Kawasan Cagar Budaya Muarajambi mulai menjadi perhatian sejak 1820, setelah terkubur berabad tahun lamanya. Pada saat itu S.C. Crooke, seorang perwira kehormatan bangsa Inggris dalam sebuah lawatannya ke Hindia Timur mendapat laporan dari warga sekitar. Mereka menemukan “benda-benda aneh” berbentuk bebatuan dan pecahan keramik-keramik kuno. Saat itu desa Muaro Jambi masih berupa hutan belantara berjarak 300 meter dari tepian Sungai Batanghari.

BPCB jambi

Lebih seratus tahun sesudahnya seorang Belanda yaitu bernama Frederic Martin Schnitger kembali mendatangi daerah itu. Ia memang memiliki ketertarikan besar terhadap benda-benda arkeologi di Hindia Belanda dan kemudian memberi kesimpulan, bahwa kawasan itu merupakan ibukota dari sebuah peradaban yang sangat maju pada zamannya. Laporan-laporan tentang itu kemudian ditulisnya dalam The Archaeology of Sumatra pada 1937.

Sejak itu kitab tersebut menjadi babon dan rujukan oleh semua peneliti arkeologi dari pelbagai bangsa untuk mengetahui apa yang tersimpan di Muarajambi. Sejak itu pula, berbondong-bondonglah para peneliti dari dalam dan luar negeri mengunjungi lokasi candi itu berada.

#strategikebudayaan #kongreskebudayaanindonesia #kawasancagarbudayamuarajambi #bpcbjambi