Bencana gempa 27 Mei 2006 tidak akan terhapus dalam ingatan kita. Banyak rumah dan nyawa menjadi korban akibat kuatnya guncangan gempa yang terjadi. Bukan saja rumah, beberapa bangunan cagar budaya juga mengalami kerusakan yang cukup parah khususnya di kawasan Prambanan dimana terdapat beberapa bangunan candi. Kejadian ini mungkin dapat memberikan pelajaran berharga bagi pelestari cagar budaya karena bukan tidak mungkin gempa akan terjadi lagi. Langkah-langkah antisipatif perlu dipersiapkan secara matang. Sebagai bahan renungan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah juga melakuan beberapa tindakan setelah terjadi gempa dashat 27 Mei 2006. Tentu beberapa tindakan-tindakan ini sangat mungkin di kembangkan berdasarkan kondisi dilapangan. Berikut adalah tindakan-tindakan yang di lakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah pada bangunan cagar budaya setelah terjadinya gempa.
- Tanggap darurat
Segera setelah peristiwa gempa terjadi, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melakukan kegiatan tanggap darurat yang mencangkup pembentukan tim tanggap darurat, pengumpulan data kerusakan, pengamanan dan penyelamatan.
2. Tindakan penyelamatan
Langkah-langkah pokok yang dilakukan dalam tahap ini adalah menindaklanjuti hasil kegiatan tanggap darurat dengan membentuk tim task force, pemetaan kerusakan, identifikasi, regristrasi, klasifikasi, dan penyelamatan komponen bangunan. Penyelamatan komponen bangunan salah satunya berupa pemasangan penyangga pada struktur bangunan.
3. Perencanaan Pemulihan
Mengingat kompleksitas struktur dan kompleksitas kerusakannya, pemulihan bangunan cagar budaya yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi di wilayah Jawa Tengah membutuhkan perencanaan yang matang, baik dari segi teknik dan anggarannya. Dalam rangka itu Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melakukan penelitian dan kajian. Hasil dari penelitian dan kajian ini digunakan untuk merencanakan anggaran dan waktu capaiannya.
4. Pemulihan
Kegiatan pemulihan dilakukan secara bertahap berdaarkan tingkat kesulitan pekerjaan. Pekerjaan yang paling mudah dilakukan paling awal. Metode ini digunakan atas dasar bahwa pada saat mengejaan pekerjaan yang mudah, tim rehabilitasi juga dapat belajar dan memperoleh pengalamn untuk menghadapi pekerjaan yang lebih rumit.