Posisi geografis Kepulauan Indonesia yang terletak di antara Benua Asia dan Australia, serta diapit oleh Samudera   Indonesia dan Pasifik (Lautan Teduh) merupakan “perempatan” jalur pelayaran internasional yang sangat strategis yang telah berlangsung dalam kurun waktu berabad-abad. Pelayaran tersebut mempunyai berbagai maksud, antara lain untuk perdagangan, ekspedisi ilmiah, ekspansi wilayah, dan lain-lain (Widianto, 1987).  Tak jarang dalam perjalanannya kapal-kapal tersebut tidak sampai di tujuan karena mengalami kecelakaan yang disebabkan oleh badai atau gelombang besar sehingga menenggelamkannya ke dasar laut.

Berita Cina menyebutkan bahwa antara abad X-XX M tercatat lebih kurang 30.000 kapal Cina yang berlayar, di antaranya ke Nusantara dan tidak pernah kembali ke pelabuhan asal karena berbagai sebab (Rochmani, 2001). Belum lagi kapal-kapal dari Eropa yang juga karam di perairan Indonesia jumlahnya tidak kurang dari 290 buah. Demikian pula Direktorat Peninggalan Bawah Air yang menyebutkan sekurangkurangnya ada 463 titik lokasi kapal tenggelam di perairan Indonesia.

Pada umumnya kapal-kapal tersebut membawa kargo, baik berupa komoditi dagang maupun untuk kepentingan agama. Kapal-kapal yang datang dari Asia Barat dan Asia Selatan umumnya membawa barang-barang kaca, manik-manik dari batu mulia, arca-arca batu/ logam, sutera, dan barang-barang seni lainnya. Sementara dari Asia Timur (Cina), barangbarang yang dibawa berupa keramik, emas, dan lain-lain. Ketika kembali ke negara asalnya, kapal-kapal tersebut membawa komoditi yang berasal dari beberapa pulau di Nusantara, seperti kapur barus, damar, kayu cendana, pala, lada, kemenyan, mutiara, gading gajah, dan lain-lain. (Wolters, 1974).

Kapal maupun barang bawaannya (kargo) yang biasa disebut dengan istilah Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) merupakan data penting yang dibutuhkan dalam upaya mengungkap sejarah kehidupan masa lampau. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Throckmorton (1987) bahwa melalui reruntuhan kapal karam kita dapat mengetahui kehidupan yang seolah ”terbekukan” oleh perjalanan waktu. Melalui reruntuhan kapal karam atau BMKT tidak hanya dapat mengetahui aspek teknologi pelayaran dan perkapalan, tetapi juga dapat mengungkap aspek perdagangan, hubungan antar komunitas, perubahan sosial, perbudakan, bahkan kehidupan keseharian awak kapal beserta budaya yang ia bawa dan terapkan. Dengan demikian, potensi sumber daya arkeologi bawah air merupakan salah satu sumber sejarah yang sangat penting untuk dikelola dan dikembangkan dengan serius.

Oleh : Yanto HM Manurung

Silahkan klik link ini untuk download dan baca artikel lebih lengkap.

BPCB Jambi