You are currently viewing Gaya Berdasarkan Jaman, Masa Islam, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Gaya Berdasarkan Jaman, Masa Islam, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Sesuai dengan zamannya, seni hias dapat dibedakan antara seni hias Prasejarah, Klasik, Islam, dan Kolonial. Pembagian zaman tersebut sesuai dengan unsur kuat yang berturut-turut mempengaruhi budaya indonesia, khususnya Jawa Tengah. Seni hias, dalam hal ini, berkembang dari suatu gaya ke gaya lain. Dalam suatu gaya, beberapa unsur lama sering tampak digunakan, sehingga unsur lama tidak hilang begitu saja dengan kedatangan pengaruh gaya yang lain dan bahkan membentuk suatu seni bergaya campuran.

Bersamaan dengan masuknya agama Islam di Indonesia, pengaruh budaya khas Islam, termasuk pula seni hias berkembang di wilayah ini. Seni hias yang berkembang pada masa Islam sangat beraneka, baik media yang digunakan, teknik pembuatan maupun temanya. Kenaekaragaman tersebut terjadi akibat perpaduan antara seni hias Prasejarah dan Klasik, seni hias Islam, dan seni hias pengaruh asing lainnya.

Pada msa Islam terdapat perbedaan karakteristik dalam seni rupa. Hal tersebut terutama pada sifatnya yang menghindari kemunculan makhluk bernyawa, munculnya kaligrafi Arab, serta munculnya slimpetan atau sering disebut arabeski. Kedatangan Islam yang berkedudukan sebagai saingan dari kepercayaan yang telah ada menyebabkan agama ini dijalankan dengan menerapkan aturan yang melarang pengganbaran makhluk yang bernyawa. Sebagai gantinya, berkembanglah pola-pola tumbuhan, geometri, kaligrafi serta teknik penggayaan yang canggih terutama yang menyamarkan bentuk-bentuk bingang dan manusia.

Akan tetapi Islam tidak dapat mengganti secara total dan mendadak kepercayaan (dan juga kesenian) yang telah berkembang. Tidak sedikit bentuk-bentuk makhluk bernyawa dan pengaruh Hindu lain yang dapat dijumpai pada pola hias yang muncul pada masa Islam. Pada beberapa kasus di Jawa, hukum tentang gambar dan patung tidak begitu diindahkan, sehingga tidak menjadi hambatan untuk perkembangan seni hias yang telah berjenbang pada masa klasik. Perpaduan unsur pola hias masa Klasik dengan masa Islam dapat dilihat pada lingkungan Masjid dan Makam Mantingan (Jepara). pola hias yang ada di lingkungan ini sangat khas yaitu sesuluran, daun dan bunga, dipahtkan pada bidang-bidang dari batu putih berbentuk bingkai cermin, lingkaran, dan sayap. Selain itu terdapat juga ragam kaligradi dan penggayaan binatang.

Ragam hias juga terdapat pada dinding kayu rumah tradisional Kudus yang disebut gebyok. Ragam hias tersebut, yang kebanyakan berupupa geometri dan tumbuhan, seringkali diselesaikan dengan teknik krawangan atau ukiran berlubang (tembus pandang). selain dapat dijumpai pada dinding, bahan kayu yang dihiad dapat pula dilihat pada perabot-perabit rumah tangga, serta perlengkapan masjid (mimbar dan maqsura) yang biasanya dihias dengan raya.

Benda yang baru muncul dalam pengaruh Islam dan dihias dengan baik adalah nisan. Pada benda ini, biasnya terdapat hiasan geometri, sesuluran, kaligrafi, serta bulan atau matahari, seperti pada nisan di lingkungan Makam Bayat (Klaten). pada nisan makam Bupati Condronagoro di Gebang (Purworejo) terdapat hiasan berupa tumpal. Pola yang sama ditemukan pula pada nisan makam Madusari dan Madurenta yang ada di Desa Krajan, Klirong (Kebumen). Pada nisan makam yang disebutkan terakhir, juga dijumpai bentuk gunungan.

Pola hias yang menunjukan pengaruh asing di anataranya adalah bentuk piala bertutup. Pola tersebut terdapat pada saka rowa Masjid Sindurejan. Selain pola piala, di Masjid terdapat pula pola daun dan buah dalam bentuk relief. Masjid yang terletak di Desa Sindurejan (Purworejo) ini juga memiliki pola hias bintang bersudut delapan dalam lingkaran dan berada di setiap sudut langit-langit masjid, sedangkan di bagian tengah langit-langit terdapat bintang bersudut empat di dalam lingkarang. Pengaruh Eropa juga sangat tampak pada ragam hias yang lain.

Pada masa Islam juga terlihat jelas bahwa pola hias tidak hanya bersatu untuk memperindah semua, tetapi seringkali memiliki pesan-pesan yang akan disampaikan melalui berbagai lambang. Hal ini dapat dilihat antara lain pada kain batik. Beberapa pola batik tidak dapat digunakan oleh sembarang orang. Susuhan Pakubowono III dari Surakarta pernah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan kain batik dengan pola-pola tertentu bagi masyarakat kebanyakan. Pola tersebut di anataranya adalah;sawat, parangrusak dan tumpal. Sementara itu cumangkiri dengan calacap lung-lungan atau kekembangan dapat digunakan oleh patih, sentana, serta wedana. Beberapa diantara jenis kain tersebut dikenal sebagai kain sarat, yaitu kain penolak bala atau sebagai sajen yang disertakan dalam upacara.