You are currently viewing Gedung Rumah Dinas Wakil Bupati Wonosobo

Gedung Rumah Dinas Wakil Bupati Wonosobo

Kabupaten Wonosobo pernah di bawah kekuasaan negara lain, yaitu Belanda dan Jepang. Pada masa Perang Diponegoro (1825-1830), Wonosobo merupakan salah satu medan pertempuran yang penting. Daerah ini adalah salah satu basis pertahanan pasukan pendukung Pangeran Diponegoro, sehingga setelah perang usai, pemerintah kolonial mengontrol keras daerah. Hal ini dilakukan agar tidak menjadi perlawanan yang gigih melawan pemerintah. Sejak 1830 berlaku pemerintahan dua birokrasi (kolonial dan tradisional) di Wonosobo, akan tetapi kedudukan birokrasi kolonial berada di atas birokrasi tradisional.

Birokrasi kolonial terdiri atas assistant residen (seorang Belanda yang bertugas mewakili residen Kedu), yang berkedudukan di Magelang, serta controleur (pengawas), yaitu seorang Belanda yang bertugas mengawasi semua pelaksanaan tugas-tugas para pejabat Wonosobo, yang berkedudukan di Wonosobo. Sementara itu, untuk birokrasi tradisional terdiri atas regent (bupati) sebagai kepala pemerintahan Kabupaten Wonosobo, patih (wakil bupati), wedana (kepala wilayah distrik “pembantu bupati”),  serta assistant wedana atau camat  (kepala wilayah ‘onder district’ atau kecamatan), yang kesemuanya berkedudukan di Wonosobo.

Selanjutnya, pada tahun 1942 ketika kolonialisme beralih ke tangan jepang, maka pada awal kekuasaannya, pihak jepang menempatkan orang-orang pribumi pada jabatan-jabatan penting di pemerintahan daerah. Akan tetapi, pada perkembangan berikutnya jabatan tertinggi yang dipegang oleh orang pribumi hanya mencakup wedana, camat dan kepala desa, sedangkan jabatan bupati pada prinsipnya dipegang oleh pihak Jepang. Kekuasaan Jepang di Wonosobo berakhir pada tahun 1945.

Satu satu tinggalan dari masa kolonial di Wonosobo adalah Gedung Rumah Dinas Wakil Bupati Wonosobo. Bangunan bergaya kolonial neo klasik yang dibangun sekitar abad XIX. Memiliki nilai historis-arkeologis yang cukup penting karena berfungsi sebagai rumah tinggal pemimpin tertinggi untuk wilayah Wonosobo yang berlangsung cukup lama dan bangunan ini menunjukkan adanya percampuran antara arsitektur bangunan Eropa dan tradisional Jawa yang berhasil mengatasi masalah klimatologi. Model Bangunan dan tata letaknya menjadi ciri khas rumah-rumah golongan elit Belanda maupun Jawa pada masa itu. (disarikan dari berbagai laporan BPCB Jateng)