Fenomena Letusan Merapi pada Terkuburnya Candi-Candi DI Sekitarnya

gunungPosisi Gunung Merapi

Provinsi Jawa Tengah mempunyai banyak bangunan candi-candi, serta situs-situs arkeologi yang menarik untuk dikunjungi. Keberadaan candi-candi tidak hanya menarik untuk ditelaah secara arkeologi namun juga secara geologi. Candi-candi tersebut merupakan peninggalan zaman Mataram Kuno selama abad 8-10, yang terkubur oleh material-material piroklastik hasil letusan Gunung Merapi.

Gunung Merapi mempunyai tipe gunung api strato dan kubah lava. Secara geografis terletak pada 7°32,5’ LS dan 110°26,5’BT. Aktivitas gunung ini diperkirakan telah berlangsung sejak 50.000 tahun yang lalu dengan jumlah rata-rata material yang dikeluarkan sebesar 1.000.000 m³ per tahun, memiliki puncak dengan ketinggian 2.911 m dpl atau 2.800 m di atas dataran Yogyakarta. Kenampakan struktur puncak Merapi diperlihatkan oleh kawah yang membuka ke barat daya dan suatu kubah lava aktif muncul di atasnya yang menjulur mengikuti arah bukaan bawah. Di sekitar puncak terdapat kawah lava hasil kegiatan Gunung Merapi dalam 200 tahun terakhir. Ciri kegiatan gunung ini ditandai oleh adanya pertumbuhan kubah berikutnya. Longsornya kubah dapat terjadi karena gravitasi dan pertumbuhannya sendiri atau dipicu oleh letusan. Kedua fenomena letusan dan guguran sering berasosiasi bersama-sama. Gunung api ini terjadi akibat erupsi eksplosif yang diselingi dengan erupsi efusif, sehingga lerengnya berlapis-lapis dan terdiri dari bermacam-macam batuan.

Menurut Awang Harun Satyana (2007), Van Bemmelen pada tahun 1943 pernah mengajukan argumen bahwa runtuhnya lereng barat daya Gunung Merapi terjadi pada zaman sejarah, yaitu pada 1006 AD, bersamaan dengan terjadinya letusan katastrofik Merapi. Endapan letusan hebat ini telah mengubur Candi Borobudur, dan candi-candi lain di Mataram. Banyak sejarahwan, arkeolog dan geolog yang percaya bahwa hal tersebut merupakan faktor yang menyebabkan kerajaan Hindhu dan Budha Mataram mundur lalu penerusnya pindah ke daerah Jawa Timur. Pada bulan September tahun 2006 yang lalu diadakan “Volcano International Gathering” (VIG) di Yogyakarta. Acara ini melibatkan pakar-pakar gunung api (ahli vulkanologi) dan yang berhubungan dengan kegunung apian untuk berseminar sekaligus memperingati 1000 tahun letusan Merapi katastrofik 1006 AD. Benarkah Merapi meletus hebat sekali pada 1006 AD dan meruntuhkan lereng barat-baratdayanya, mengubur candi-candi Hindhu dan Budha di sekitarnya dan menghabisi Kerajaan Mataram ? Menarik mengkaji disertasi doktor Sri Mulyaningsih tentang hal ini yang mendasarkan penelitiannya kepada pentarikhan karbon-14 pada banyak endapan volkanik Merapi terutama pada sisi selatan Merapi. Menarik juga mempelajari makalah dari Andreastuti et al. (2000) di Journal Volcanology dan Geothermal Research, vol.100, p. 51-67 yang mempelajari endapan-endapan Merapi berdasarkan studi tephrologi (tephra=endapan piroklastik), atau dari Newhall et al. (2000) di jurnal yang sama.

