You are currently viewing Dewa Trimurti Pada Arca dan Cara Mengenalinya
Processed with VSCO with preset

Dewa Trimurti Pada Arca dan Cara Mengenalinya

Agama Hindu merupakan salah satu agama yang memiliki pengaruh cukup besar di Nusantara. Pengaruh Hindu sudah terlihat dari abad ke empat masehi, yaitu sejak ditemukannya prasasti yupa di Kerajaan Kutai, Kalimantan. Agama Hindu terus menyebar saat itu hingga saat ini. Telah diketahui, Kerajaan Hindu yang terakhir berdiri di Nusantara merupakan Kerajaan Majapahit. Di Jawa Tengah sendiri, pengaruh Hindu terlihat dari tinggalannya seperti candi dan arca yang tersebar di banyak kabupaten.

Salah satu tinggalan yang banyak ditemukan di Jawa Tengah merupakan arca dewa. Arca adalah patung yang dibuat dengan tujuan utama sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam memuja dewa-dewi. Arca merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses peribadatan agama Hindu dan Buddha karena merupakan personifikasi dari dewa yang dipujanya. Pengaruh Hindu di Jawa Tengah yang terlihat dari tinggalannya adalah Hindu Saiva. Pada agama Hindu Saiva, dewa yang paling banyak dipuja adalah dewa Trimurti, yaitu Siwa, Wisnu dan Brahma dengan Siwa sebagai dewa tertinggi.

Arca-arca personifikasi dewa Trimurti ini sekilas terlihat sama, namun ada perbedaan yang jelas untuk mengetahui dewa siapa yang dipersonifikasikan pada arca tersebut. Perbedaan yang dapat dilihat pada arca tersebut adalah laksana yang dibawa setiap tokohnya. Laksana adalah atribut kedewaan yang melekat di masing-masing tokoh. Setiap tokoh/dewa membawa laksana yang berbeda-beda. Dengan memperhatikan laksana yang ada, arkeolog dapat mengetahui arca ini merupakan perwujudan dari dewa apa.

Siwa merupakan dewa tertinggi dalam kepercayaan Hindu Saiva. Pada candi-candi Hindu, Siwa sering dilambangkan sebagai lingga yang terletak di dalam bilik candi. Akan tetapi, arca Siwa juga sering ditemukan di beberapa tempat, contohnya di candi induk Prambanan. Siwa biasa digambarkan membawa laksana berupa camara (pengusir lalat), aksamala (tasbih), kamandalu (kendi yang berisi air kehidupan), dan trisula (tombak berujung tiga). Siwa biasa digambarkan dengan wahana/kendaraannya, yaitu seekor lembu bernama Nandi. Selain Siwa, ada beberapa arca yang berhubungan dengan dewa Siwa. Pertama, istri Siwa atau Parwati, yang memiliki wujud lain yaitu Durga Mahisasuramardini. Arca Durga biasa digambarkan bertangan delapan, berdiri di atas seekor lembu yang ternyata merupakan raksasa bernama Mahisa yang menyerang kahyangan. Selanjutnya Ganesha, atau anak Siwa berupa manusia yang digambarkan duduk dan berkepala gajah. Kemudian Rsi Agastya atau yang biasa dikenal dengan Siwa Mahaguru. Rsi Agastya digambarkan membawa beberapa laksana milik Siwa, memiliki perut gendut dan jenggot yang runcing.

Dewa Trimurti selanjutnya adalah Wisnu, yang merupakan dewa penjaga atau pemelihara. Dalam mitologinya, Wisnu digambarkan memiliki 10 penjelmaan (avatara), beberapa avatara tersebut berupa kura-kura, singa, ikan raksasa, Rama dalam kisah Ramayana, Krishna, danWisnu dengan kuda putih. Arca Wisnu digambarkan dengan laksana berupa cakra (roda berputar), sangkha (kerang) dan padma (bunga teratai). Wisnu biasa digambarkan dengan wahananya yaitu, garuda. Tokoh lain yang berhubungan dengan Wisnu adalah Dewi Sri atau Dewi Laksmi sebagai istri atau sakti dari dewa Wisnu.

Selanjutnya adalah dewa Brahma atau sang dewa pencipta. Pada penggambarannya dalam arca, Brahma sering digambarkan berkepala empat atau caturmukha. Selain itu laksana yang sering dibawa dewa Brahma adalah aksamala, kamandalu, dan pustaka (buku). Brahma biasa digambarkan dengan wahananya, yaitu Hamsa atau angsa. Tokoh yang berhubungan dengan Brahma adalah dewi Saraswati atau dewi kesenian dan ilmu pengetahuan.

Salah satu peninggalan agama Hindu pada masa lalu merupakan arca. Arca adalah patung yang dibuat dengan tujuan utama sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam memuja dewa-dewi. Arca merupakan personifikasi dewa sebagai wujud pemujaan umat Hindu. Sebagai personifikasi, penggambaran tokoh pada arca tentu berbeda tergantung dengan tokoh yang digambarkan. Perbedaan setiap tokoh dapat dilihat dari laksana atau atribut yang dibawa oleh masing-masing tokoh. Para arkeolog harus memiliki mata jeli untuk dapat mengetahui laksana yang dibawa dan mengetahu perwujudan dewa pada arca tersebut.

Tulisan dan foto oleh Desfira Ramadhania Rousthesa (Mahasiswa Magang Sarjana Arkeologi UI)