Sebaran arca megalitik   Pasemah yang  menggambarkan  suatu aktivitas antara   manusia dengan manusia lainnya ataupun antara manusia dengan hewan. Arca-arca ini pun dapat dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu arca perempuan dan arca laki-laki. Arca manusia   juga dapat  dibedakan dari usianya menjadi arca manusia dewasa dan anak. Adanya perbedaan pengggambaran arca perempuan dan laki-laki ini menarik untuk dibahas dari sudut pandang gender sebagai upaya untuk mengetahui atau melihat bagaimana sosok sosok arca yang digambarkan oleh pembuatnya  untuk kebutuhan  ritual.

Adapun gambaran umum yang menjadi ciri arca Pasemah  adalah, mempunyai badan,  tangan dan kaki yang  besar sehingga  tampak kokoh. Mempunyai wajah dengan mata bulat melotot, hidung besar agak rata, bibir lebar dan tebal, tampak ‘seram’.  Jumlah arca batu yang dapat diidentifikasi sebanyak 64 arca, dari ± 25 situs, sementara itu temuan arca megalitik di Pasemah sampai saat ini terus bermunculan, yang secara tidak langsung juga menambah jumlah situs.  

Dari uraian ini ingin diketahui   bagaimana sosok dan wajah yang diarcakan terutama pada penggambaran sosok perempuan dalam bentuk arca, seperti apa digambarkan dan seberapa banyak  dibuat   juga dapat dilihat sebagai bagian dari  hasil pola pikir komunitas megalitik pada masa itu. Oleh karena itu dengan membahas bentuk-bentuk arca khususnya perempuan diharapkan juga dapat memperoleh gambaran atau konsep  yang melatari penggambaran arca perempuan sedemikian rupa dari komunitas megalitik tersebut.  Dari sini mengemuka pertanyaan apabila gambaran itu benar, apakah juga mencerminkan pola relasi gender, pada komunitas pendukungnya?, mengingat relasi gender dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal seperti ini mempunyai kemiripan dengan  salah satu tema yang diajukan  oleh Metthew Johnson tentang arkeologi dan gender  dalam bukunya teori arkeologi, yaitu bahwa melihat berbagai kontrakdiksi dan peran-peran gender yang berbeda di masa lalu, sama seperti melihat lapisan sosial, pertukaran, perdagangan ataupun faktor-faktor kognitif pada mayarakat yang sudah punah (Metthew Johnson, 2000: 116-131).

Gender didefinisikan sebagai konstruksi sosial dan budaya yang membedakan  fungsi dan peran berdasarkan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki (Fakih, 2003: 11;  Bhasin, 2003: 2-23). Gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Kata gender intu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu “Genus” yang artinya  “jenis”.  Dalam Webster’s New World Dictionary disebutkan, gender  menggambarkan perbedaan antara lelaki dan perempuan dari segi nilai dan tingkah laku, bersifat dinamis dan dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu  di dalam dan antar budaya.  Metode yang digunakan untuk meneliti gender adalah melalui rekaman arkeologi sebagai bukti atau pembenaran seara’empiris’bagi ideologi gender kontemporer.  

ririfahlen/bpcbjambi

Diketahui bahwa pada masyarakat prasejarah masa megalitik kehidupan masyarakat sudah tertata, dimana ada pembagian kerja sesuai dengan peran masing-masing berburu, membuat logam, membuat gerabah, dan pengaturan secara sosial  (Soejono, 2008: 245-255). Pembagian kerja berdasarkan keterampilan ini dapat dikatakan bahwa komunitas masyarakat pada masa itu baik laki-laki maupun perempuan   mempunyai tanggung jawab yang sama dalam menjalankan  kehidupannya. Masyarakat dengan kehidupan seperti ini seringkali disebut sebagai masyarakat yang egaliter . Ada pekerjaan yang dikerjakan secara gotong royong laki-laki dan perempuan  untuk kepentingan orang banyak seperti  membuka hutan untuk berladang, membakar semak belukar, menabur benih, berburu dan menangkap ikan serta kegiatan tukar menukar Ada juga pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan saja misalnya  membuat gerabah, memelihara bayi dan anak di bawah umur, mencari ikan di air yang dangkal. Semua pekerjaan dilakukan atas kepentingan bersama di atas kepentingan individu yang dipimpin oleh seorang yang paling tua dan berwibawa yang merupakan seorang tokoh yang disegani yang dicapai denagn sistem ‘primus interpares’ (yang terbaik di antara sesama) (Soejono, 2008).  

