Bangunan Eks Sarekat Islam Semarang

(BPCB Jateng) Baru-baru ini upaya pelestarian Cagar Budaya menghadapi tantangan yang sangat beragam. Salah satunya dipicu masuknya beberapa kepentingan yang ikut serta  didalamnya. Khusus Cagar Budaya yang berada di perkotaan sering berbenturan dengan kepentingan lain dalam hal pemanfaatannya. Tidak dapat dihindari beberapa bangunan Cagar Budaya ini mendapat ancaman pembongkaran karena dianggap sudah tidak menguntungkan lagi. Rencana pembongkaran ini muncul dengan mempertimbangankan berbagai segi seperti diantaranya biaya perawatan yang mahal, kebutuhan ruang yang tidak mencukupi, perubahan fungsi bangunan dan bangunan yang sudah rusak dimakan usia. Berdasarkan beberapa pertimbangan ini maka muncul rencana pembongkaran bangunan cagar budaya dan pendirian bangunan baru.

Bangunan Eks Sarekat Islam Semarang yang saat ini dikenal dengan bangunan Balai Muslimin berlokasi di Kampung Gendong, Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur. Gedung ini dikelola oleh Yayasan Balai Muslimin dengan status tanah wakaf  bersetifikat hak milik No. 369. Berdasarkan tampak visual bangunan ini masih mencirikan arsitektur bangunan lama dan kondisi saat ini rusak. Sehubungan dengan adanya perhatian khusus dari Pegiat Sejarah Kota Semarang terhadap  bangunan ini, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melakukan kajian untuk mengkategorikan sebagai bangunan cagar budaya atau tidak. Studi ini ditekankan pada nilai historis dan arkeologis terhadap bangunan tersebut. Dalam melakukan kajian ini melibatkan Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang dan Komunitas Pegiat Sejarah Kota Semarang.

Kajian Sejarah

Tumbuh dan berkembangnya Sarekat Islam di Semarang terjadi pada tahun 1916. Demikian pula bangunan yang berlokasi di Kampung Gendong Semarang ini dibangun oleh Semaun dan kawan – kawannya pada tahun beriringan yaitu tahun 1919 dan selesai pada tahun 1920. Gedung Sarekat Islam atau Gedung Rakyat Indonesia dibangun di atas tanah wakaf salah seorang keturunan Taspirin yang menjadi anggota Sarekat Islam. Pembangunan bangunan gedung didapatkan dari swadaya masyarakat berupa uang dan bahan bangunan. Tujuan didirikannya bangunan ini untuk sekolah pada siang hari dan pada malam hari digunakan untuk rapat umum Sarekat Islam.

Keberadaan SI School secara nasional diumumkan oleh Tan Malaka pada bulan Oktober dan November 1921 dalam majalah “Soeara Rakjat”. Selanjutnya, bulan Desember 1921, dikeluarkan lagi buku kecil (brosur) tentang keberadaan sekolah tersebut. Tujuan Tan Malaka mendirikan S1 School karena dia ingin menciptakan sekolah tandingan yang menurutnya pada saat itu Politik Etis tidak etis untuk kaum kromo dan preletar.

Dalam perjalanan waktu, Sarekat Islam pecah dan muncullah Sarekat Rakyat yang menjadi onderbouwnya PKI. Kemudian gedung ini digunakan oleh Tan Malaka dan di gedung ini pula la pernah memimpin pemogokan umum selama berhari-hari yang mampu memacetkan perekonomian. Tanggal 22 Januari 1922 di kantor Sarekat Islam / GRI Semarang yang berlokasi di Kampung Gendong, diadakan rapat yang dihadiri 5.000 orang, di situ Tan Malaka menunjukkan sikap orang Belanda yang sangat melecehkan orang bumiputera. Pemogokan di Semarang ini didorong semangat solidaritas terhadap pegawai pegadaian Ngupasan, Yogyakarta, yang melancarkan pemogokan sejak tanggal 11 sampai 18 Januari 1922, dengan faktor pemicu yang sama, yaitu perintah beheerder terhadap seorang pegawai untuk mengangkat sendiri barang­ – barang yang akan dilelang. Karena perintah tersebut ditolak, terjadilah perselisihan yang mendorong pemogokan umum di kantor-kantor pegadaian. Setelah pemogokan di Yogyakarta melemah dan kekuatan pemogokan di Semarang melemah, Tan Malaka dan P Bergsma (seorang berdarah Belanda yang melawan penindasan bangsanya sendiri) diasingkan ke Digul Papua atas tuduhan memimpin pemogokan buruh pegadaian.

