Kata “makara” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “naga laut” atau “monster air”. Dalam mitologi Hindu/Buddha, makara merupakan gabungan dua makhluk (hewan), bagian depan biasanya berwujud gajah/rusa dan bagian belakangnya digambarkan sebagai hewan air yang berwujud ikan atau ular.
Makara biasa dijumpai sebagai salah satu unsur/komponen pada bangunan suci (candi). Komponen pada bangunan suci dibuat selain untuk memperindah bangunan, umumnya juga memiliki filosofi yang berkaitan dengan makna simbolik. Makara pada candi digambarkan berwujud makhluk mitologi berupa kombinasi dua ekor binatang yaitu gajah dengan ikan yang dikenal sebagai gaja- mina dengan variasi tertentu yang digambarkan dengan mulut terbuka lebar. Makhluk yang terdapat di dalam mulutnya bervariasi, ada yang berupa rākṣaṣa, makhluk gana, ular atau bahkan kosong. Makara biasanya dipahatkan bersama-sama dengan kepala kala. Makara diletakkan pada bagian pintu masuk baik di kanan kiri masuk candi atau di ujung pipi tangga, sedangkan kepala kala diletakkan pada ambang pintu atau relung candi.
Kawasan Cagar Budaya Muarajambi merupakan kawasan percandian berlatar-belakang agama Buddha. Ada dua candi di kawasan ini yang dilengkapi dengan makara, yaitu Candi Gumpung dan Candi Kedaton. Jadi tidak semua candi di kawasan ini memiliki makara.
Makara Candi Gumpung
Candi Gumpung merupakan salah satu candi di Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Candi ini memiliki halaman luas yang dibatasi pagar keliling berukuran 150 meter x 155 meter. Halaman candi ini terbagi menjadi delapan bagian yang disusun secara simetris dan masing-masing bagian dibatasi pagar bata. Sedangkan bangunan induk menghadap ke timur berukuran 17,9 meter x 17,3 meter.
Makara Candi Gumpung terletak di depan tangga naik menuju candi induk. Makara candi ini hanya satu, tepatnya berada di sisi kiri (utara) tangga. Pada masa kolonial Belanda makara yang satu lagi pernah dibawa ke Palembang, namun saat ini telah kembali dan disimpan di Gedung Koleksi KCB Muarajambi. Makara Candi Gumpung dibuat dari batu andesit berbentuk kepala binatang, mulutnya terbuka lebar sehingga terlihat lidah dan deretan gigi bagian atas yang berbentuk bulatan-bulatan. Pada langit-langit mulut atas terdapat garis-garis yang menyerupai kulit ular. Pada bagian mulutnya yang bertaring dan terbuka dipahatkan tokoh manusia yang digambarkan hanya setengah badan yaitu dari perut ke atas. Tokoh tersebut memakai mahkota di kepala, kedua tangan di depan perut di atas padmasana. Di atas tokoh manusia dipahatkan bentuk untaian yang menjuntai hingga mengenai kepala tokoh manusia tersebut.
Pada sisi kanan dan kiri dipahatkan belalai berbentuk lengkung dengan stilir motif flora, bagian atas membulat membentuk ukel. Matanya bulat dengan kelopak mata berhias sulur-suluran. Telinganya digambarkan berbentuk ukel.
Makara Candi Kedaton
Candi Kedaton merupakan salah satu candi di Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Di dalam kompleks terdapat candi induk yang menghadap ke utara, berdenah bujursangkar berukuran 26 m x 26 m. Tinggalan arkeologis lain yang ditemukan di situs Candi Kedaton adalah pagar keliling, padmāsana batu, umpak-umpak batu, sumur dan gapura.
Makara Candi Kedaton terdapat di ujung pipi tangga gapura utama. Terdapat 3 makara yang berhasil ditemukan, yaitu satu makara berada di tangga luar tepatnya pada ujung pipi tangga sebelah kanan (timur), sedangkan 2 makara di ujung pipi tangga turun (tangga dalam). Makara pada tangga masuk (tangga luar) hanya ditemukan satu buah.
Makara Candi Kedaton dibuat dari batu andesit. Makara pada tangga masuk (tangga luar), dari depan bentuknya terlihat meruncing di bagian puncaknya, terdapat pahatan kepala kala memakai mahkota dalam bentuk stilir. Di bawah kepala kala, terdapat kuncup bunga dengan benangsari yang menjuntai ke bawah sehingga kepala putiknya mengenai kepala figur “binatang mitos” yang berada di bawahnya. Figur “binatang mitos” tersebut berada di mulut makara yang terbuka lebar, terlihat bahwa figur tersebut diapit oleh deretan gigi atas yang berbentuk bulat menempel pada mulut dan deretan gigi bawah yang dipahatkan dalam bentuk stilir. Figur “binatang mitos” tersebut menyerupai monyet, namun memiliki tanduk, digambarkan dalam posisi kedua kaki ditekuk, bagian mata, telinga, hidung dan mulut tampak jelas. Figur ini mengenakan kalung berupa bulatan-bulatan yang teruntai di dadanya. Pada sisi kanan dan kiri, digambarkan pinggiran mulut yang terbuka dan terdapat belalai berhias sulur-suluran dengan bagian atas membulat membentuk ukel. Di kedua sisi (bagian samping) makara terdapat bentuk hiasan sulur yang menutupi mata makara dan di belakang mata terdapat telinga yang distilir. Di belakang telinga digambarkan insang berbentuk melengkung, tepian insang digambarkan dalam bentuk sederet bulatan kecil.
Makara yang berada di ujung pipi tangga turun (tangga dalam) berukuran lebar 65 cm, tinggi 125 cm, dan panjang 130 cm. Bentuknya hampir sama dengan makara pada ujung pipi tangga luar, yaitu dari depan tampak meruncing di bagian puncaknya, terdapat pahatan kepala kala bermahkota yang distilir dan di bawah kepala kala tersebut menjuntai benangsari dengan kuncup bunga di ujungnya. Pada mulut makara ini terdapat figur ular kobra dengan posisi kepala tegak, penggambaran mata, hidung dan telinga, terlihat jelas. Mulut ular menggigit untaian bunga yang menjuntai ke bawah. Tubuh ular digambarkan dengan garis garis mendatar. Gigi atas makara digambarkan berupa bentuk bulatan-bulatan besar yang saling menyambung dan terdapat cula/gading (?) di bagian atas. Gigi bawah makara berderet kecil-kecil tanpa taring, dan lidahnya dipahatkan dibawah figur ular.
Pada sisi samping kanan dan kiri, dipahatkan belalai yang bagian atasnya membulat membentuk ukel. Pada kedua sisi kanan dan kiri juga digambarkan sepasang mata dengan kelopaknya. Pelupuk matanya juga digambarkan dengan hiasan sulur dan bulu mata berupa garis-garis lengkung. Telinganya digambarkan mengenakan jamang. Bentuk lengkung di belakang telinga menggambarkan insang dengan tepian berhias bulatan-bulatan.
Bagian unik pada makara ini adalah adanya tulisan pada bagian samping makara. Pada makara bagian dalam sebelah barat terdapat aksara “Kadiri Kuadrat” berasal dari sekitar abad XI M dalam bahasa Jawa Kuno, yang menurut Bambang Budi Utomo dan Trigangga tulisan tersebut berbunyi : [1] pamursitanira mpu ku [2] suma ‖ 0 \ (…) dan makara sebelah timur terdapat tulisan dengan bunyi : ·so nga·