ririfahlen/bpcbjambi

Kehidupan megalitik di Pasemah berada pada masa perundagian dimana karakteristik temuan arca dan benda lainnya seperti perunggu dan pahatan nekara pada arca jelas menunjukkan adanya pengaruh budaya Dongson pada megalitik Pasemah. Dengan demikian pada masa ini menurut Engels adalah berada pada kondisi dimana perempuan sudah menjadi subordinasi laki-laki. Mengingat objek yang diteliti adalah arca dari masa lalu yang pembuatnya sudah tidak ada, maka analisis gender yang dipakai adalah berusaha memetakan bentuk arca laki-laki dan perempuan dan menghubungkannya dengan konteks arca  tersebut pada masa megalitik. Titik perhatian sebagai unit analisis adalah pada atribut bentuk dan ruang yang pada tahap selanjutnya berupaya memetakan bagaimana sosok perempuan direpresentasikan  dalam bentuk arca.   Dalam tradisi megalitik perilaku  membuat arca  sangat erat kaitannya dengan suatu ritual penghormatan kepada arwah pemimpin yang sudah meninggal atau  leluhurnya yang dianggap sebagai nenek moyang (ancestor worship).

Pada umumnya arca megalitik tidak berdiri sendiri, ia berada diantara benda megalitik lainnya antara lain dapat berupa sebaran dolmen, kubur batu, batu datar, lumpang batu, menhir, tetralith, sebaran monolith, lesung batu, dan arca batu. Arca-arca batu tersebut ada yang masih in situ sehingga mudah dikenali konteksnya dengan temuan lain di sekitarnya, ada juga yang sudah menjadi koleksi museum Provinsi Palembang yaitu Museum Balaputeradewa bahkan Museum Nasional di Jakarta.

ririfahlen/bpcbjambi

Arca megalitik Pasemah digambarkan bervariasi, ada yang digambarkan bagian   kepalanya saja, ada yang digambarkan secara tunggal bersama sosok manusia lainnya, ada yang digambarkan jamak  baik bersama manusia dewasa ataupun anak-anak, serta bersama hewan. Arca tersebut menggambarkan manusia, hewan, dan manusia bersama hewan. Arca manusia ada yang digambarkan  sendiri (tunggal) ada yang digambarkan berdiri membawa nekara, ada yang digambarkan duduk, ada juga yang digambarkan rebah ke kiri ataupun ke kanan. Arca magelitik jamak digambarkan ada yang menggendong satu anak, ada yang menggendong dua sampai tiga anak, sambil menunggang hewan gajah atau kerbau;  ada juga yang digambarkan  manusia tunggal sedang menunggang gajah atau kerbau, bahkan ada yang digambarkan manusia diilit ular dan diterkam dua ekor harimau. Ada pula arca manusia yang sedang memangku hewan gajah atau mengapit kerbau.

Arca manusia digambarkan ada yang membawa nekara dan senjata berupa pedang, parang panjang atau belati. Arca yang membawa senjata ini hanya ada delapan dari keseluruhan 64 sampel arca yang diteliti. Arca lainnya menggambarkan arca manusia menungang gajah atau kerbau,  arca manusia menggendong anak, atau arca manusia dalam sikap duduk, berdiri atau rebah.  Dari 64 sampel arca ini arca yang diperkirakan menggambarkan sosok perempuan ada 8 (delapan).  Berikut ini akan dipaparkan contoh arca yang dapat dibedakan menurut gender.

(ditulis oleh: Nasruddin, artikel ini disadur dari tulisan yang berjudul “Megalitik Pasemah; Penanda Zaman Selaras Alam”, yang telah dipublikasikan dalam buku “Megalitik Pasemah, Warisan Budaya Penanda Zaman”)