Pada tahun 1930 gedung tersebut digunakan rapat antara lain oleh Persatuan Bangsa Indonesia, Partindo dan P.M. Antara tahun 1930 – 1938 pernah dikunjung Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir, AK Gam, Moh. Yamin, Amir Syarifudin, dokter Sutomo, dan lain – lain. Ketika Bung Karno mengadakan rapat umum Partindo di gedung ini pidatonya antara lain demikian, “ …kolonial memang kuat, siapa yang kuat itulah yang menang, tetapi yang menang belum tentu yang benar, kita anak jajahan dipandang kalah, tetapi yang kalah belum tentu yang salah, tunggu saja lampu hijau untuk perang dunia ke dua dari lautan Pasifik setelah dipejet, disitulah bangsa Indonesia akan duduk din atas singgasana kemerdekaan … “.

Selanjutnya, peristiwa yang dikenal dengan pertempuran lima hari di semarang pada tanggal 15 Oktober 1945 sampai dengan 20 Oktober 1045, gedung eks SI / GRI ini pernah digunakan sebagai Pos Palang Merah dan setelah itu dikuasai Bapkri yang diketuai oleh Mr. Ichsan (Walikota Semarang pada masa itu). Selanjutnya, pasca – proklamasi Inggris menyerahkan Semarang kepada Belanda, sehingga Pemerintah Semarang harus ke pedalaman clan bangunaneks SI / GRIS diserahkan Mr Ihsan kepada Panitia Gedung Rakyai Indonesia (PAGRI)

Pasca kemerdekaan, bangunan ini difungsikan sebagai aktivitas Sentral Buruh Serikat Indonesia (SOBSI), salah satu underbow dari PKI. Selepas peristiwa revolusi tahun 1965, gedung eks SI / GRI di bawah penguasaan TNI. Namun tak lama berselang, pengelolaannya diserahkan kepada “Balai Muslimin”. Sejak tahun 2008, bangunan ini sudah tidak bisa difungsikan lagi karena rusak.

Bangunan

Kampung Gendong, Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang lokasi bangunan eks SI Semarang ini terletak di koordinat UTM 49 M 437406.00 E 9227997.00 S. Bangunan ini secara keseluruhan terdiri dari 3 ruang dengan ruang utama berada di tengah berupa ruang luas yang disangga oleh tiang kayu berjumlah 22 buah. Terdapat 2 tipe tiang yang menyangga bangunan tersebut yaitu tiang berbentuk bulat dengan diameter (20cm) menyangga bagian tengah bangunan terdiri dari 2 deret dan masing-masing deret terdiri dari 5 baris. Jarak antar deret bangunan 7,7m dan jarak antar baris 4 m. Tipe tiang yang lain yaitu tang kayu berbentuk persegi dengan lebar 24 cm.

Untitled-1 Untitled-2

Bagian depan bangunan terdapat teras yang disangga pilar beton, pilar beton ini kemungkinan merupakan bagian tambahan yang sebelumnya tidak ada ketika bangunan ini berdiri. Pada sisi utara dan selatan bangunan terdapat jendela kaca berbingkai kayu dengan model kupu tarung serta dilengkapi dengan teralis besi. Masing-masing jendela tersebut juga dilengkapi dengan bovenlicht (lubang angin-angin) berbentuk geometris.

