Berkah Perdagangan Meniscayakan Kekuasaan

Abad ke-7 Masehi. Seorang pemimpin kelompok masyarakat Melayu, dibawah panji-panji Sriwijaya, mulai membangun kekuasaannya. Saat itu aktivitas perdagangan yang melintasi Selat Malaka sedang menggeliat. Pantai timur Sumatera menjadi kawasan yang strategis dalam perlintasan tersebut apalagi komoditi-komoditi dari berbagai wilayah Nusantara sangat diminati pasaran dunia. Dapunta Hyang Sri Jayanasa, nama pemimpin kelompok itu, menyadari, perdagangan itu adalah berkah yang meniscayakan kemakmuran dan kekuasaan. Kawasan pantai timur Sumatera dan pelabuhan-pelabuhannya harus dikuasai. Pelayaran niaga di Selat Malaka harus dikendalikan. Namun Dapunta Hyang memilih daerah di
tepian Sungai Musi, di Palembang, sebagai pusat kekuasaannya. Perdagangan sungai juga harus dikendalikan. Lewat Sungai Musi, wilayah hulu pemasok berbagai jenis komoditi lebih mudah digapai. Palembang
akan menjadi titik penghubung antara daerah pedalaman dan pesisir. Sejarah mencatat, Sriwijaya dapat berkembang
menjadi sebuah kerajaan besar di periode abad ke-7 sampai 11 Masehi. Sriwijaya membawahi berbagai wilayah —baik di pedalaman atau pesisir— dalam mandala
kekuasaannya yang berbentuk kadatuan (kelompok para datu atau pemimpin). Dan Dapunta Hyang, adalah datu tertinggi.