Terletak di desa batu ampar, lokasi situs berupa areal perkebunan kopi dan tanaman keras, di situs ini ditemukan dolmen dan tetralith, areal ini juga sering disebut dengan bukit batu dan batu kumbang, tinggalan disini memanjang dari barat laut ke arah Tenggara.

Untuk mencapai lokasi situs dibutuhkan waktu 15 menit dari desa dengan menggunakan kendaraan roda dua, cukup mudah dicapai karena jalan telah mulai dibangun dengan adanya pelebaran jalan yang semula hanya jalan setapak. Setiba di lokasi yang merupakan lokasi perkebunan kopi yang subur milik para penduduk setempat, tidak terlalu jauh dari badan jalan sudah terlihat onggokan batu batu datar dengan ukuran cukup besar dan menumpang pada batu-batu lainnya di bagian bawah. Jelas bahwa bentuk batu seperti ini adalah sebuah bangunan dolmen. Meja batu dengan ukuran raksasa, tentunya dapat dibayangkan bahwa pada saat pembangunannya di masa lalu, tentunya melibatkan banyak tenaga untuk membangun batu dolmen. Di sekitar dolmen dijumpai batu-batu lainnya berjumlah 4 dengan bentuk dan ukuran yang lebih kecil dari batu dolmen. Apabila onggokan batu satu dengan ketiga batu lainnya dihubungkan maka diperoleh pola persegi empat, menurut Indrastuti bahwa batu-batu dengan jumlah empat dan membentuk garis persegi disebut dengan “tetralith”. Dan setiap kali menemukan tetralith maka kemudian muncul pertanyaan tentang fungsinya, apakah batu-batu dengan jumlah empat itu diperuntukkan untuk kegiatan ritual, tetapi kemudian muncul pikiran lain yang mengarah pada fungsi batu umpak dari tiang bangunan rumah panggung. Logika inilah yang lebih sesuai dengan fakta bentuk batu yang tersusun menjadi empat persegi. Tetapi asumsi ini memerlukan suatu studi etnoarkeologi untuk membuktikan penalaran tersebut.

Selain temuan bangunan batu, juga ditemukan semlah pecahan tembikar dan keramik yang memperjelas informasi bahwa lokasi tersebut pernah dijadikan sebagai kampong dari masyarakat yang bermukim di desa Batu Ampar sekarang. Sehingga lokasi yang dikunjungi itu adalah sebuah kampong tua dari masyarakat pada masa lalu.

Adapun jumlah temuan yang dapat diidentifikasi terdiri dari dolmen sebanyak 4 buah yang masing-masing terletak dengan jalan yang sedang dikerjakan. Dan pada setiap dolmen dijumpai susunan batu tetralith. Namun melihat kondisi temuan yang terlantar, ditumbuhi lumut dan belukar serta tertutupi dengan sampah daun kopi, sehingga bagian permukan setiap obyek terhalang oleh berbagai jenis tumbuhan dan tanaman kopi. Bahkan satu diantara batu dolmen itu telah rusak akibat pemecahan untuk dijadikan bahan pengerasan jalan, dan apabila kondisi ini dibiarkan, suatu saat peninggalan itu akan sulit dijumpai lagi oleh generasi mendatang.

Bersambung…

(artikel ini ditulis oleh Nasruddin, disadur dari tulisan yang berjudul “Potensi Data Prasejarah Dari Lahat Hingga ke Empat Lawang”, yang telah dipublikasikan dalam buku “Megalitik Pasemah, Warisan Budaya Penanda Zaman”)