Untitled-3

Selain pintu depan, bagian belakang bangunan juga dilengkapi dengan pintu berbentuk kupu tarung yang terbuat dari kayu dan dilengkapi dengan kaca mozaik berwarna-warni. Akan tetapi kondisi pintu di bagian belakang ini sudah lapuk. Di bagian kanan dan kiri pintu tersebut terdapat lubang yang terbuat dari logam. Fungsi logam tersebut adalah untuk memasukkan balok kayu yang berfungsi sebagai penahan pintu.

Untitled-4

Seperti halnya dengan bangunan kolonial kebanyakan, bangunan ini memiliki atap berbentuk perisai yang lebar. Atap pada bangunan ini bersusun sehingga terkesan seperti memiliki atap tumpang serta konstruksi atap terbuat  dari kayu. Di antara susunan atap tersebut terdapat rongga ventilasi yang juga terbuat dari kayu. Gaya atap seperti ini sangat populer pada awal abad XX di indonesia khusunya pada bangunan stasiun.

Untitled-5

(atap stasiun ka pekalongan dan atap bangunan eks SI Semarang)

Genting asli dari bangunan ini masih menggunakan genting model kripik, tapi sebagian telah diganti dengan genting soka. Sisi dalam dari bagian atap ini dilengkapi dengan plafon/langit-langit  yang terbuat dari anyaman bambu, akan tetapi kondisi saat ini sebagian besar sudah hilang sehingga konstruksi atapnya terlihat. Bagian lantai bangunan dari tegel ubin dengan ukuran 20cm x 20cm yang sebagian besar sudah rusak. Tepat di bagian tengah bangunan terdapat lantai yang disusun membentuk huruf “SI” (kependekan dari Sarekat Islam). Menurut informasi, sebelumnya lantai tersebut telah mengalami perubahan, yaitu penggantian lantai ubin dengan lantai traso. Akan tetapi khusus di bagian tengah tersebut tetap dilestarikan. Meskipun telah mengalami pergantian kondisi lantai sekarang sebagian besar juga sudah rusak, akan tetapi bagian lantai yang membentuk tulisan “SI” tersebut masih terlihat.

Untitled-6 Untitled-7

Secara tata ruang, bangunan ini juga telah mengalami modifikasi/ perubahan. Perubahan tersebut di antaranya terdapat bangunan tambahan di sebelah utara yang berfungsi sebagai tempat penampungan tuna netra , sedangkan sisi selatan bangunan telah mengalami modifikasi dan perubahan fungsi untuk PAUD dan Posyandu. Modifikasi tersebut berupa perubahan pintu yang sebelumnya terletak di sisi barat sejajar dengan fasad menjadi berada di sisi selatan bangunan. Modifikasi lainnya yaitu adanya sekat yang terbuat dari kayu lapis, berfungsi sebagai pembatas ruang antara PAUD dan Posyandu dengan ruang utama.

Untitled-8

Selain itu berdasarkan arsip milik pengurus dan informasi yang diperoleh, bagian fasad bangunan juga telah mengalami perubahan. Dahulu bangunan ini terletak lebih tinggi dari lingkungan sekitar dan teras depan disangga tiang kayu yang dilengkapi dengan semacam pagar pembatas yang juga terbuat dari kayu. Bangunan ini beberapa kali juga telah mengalami perubahan fungsi, selain untuk Gedung pertemuan, bangunan ini dahulu pernah difungsikan sebagai masjid. Hal tersebut masih dapat ditemukan sisa-sisanya yaitu ada bekas mimbar yang terbuat dari kayu dengan kondisi yang sudah rusak serta bekas tempat yang terletak di luar bangunan berada di sisi tenggara.

