Mitos Kutukan Si Pahit LidahMegalitik dan cerita Si Pahit Lidah merupakan dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dalam persepsi masyarakat yang berada di daerah Pasemah. Perbincangan dan pembahasan tentang megalitik selalu dikaitkan dengan kisah Si Pahit Lidah. Dalam pandangan dan persepsi masyarakat, pada dasarnya cerita rakyat berupa mitos kutukan Si Pahit Lidah bukanlah satu-satunya unsur yang dominan berkaitan dan berhubungan dengan megalitik yang bisa ditemukan di sekitar lingkungan kehidupan mereka.

Dalam tataran pikiran sadar masyarakat selalu didominasi oleh pikiran bahwa megalitik yang berada di sekitar mereka muncul karena kutukan Si Pahit Lidah. Namun dalam kehidupan sehari-hari, tanpa disadari oleh masyarakat di Pasemah, dalam pikiran mereka juga terdapat unsur dan nilai lain yang erat hubungannya dengan megalitik yang mereka temui. Setiap daerah di Pasemah yang memiliki tinggalan megalitik, masyarakat yang ada di daerah tersebut masing-masing memiliki konsepsi dan persepsi yang berbeda terhadap megalitik yang ada di lingkungan mereka. Hal ini mempengaruhi pola adaptasi dan perilaku tersendiri bagi masyarakat di masing-masing daerah tersebut.

Indikasi ini dapat dilihat dalam penamaan dan konsepsi yang mereka lekatkan pada tinggalan megalitik yang ada di daerah mereka, ternyata antar satu daerah dengan daerah yang lain memiliki perbedaan dalam penamaan dan pemaknaannya. Di beberapa situs megalitik, ada beberapa nama lokal yang diberikan masyarakat terhadap megalitik yang di ada daerah mereka. Beberapa nama lokal itu antara lain, “Batu Kodok, Batu Kurut, Batu Puteri/Beteri, Baturang, Batu Tigas, Beghamben, Batu Satria”.

Diantara beberapa nama lokal tersebut, Batu Puteri atau ada juga yang menyebut Beteri merupakan salah satu penamaan lokal yang dilekatkan pada tinggalan megalitik. Nama lokal ini dilekatkan pada arca megalitik dibeberapa daerah seperti di Situs Gunungmegang, Tanjungsirih, dan Airlingkar. Jika nama lokal di masing-masing situs tersebut diperbandingkan profil/figur arcanya. Ketiga arca yang dimaksud sebagai Batu Puteri/Beteri tersebut memiliki bentuk profil/figur yang berbeda. Namun dilihat berdasarkan struktur dari figur dan profilnya, ketiga arca tersebut disamakan oleh tampilan profil sosok individu utama yang mengambarkan sosok individu berjenis kelamin perempuan.

ririfahlen/bpcbjambi

Pada arca megalitik batu puteri di Situs Gunungmegang, dari figur yang digambarkan pada arca menampilkan sosok seorang individu yang berjenis kelamin perempuan. Ciri dan indentitas yang mengambarkan sosok individu ini sebagai gambaran seorang perempuan hanya dapat dilihat dari bagian kepala. Hal ini dikarenakan tubuh dari arca ini masih tertimbun dalam tanah. Sehingga identifikasi yang menandakan simbol yang mencirikan sosoknya sebagai Puteri tidak begitu jelas dapat dilihat.

Arca Batu Puteri disebut juga “Batu Beteri”, menurut keterangan Pak Hamli Juru Pelihara, yang selalu setia melindungi dan merawat sang puteri di Situs Tanjung Sirih. Arca megalitik ini menampilkan sosok individu perempuan bersama sosok individu yang lebih kecil (anak) dalam posisi bergelantungan pada kalung yang dipakai individu dewasa. Kepala individu yang kecil menengadah ke atas, melihat ke arah individu dewasayang sedang menunggang kerbau. Sosok individu yang lebih dewasa mengunakan perhiasan berupa kalung pada leher dan gelang pada tangan. Sosok individu yang lebih kecil dalam posisi bergelangtungan pada sosok individu yang dewasa seolah mengambarkan kondisi seorang anak yang sedang bergelantungan pada ibunya pada saat menunggang kerbau.

