Peradaban di Dataran Tinggi Jambi

0
1217
ririfahlen/bpcbjambi

Munculnya peradaban pertama di Jambi diperkirakan berlangsung pada tahun 200 – 100 SM, terbukti dengan ditemukannya sisa-sisa aktivitas manusia masa lampau berupa perkakas batu, yaitu alat serpih dan bilah yang terbuat dari batu obsidian/kecubung di Gua Ulu Tiangko dan Gua Tiangko Panjang (Kabupaten Merangin). Menurut B. Branson dan Teguh Asmar yang mengadakan penelitian di Gua Tiangko Panjang pada tahun 1974, perkakas obsidian tersebut ditemukan di bawah lapisan tanah yang mengandung pecahan-pecahan gerabah. Pengujian dengan menggunakan metode pertanggalan C – 14 terhadap sampel arang dari Gua Tiangko Panjang, menunjukkan pertanggalan yang berkisar antara 9210 ± 130 BP dan 10.250 ±140 BP. Temuan alat obsidian juga ditemukan di situs lain yaitu: Bukit Talang Pulai, Danau Kerinci, dan Muak (Kabupaten Kerinci), dan Pratintuo, Nilodingin, Karang Berahi, dan Renah Kemumu (Kabupaten Merangin).

ririfahlen/bpcbjambi
Sampel Alat Serpih Bilah dari batu obsidian Situs Renah Kemumu

Berdasarkan alat-alat obsidian yang ditemukan di Merangin dan Kerinci, R. von Heine Geldern dan H.R. van Heekeren memasukkan Jambi dalam babakan prasejarah masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut atau Mesolitik. Sedangkan siapa manusia pendukung budaya ini belum jelas. Temuan sisa-sisa tulang manusia dari dari Gua Ulu Tiangko memberikan sedikit petunjuk bahwa manusia itu bertubuh kecil, sedang ciri-ciri petunjuk ras yang diwakili tidak jelas. Selain itu ditemukan sisa-sisa makanan berupa siput dan kerang.

Dari uraian di atas, sangatlah jelas bahwa para ahli menempatkan Kabupaten Merangin sebagai salah satu kantong budaya prasejarah di Indonesia, dan ini tidak dapat disangkal lagi dengan semakin banyaknya situs-situs arkeologi yang ditemukan di wilayah ini. Salah satu wiiayah yang banyak mengandung tinggalan budaya prasejarah adalah “Serampas”.

ririfahlen/bpcbjambi

Di Serampas tinggalan dari masa Prasejarah yang pernah ditemukan antara lain betung bertakuk yang merupakan sebutan bagi batu bergerigi panjang (alat serpih bilah atau alat obsidian) dan batu larung (batu silindrik), serta sebaran tempayan.

Temuan alat-alat obsidian di wilayah Serampas sudah tidak aneh lagi, karena temuan tersebut sangat banyak tersebar di wilayah kabupaten Merangin dan Kabupaten Kerinci dan bahkan temuan-temuan dari situs Gua Tiangko Panjang sudah diketahui pertanggalan absolutnya.

Khusus penemuan tempayan-tempayan dengan ukuran, sebaran, dan tata letak yang memiliki kemiripan dengan tempayan kubur yang pernah ditemukan di situs-situs lain di Provinsi Jambi, misalnya Lebak Bandung, mengindikasikan bahwa tempayan di Desa Renah Kemumu merupakan tempayan kubur yang oleh masyarakat prasejarah telah dikenal pada masa Neolitik.

ririfahlen/bpcbjambi
Tempayan kubur yang ditemukan di Lebak Bandung Kota Jambi

Sedang batu silindrik yang ditemukan di wilayah ini, wilayah sebarannya hanya meliputi Kabupaten Merangin dan Kerinci Provinsi Jambi, penamaannya pun berbeda- beda sesuai nama lokal setempat. Di Kabupaten Merangin biasa disebut batu larung dan antara lain dapat dijumpai di situs Nilodingin, Pratintuo, Renah Kemumu, dan Tanjung Kasri. Sedang di Kabupaten Kerinci, batu silindrik ini di sebut batu gong, batu bedil atau batu meriam, yang dapat dijumpai situs-situs seperti Pulau Sangkar, Pondok, Muak, Lolo Gedang, Lempur Mudikdan Iain-Iain. Bentuk dasar dari batu ini adalah bulat panjang yang pada salah satu ujungnya tampak mengecil, sedang bidang ujung yang lebar bisa polos atau memuat berbagai jenis pola hias atau gambar-gambar berrelief, garis-garis, manusia kangkang, manusia memegang gada dan binatang. Bidang atasnya pada umumnya polos, tetapi ada juga yang memuat hiasan berupa manusia kangkang, lingkaran, dan bentuk persegi dengan lubang ditengahnya. Ukuran panjang berkisar 200 – 450 cm, sedang diameter bidang ujung yang lebar berkisar 80 -150 cm dan yang sempit berkisar antara 50-100 cm. Oleh masyarakat pendukung tradisi megalitik batu ini difungsikan sebagai sarana/medium upacara pemujaan kepada roh nenek moyang yang tinggal di tempat-tempat tinggi. Kepercayaan ini’ dimanifestasikan dengan peletakan batu-batu besar di tempat-tempat tinggi atau berorientasi ke gunung atau puncak tertinggi.

Sumber : Survei Arkeologi di Kawasan Serampas Desa Renah Kemumu dan Tanjung Kasri, Kec Jangkat Kab Merangin 2003, Suaka PSP