Kondisi bangunan saat ini mengalami kerusakan yang cukup parah. Kerusakan terjadi hampir merata pada keseluruhan bangunan. Sebagian atap bahkan telah runtuh, terutama sisi utara, dan belakang bangunan. Selain itu, sebagian atap yang masih utuh sekarang kondisinya juga sudah melesak ke dalam dan beberapa genting telah hilang. Dahulu di bangunan ini dilengkapi dengan langit-langit yang dibuat dari anyaman bambu, akan tetapi sebagian besar telah hilang dan menyisakan sebagian kecil saja yang masih terlihat, itupun kondisinya juga sudah rusak. Beberapa tiang bangunan kondisinya juga telah miring. Tiang-tiang yang miring tersebut terutama terletak di pinggir bangunan, yaitu tiang kayu yang berbentuk kotak. Bangunan ini disusun dengan bata berspesi semen serta diplester. Kondisi saat ini plester bangunan sisi dalam sebagian besar telah retak dan mengelupas karena kurangnya perawatan.

Untitled-9

KAJIAN CAGAR BUDAYA 

Di dalam mengkaji cagar budaya tentunya tidak dapat terlepas dari payung hukumnya yaitu Undang – Undang RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pasal 1 (1) UU RI No. 11 Tahun 2010 menyebutkan Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Selanjutnya dalam pasal 5 UU RI No. 11 Tahun 2010 disebutkan bahwa benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:

a.              berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

b.             mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;

c.              memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan

d.             memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

 

Selanjutnya dalam uraian ini  akan dikaji satu persatu terkait dengan keberadaan eks bangunan Sareket Islam / Gedung Rakyat Indonesia sebagai cagar budaya atau tidak berdasarkan atas kriteria cagar budaya seperti yang tertuang dalam pasal 5 UU RI No. 11 Tahun 2010.

a.        Kriteria I

Kriteria I cagar budaya menyebutkan bahwa berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih.Gedungeks SI / GRI Semarang dibangun pada tahun 1919 dan pada tahun 2013 ini telah berumur 94 tahun.

 b.        Kriteria II

Disebutkan dalam kriteria II cagar budaya, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun. Arsitektur bangunan eks SI dicirikan pada bentuk bagian atap. Gaya bangunan yang memerlukan bentangan atap lebar seperti yang tampak pada gedung SI ini sangat popular pada awal abad XX

 c.         Kriteria III

Dalam kriteria III cagar budaya disebutkan memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Arti khusus yang melekat dengan keberadaan bangunan gedung eks SI Semarang yaitu munculnya organisasi pergerakan dari kalangan masyarakat bawah dalam mencapai kemerdekaan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa.

d.      Kriteria IV

Kriteria IV menyebutkan bahwa cagar budaya memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Aspek ini ditunjukkan dengan semangat kegotong royongan tanpa pamrih.

 

Kesimpulan

5.1.1.  Gedung SI Semarang adalah building and cultural heritage yang menyimpan collective memory warga bangsa ini dalam proses pembebasan diri dari belenggu penjajahan, penindasan dan ketidakadilan.

5.1.2.  Dari sumber-sumber sejarah dapat diketahui bahwa gedung ini telah menjadi medium pergerakan bagi para pahlawan bangsa ketika mereka mengolah pikiran, berunding, membuat keputusan untuk menentang sikap dan perilaku kolonialisme yang meminggirkan dan melecehkan harga diri bangsa bumiputera.

5.1.3.      Keempat kriteria cagar budaya yang disyaratkan dalam Undang – Undang RI No. 11 Tahun 2010  terhadap keberadaan Gedung eks SI Semarang dapat terpenuhi sehingga gedung tersebut tergolong sebagai cagar budaya.

 

5.2.Rekomendasi

5.2.1.  Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah mengeluarkan surat keterangan cagar budaya atas kajian ini. Berdasarkan surat keterangan cagar budaya tersebut maka sesuai pasal 33 ayat 1 UU RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Walikota Semarang dimohon untuk menetapkan bangunan eks SI / Balai Muslimin sebagai cagar budaya.

5.2.2.   Mengingat kondisi bangunan gedung eks SI Semarang / Balai Muslimin mengalami kerusakan cukup parah, maka segera dilakukan upaya pelestarian dalam bentuk penyelamatan dan dilanjutkan dengan pemugaran yang tidak bertentangan dengan Undang – Undang RI No. 11 Tahun 2010.