubah terdapat mahkota berjendela krepyak dengan bentuk segi delapan. Bentuk kubah yang dominan menyebabkan masyarakat menjuluki bangunan ini dengan sebutan Gereja Blenduk.

Kusen dan pintu jendela terbuat dari kayu jati dengan ukuran tinggi dan lebar yang disesuaikan dengan tinggi bangunan atau bidang dindingnya.Daun pintu terbuat dari bahan yang sama dengan kusennya dengan model pintu rangka berpanil, sedangkan pada bagian tingkap atasnya dihias dengan kaca patri. Jendela bagian bawah berupa kaca mati dengan kaca patri berwarna, bermotif segi delapan dan bunga. Penempatannya pada dinding, selain memberi aksen juga berdampak pada bagian dalam ruang, utamanya pada siang hari saat matahari bersinar, jendela ini memantulkan siluet sinar berwarna ke dalam, sehingga menambah keindahan ruangan. Pada bagian menara terdapat jendela dengan model krepyak kayu yang dipasang miring. Sedang pada dinding penahan konstruksi kubah dipasang jendela jungkit yang berguna sebagi ventilator ruang dalam.

Lantai bagian dalam pada ruang jemaat terbuat dari tegel semen bermotif geometris. Lantai pada bagian entrance hall dan porch sudah diganti dengan granit, begitu pula pada bagian nave arcade dan anak tangga menuju lantai dua juga sudah diganti dengan bahan keramik. Di lantai dua, bahan penutup lantainya berupa pasangan papan yang berfungsi juga sebagai konstruksi lantai dengan rangka balok kayu.

Konstruksi langit-langit (plafon) menggunakan rangka kayu, menempel pada rangka lantai berbahan kayu atau papan, dan diberi motif bunga pada bagian tengah dan diberi lis papan pada bagian tepi berbentuk geometris. Bahan dan konstruksi langit-langit yang sama juga ditemukan di bawah ruangan kantor gereja dan di atas pintu timur.

Langit-langit kubah berupa deretan papan kayu jati yang disusun melingkar mengikuti bentuk kubah dengan rangka besi kubah. Pada bagian tengah yang merupakan titik tengahnya, dipasang lampu gantung terbuat dari besi cor bersusun dua dengan delapan buah lampu di tiap susunnya, menggantung di bagian atas rangka kubah yang berfungsi sebagai pengakunya.

Bentuk kubah pada langit-langit ruang jemaat bentuknya tidak sama dengan bentuk kubah di bagian luar. Di bagian dalam bentuknya berupa setengah lingkaran dengan rangka besi sebagai rangka utama pembentuknya. Rangka utama pembentuknya dibedakan dengan rangka pembaginya dalam wujud dimensi/ukurannya. Adapun di bagian puncak kubah terdapat pengaku (stiffener) berupa cincin atau lingkaran yang sekaligus sebagai tempat untuk menggantungkan lampu hias. Konstruksi lampu dan pengakunya berada tepat di bagian tengah kubah yang kemungkinan berfungsi sebagai pemberat bagi konstruksi kubah sebelah dalam sehingga bentuk kubahnya menjadi rigid/kaku. Bila demikian halnya maka keberadaan lampu gantung tersebut sangat penting untuk menjaga keutuhan bentuk bangunan gereja ini.

Secara bentuk dan keindahan, langit-langit pada bangunan gereja berkesan sederhana dan mengikuti konstruksi yang ada, serta lebih menekankan aspek fungsinya. Tetapi justru bentuk yang sederhana inilah yang ternyata mampu lebih menunjukkan kesan kemegahan bangunan ini sebagai tempat ibadah.

Sebagai alat transportasi vertikal ke lantai dua digunakan tangga. Bentuk dan konstruksi tiap tangganya berbeda. Untuk ke tempat orgel di lantai dua digunakan tangga putar dengan konstruksi besi cor. Bentuknya artistik namun tetap fungsional. Tangga yang lain terletak di sebelah selatan, menuju ke ruang majelis di lantai dua, dahulunya terbuat dari kayu namun saat ini sudah dilapisi dengan keramik. Di sisi timur terdapat tangga lainnya yang terbuat dari kayu. Konstruksinya sederhana, tanpa ornamen tapi masih menyatu dengan ruang dalam gereja.