Penggambaran yang hampir serupa terdapat pada Arca Batu Puteri yang berada di Situs Airlingkar. Situs ini baru diketahui keberadaannya melalui laporan masyarakat pada tahun 2015. Arca Batu Puteri AirLingkar juga mengambarkan profil dua sosok individu, dimana individu yang lebih dewasa digambarkan sedang mengendong individu yang lebih kecil. Profil kepala dari individu dewasa masih memperlihatkan bagian mata, hidung dan mulut dengan jelas. Sementara individu yang lebih kecil, bagian kepalanya telah hilang. Profil dan ciri lainnya dari arca ini agak sulit diidentifkasi karena kondisi arca yang telah lama ditutupi oleh lumut. Berdasarkan profil yang melekat pada arca, dapat diketahui dasar persepsi masyarakat di Air lingkar menyebut arca tersebut sebagai Batu Puteri.

bpcbjambi

Berdasarkan perbandingan ketiga arca Batu Puteri yang berada di situs yang berbeda, yaitu : di Desa Gunung Megang (Kec. Jarai), Tanjung Sirih (Kec. Pulau Pinang) dan Air Lingkar (Kec. Pagar Gunung). Persepsi masyarakat menamakan arca – arca tersebut sebagai Batu Puteri/Batu Beteri didasarkan asumsi dari profil arca yang mengambarkan sosok seorang individu perempuan. Sosok individu perempuan yang sangat kental digambarkan sebagai seorang ibu jelas digambarkan pada arca megalitik yang berada di Situs Tanjungsirih dan Airlingkar. Persepsi ini muncul dari relasi yang lahir dari posisi antara individu dewasa dan individu kecil yang digambarkan dalam posisi mengendong. Latar dari pengambaran inilah yang mendorong masyarakat setempat menamakan arca tersebut sebagai Puteri (perempuan/ibu).

Selain batu Puteri, sebutan Baturang dan Batu Satria juga dilekatkan pada beberapa megalitik dari beberapa daerah yang berbeda. Batu Satria dinamakan pada arca yang diidentifikasikan pada arca mengambarkan sosok individu yang dilengkapi dengan senjata dan dalam posisi menunggang hewan (kerbau/gajah). Sementara penamaan Baturang pada arca, didasarkan pada persepsi yang didasarkan pengambaran profil manusia pada arca.

Persepsi masyarakat tentang megalitik tidak hanya bisa diketahui melalui nama yang mereka lekatkan pada arca yang ada di daerahnya.  Relasi lain yang memperlihatkan ikatan antara masyarakat dengan tinggalan arca yang ada di daerahnya memiliki ikatan yang sangat kuat. Hal ini dapat dilihat melalui adanya nama kampung atau desa diambil berdasarkan nama lokal dari arca megalitik.  Kampung atau desa yang namanya berasal darinama lokal megalitik adalah  Desa Batu Rusa.

Arca megalitik yang berada di Desa Batu Rusa berupa arca hewan. Pada saat ini kondisi arca tidak lagi utuh, karena bagian kepala dari arca ini tidak ada lagi. Tidak diketahui secara pasti kapan hilangnya bagian kepala dari arca ini. Demikian juga dengan dasar persepsi masyarakat menamakan arca ini sebagai Batu Rusa. Dilihat dari kondisi arca saat ini, persepsi yang mendasari penamaan ini hanya bisa diidentifikasi dari profil yang mengambarkan bagian tubuh dan kaki arca. Arca hewan yang ada di Desa Batu Rusa ini memiliki persamaan dengan profil arca hewan yang berada di Situs Geramat. Kondisi arca di Situs Geramat juga tidak lengkap, karena profil kepala dari arca hewan ini juga sudah hilang. Perbedaan antara kedua arca tersebut, arca hewan di Situs Geramat lebih besar dibandingkan dengan arca Batu Rusa di Desa Batu Rusa.

Masyarakat Geramat tidak memiliki hubungan yang spesial, seperti masyarakat Batu Rusa yang memberikan nama lokal terhadap arca megalitik dan bahkan menjadikannya sebagai identitas nama kampung mereka. Berdasarkan keletakan arca hewan tersebut, arca hewan yang ada di Situs Geramat berada di area persawahan. Sementara di Batu Rusa, arca Batu Rusa tersebut berada di area pemukiman kampung Batu Rusa.