You are currently viewing Dewa Dewi Masa Klasik (13), Budha Awatara

Dewa Dewi Masa Klasik (13), Budha Awatara

Buddha awatara adalah  awatara Wisnu kesembilan, dalam wujud pangeran Siddharta Gautama yang mengajarkan cara-cara mendapatkan pencerahan dan mencapai kesempurnaan pengetahuan. Bahwasanya Brahma, Wisnu, dan Siwa   berada di dalam diri manusia sendiri. Manusia terikat oleh hukum samsara yang hanya dapat dihilangkan dengan cara mengikuti dharma tanpa perbedaan kasta. Awatara kesembilan ini diwujudkan dalam figur seorang pria duduk di atas padmasana dengan teratai menyangga kakinya. Tubuhnya putih, berambut keriting, berwajah lembut dan agung,, memakai walkala di bahu. Pada bagian kepalanya terdapat tonjolan yang disebut usnisha dan semacam mata ketiga di keningnya, disebut urna.

Penggambaran Wisnu sebagai Buddha Siddharta Gautama dapat dijumpai misalnya di Candi Mendut. Arca utama di Candi Mendut menggambarkan Siddharta Gautama dalam wujud Dhyani Buddha yang mempresentasikan sikap tangan dharmacakramudra. Sikap tersebut menggambarkan sikap ketika Sang Buddha memberikan pengajarannya yang pertama kali di Taman Rusa, Benares.

Selain pengarcaaan yang telah disebutkan di atas, Wisnu juga diarcakan sebagai Adimurti. Adimurti  adalah   penggambaran Wisnu  dalam wujud seorang laki-laki duduk dalam sikap sukhasana diatas wahananya yang berupa ular atau naga bernama Ananta. Wisnu digambarkan bertangan dua atau empat membawa atribut berupa sankha dan cakra, bila bertangan empat kedua tangan yang lain berada di atas kaki.  

Bentuk penggambaran Adimurti, antara lain ditemukan pada arca yang terdapat di Museum Nasional Jakarta. Wisnu duduk di atas ular dengan sikap sukhasana. Atribut Wisnu tampak pada cakra yang dibawa oleh tangan kanannya. Ia mengenakan kiritamakuta, hara, upawita berupa tiga helai benang, udarabanda, keyura, kangkana, katisutra, urudamaj, dan padawalaya.  Penggambaran Wisnu yang duduk di atas Ananta juga dijumpai dalam relief Ramayana di Candi Siwa, pada panil pembuka yang menggambarkan Wisnu di kahyangan, dihadap oleh Garuda.

Masih terkait dengan Ananta, penggambaran Wisnu bersama Ananta dalam pose yang lain adalah Wisnu Anantasayana. Dalam hal ini, Wisnu digambarkan  dalam posisi sayana (berbaring) di atas ular atau naga Ananta.   Penggambaran Wisnu Anantasayana  semacam itu, antara lain ditemukan pada arca koleksi museum Radyapustaka, Surakarta. Meskipun arca tersebut ukurannya kecil, akan tetapi istimewa, karena penggambaran  Wisnu Anantasayana termasuk langka. Wisnu digambarkan posisi berbaring (sayana) di atas padmasana. Tangan kirinya digunakan untuk menyangga kepala, sedangkan tangan kanannya diletakkan di atas paha.  Naga Ananta digambarkan tidur melingkar di belakang Wisnu. Dalam arca Radyapustaka Wisnu digambarkan tidak tiduran di atas Ananta (bandingkan dengan arca Wisnu Anantasayana yang dari India).

Selain Ananta, Wisnu pun kadang digambarkan duduk di atas wahananya yang lain, yaitu Garuda. Penggambaran Wisnu yang duduk di atas Garuda disebut  Wisnu Garudãsana atau Wisnu Garudanarayanamurti, yang paling terkenal adalah yang diasumsikan berasal dari Pemandian Belahan (sekarang disimpan di Gedung Arca PB3 Jawa Timur). Dalam arca tersebut, Wisnu diidentifikasikan sebagai penggambaran Raja Airlangga.

Wisnu disebutkan mempunyai beberapa sakti, yaitu Laksmi, Sri,  Saraswati, dan Bhu. Akan tetapi, sejumlah sumber menyebutkan bahwa sakti Wisnu sebenarnya adalah Laksmi, sedangkan Sri, Saraswati, dan Bhu adalah bentuk-bentuk manifestasi Laksmi ketika harus mendampingi Wisnu dalam peran yang berbeda. Bahkan ketika Wisnu menjalani inkarnasi dalam wujud awatara, sakti-nya pun turut serta, sehingga misalnya muncul Sita sebagai istri Rama dalam episode Ramawatara. Di India, Laskmi memegang peranan penting sebagai sakti Wisnu. Akan tetapi, di Jawa, Sri lebih populer. Bahkan sampai sekarang Sri masih dipercaya sebagai Dewi Kesuburan dan dipuja di kalangan para petani. Rumah tradisional Jawa biasanya mempunyai satu ruangan yang disebut pasren, untuk memuja Dewi Sri.