You are currently viewing Candi Bima Telah Dipugar

Candi Bima Telah Dipugar

Dataran tinggi Dieng terkenal karena banyaknya peninggalan bangunan suci berupa candi dari masa pengaruh Hindu di Indonesia sekitar abad ke 7 – 8  Masehi. Dieng berasal dari dua kata dari bahasa Jawa Kuno yaitu di dan hyang. Kata di berarti tempat atau gunung sedangkan istilah hyang mempunyai arti leluhur atau dewa, dengan demikian Dieng atau di hyang dapat diartikan sebagai tempat tinggal para dewa. Lokasi Dieng yang berada  di tempat tinggi tampaknya cocok dengan istilah tersebut sehingga tepat jika di daerah tersebut didirikan sebuah kompleks bangunan pemujaan berupa candi.

Candi Bima merupakan salah satu bangunan suci yang menempati kawasan di dataran tinggi Dieng dan memiliki tipe yang berbeda dengan candi-candi lainnya. Candi Bima memiliki ciri arsitektur khas yaitu bangunan candi berarsitektur perpaduan India Selatan dan India Utara. Selain itu keunikan lain Candi Bima adalah memiliki unsur seni hias yang sangat langka yaitu motif hias ”kudu”. Motif hias “kudu” merupakan kombinasi motif lengkung tapal kuda dan wajah manusia yang terletak  pada bagian atap Candi Bima.

Bertolak dari nilai penting Candi Bima sebagai bangunan cagar budaya beserta kondisinya  yang telah menunjukkan indikasi terjadinya kerusakan dan pelapukan yang mengancam kelestariaannya, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah perlu melakukan tindakan pemugaran terhadap bangunan Candi Bima dalam beberapa tahapan.

Tahap awal sebelum dilakukan pemugaran adalah kegiatan Studi Teknis  Arkeologi Candi Bima pada bulan Maret tahun 2012. Berdasarkan hasil studi tersebut diketahui bahwa kondisi Candi Bima cukup mengkhawatirkan dengan temuan lubang di bawah pondasi candi yang dapat mengganggu stabilitas bangunan. Lubang tersebut terjadi akibat lapisan tanah di bawah bangunan candi mengalami pengikisan sehingga dikhawatirkan dapat mengakibatkan bangunan Candi Bima melesak bahkan runtuh. Selain itu komponen batu – batu Candi Bima juga mengalami pelapukan dan kerusakan dan perlu dilakukan serangkaian tindakan penyelamatan. Faktor-faktor penyebab terjadinya pelapukan dan kerusakan pada Candi Bima antara lain faktor usia bahan bangunan, faktor lingkungan  dan  faktor manusia.

Bertolak dari hasil kajian teknis arkeologi tersebut,  tahap pertama pemugaran yang dimulai pada tahun 2012 sasarannya adalah pembongkaran total dan dilakukan penggalian di bawah pondasi bangunan Candi Bima sekaligus penelitian arkeologi dan geologi, serta penelitian struktur bangunan Candi Bima.  Tahap kedua dilaksanakan pada tahun 2013 dengan pekerjaan rebuilding dan konservasi bagian kaki sampai dengan tubuh candi. Sedangkan tahun 2014 dilakukan rebuilding bagian atap candi dan penataan lingkungan di area Candi Bima.

Pemugaran dan penataan lingkungan yang dilakukan terhadap Candi Bima telah selesai sesuai dengan capaian  target yang diharapkan. Namun upaya pelestarian tidak berhenti sampai di sini saja. Masih banyak  pekerjaan yang harus dilaksanakan pasca pemugaran Candi Bima. Pelestarian dan pengelolaan Candi Bima yang sesuai dengan semangat Undang – Undang RI No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya harus ditempuh. Atas dasar inilah maka Candi Bima penting untuk dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selin itu, Candi Bima sebagai cagar budaya juga dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran nilai – nilai kepribadaian sebuah bangsa dan untuk itu menjadi tanggung jawab bersama untuk melestarikan dan menyampaikan nilai – nilai yang terkandung di balik berdirinya Candi Bima tersebut kepada masyarakat (Dok.BPCB Jateng).