Andreastuti et.al.(2000) menafsirkan bahwa suatu letusan besar Merapi terjadi pada 1112 +/- 73 tahun BP (before present) (870-1003 AD). Berdasarkan pentarikhan Karbon 14, Newhall et al. (2000) menemukan tiga endapan piroklastik sekitar tahun 1006, yaitu terjadi pada 940 AD (1139 +/- 50 tahun BP) tersingkap di daerah Kinahrejo-Pelem (selatan), 1080 (980 +/- 80 tahun BP) di Candi Pendem (barat laut) dan 1180 (880 +/- 60 tahun BP) di Kalijueh-Jrakah (utara-barat laut). Berdasarkan Camus et al. (2000), selama stadia Merapi muda (2200 tahun BP sampai 1786 AD) terjadi 2 kali erupsi magmatik-phreatomagmatik yaitu pada 2200 dan 1470 tahun BP.

Menurut Sri Mulyaningsih (2005), berdasarkan inskripsi pada prasasti Sangguran kerajaan pindah ke Jawa Timur pada 928-929 AD. Kejadian ini dikenal dengan “pralaya 1006”. Berdasarkan studi volkanostratigrafi, selama abad 8-10 telah terjadi 5 kali periode letusan Merapi yaitu pada 732, 882, 960, 1252 dan 1587 AD.

Berdasarkan kesimpulan dari Awang Harun Satyana (2007), terdapat tiga faktor keberatan Sri Mulyaningsih (2005) atas argumen Van Bemmelen (1943,1949):

  1. Tidak terjadi letusan besar pada 1006 AD (hal ini sesuai dengan hasil pentarikhan absolut tefra Merapi dari peneliti-peneliti lain).
  2. Suatu letusan besar mestinya akan meninggalkan mayat orang, bangkai binatang, atau produk kebudayaan lain di dalam endapannya.
  3. Kerajaan Mataram tidak pindah ke Jawa Timur sesudah 1006 AD, tetapi pada 928-929 AD berdasarkan prasasti Sangguran.

Kenampakan fisik dari stratigrafi dan endapan volkanik Merapi

Berdasarkan analisis ukuran butir dari aliran piroklastik dan endapan surge yang mengalir dengan konsentrasi partikel rendah pada tekanan gas tinggi sebagai aliran turbulen. Endapan akan tersingkap sampai 20 km dari puncak (145 m dpl) dan beberapa dari endapan tersebut mengubur candi-candi dengan ketebalan 20-60 cm. Secara fisik endapan tersebut mempunyai karakteristik berupa struktur laminasi sampai cross laminasi, debu sampai ukuran lapilli dengan beberapa bombs, dan biasanya berisi charcoals (arang kayu) dengan berbagai variasi ukuran.

Studi stratigrafi dan data pentarikhan 14C berhasil mengetahui bahwa sebagian dari candi-candi dibangun setidaknya sejak abad ke I-II dan banyak pula yang dibangun setelah abad ke X.

Endapan Gunungapi Merapi yang mengubur candi-candi, sedikitnya terdiri dari 8 sekuen yang masing-masing sekuen dibatasi oleh paleosol.

Didasarkan pada analisis pentarikhan 14C, menjumpai penyebaran masing-masing sekuen endapan tersebut berbeda satu sama lainnya. Hal itu berarti bahwa proses pengendapan bahan letusan tersebut secara bertahap, yang masing-masing tahap terjadi secara sektoral dan volumenya bervariasi.

Daftar Pustaka

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN ”Veteran”,(1997), Vulkanologi, Hidup Berdampingan dengan Gunung Api, Yogyakarta,63.

Mulyaningsih, S., (2005), Prospeksi Geowisata Candi-candi dan Kegunungapian di Yogyakarta, Surabaya, Proceedings Joint Convention Surabaya 2005-HAGI-IAGI-PERHAPI, 646-654.

Mulyaningsih, S., Sampurno, Zaim, Y., Puradimaja,D.J., (2005), Merapi Volcanic Disaster During Historical Records, Surabaya, Proceedings Joint Convention Surabaya 2005-HAGI-IAGI-PERHAPI, 215-221.

iagi-net@iagi.or.id