RINGKASAN

Aktifitas manusia yang sangat beragam sepanjang sejarah mereka telah meninggalkan banyak tinggalan purbakala di berbagai perairan ini. Bukti-bukti aktifitas itu sangat penting untuk memahami manusia itu sendiri. Mobilitas, perdagangan, kepercayaan, teknologi, sampai dengan hal-hal yang tidak terpikirkan menjadi bukti sejarah masa lalu yang menciptakan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang. Oleh karena itu, sangat masuk akal bila bukti-bukti arkeologi di bawah air pun perlu memperoleh perhatian seperti halnya penemuan arkeologi yang berada di matra darat.

Untuk tujuan itu diperlukan orang-orang dan cara-cara khusus menangani peninggalan tersebut agar tidak menjadi rusak atau terabaikan karena lokasinya yang khas. Atas dasar pemikiran ini, maka sebuah sistem pendidikan yang baik dibutuhkan untuk menjaga dan melindungi peninggalan-peninggalan arkeologi yang ditemukan dengan cara sebaik mungkin. Sistem pendidikan yang baik adalah melalui sebuah Kampung Laut Pongok Dimana kampung ini menyajikan sebuah berbagai macam atraksi pariwisata yang berbau pendidikan laut dan sejarah. Hal ini bertujuan agar Kampung Laut Pongok ini menjadi sebuah Museum Konservasi Pendidikan Arkeologi Dalam Mengungkap Misteri Terkuburnya Serpihan-Serpihan Peninggalan Sejarah Di Perairan Bangka Belitung.

Kata Kunci: Kampung Laut Pongok, Meseum, Pendidikan Arkeologi, Kepurbakalaan di perairan Bangka Belitung

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan pongok adalah sebuah kecamatan di kabupaten bangka selatan kepulauan Bangka Belitung Kecamatan Kepulauan Pongok merupakan kecamatan yang baru dimekarkan dari kecamatan Lepar pongok. Dengan luas wilayah sebesar 92.120 km, kecamatan kepulauan Pongok secara administratif terbagi menjadi 2 Desa yaitu, pongok dan Celagen serta dua pulau tak berpenghuni yaitu Pulau Selma dan Pulau Pongok Anak. Letak Astronomis Pongok secara geografis terletak di lintang (-2,867 derajat ) 2° 52’1″ Selatan Khatulistiwa dan bujur ( 107,017 derajat) 107°1’P east of the Prime Meridian pada Peta dunia.

Secara geografis kecamatan kepulauan pongok berbatasan dengan selat Gaspar di sebelah utara dan timur, laut Jawa disebelah selatan. Lokasi yang berbatasan dengan laut tersebut, menjadikan semua desa di Kecamatan Kepulauan Pongok merupakan desa pesisir. Pulau pongok tampak dari kejauhan berbentuk bukit hijau. Kapal memasuki pelabuhan dengan mengikuti panduan berupa bola besar berwarna merah karena memang perairan di daerah itu dangkal dan banyak karang. Salah melewatinya akan berakibat fatal. Perairan di depan pelabuhan banyak terdapat kapal – kapal nelayan. Lokasinya terlindung oleh Pulau Pongok dan Pulau Celagen yang dihuni oleh masyarakat nelayan yang sebagaian besar menempati daerah di dekat pelabuhan atau disisi barat pulau.

Menurut catatan sejarah bahwa sejak abad ke-7 Pulau Bangka Belitung sudah dikunjungi orang-orang Hindu yang datang dari Siantan, Johor dan Malaysia. Kemudian disusul oleh bangsa Belanda, Inggris dan Jepang dalam Perang Dunia II. Pulau ini pada abad ke-7 hingga abad ke-13 berada dibawah pengaruh kerajaan Sriwijaya, sedangkan abad ke-I4 – ke- 17 dibawah pengaruh kerajaan-kerajaan di Jawa. Pada abad ke-18 Pulau Bangka berada di bawah kekuasaan Sultan Palembang.

Letak pulau pongok yang memisahkan antara pulau Bangka dan Belitung dengan selat Gaspar menjadikan daerah ini menjadi daerah pelintasan dan peristirahatan perdagangan niaga yang akan berlayar menuju ke kawasan daratan cina, eropa dan india. Alasan para pedagang dari kerajaan sampai kolonial memperhitungkan antara pulau bangka dan pulau belitung adalah karena ke 2 daerah ini sangat banyak mengandung logam yaitu timah dan juga Lada putih. Sehingga tak heran jika para pedangan setelah melintasi kawasan bangka pasti pedagang atau pelayar akan mengarahkan kapalnya untuk mampir ke belitung terlebih dahulu baru menuju ketempat sasaran atau sebaliknya.

Scan Image 2014-12-18 16-05-08a

Peninggalan benda cagar budaya masa lampau di kepulauan Bangka khususnya di pulau pongok banyak terdapat di dalam laut yaitu berupa kapal-kapal karam (shipwreck) beserta muatannya (sunken treasure). Maka tidak mengherankan jika di perairan pongok selat gaspar merupakan gudang peninggalan arkeologi bawah air. Ditinjau dari aspek ekonomis tinggalan arkeologi bawah air ini merupakan harta karun, karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Faktor ekonomis inilah yang mendorong orang untuk melakukan perburuan harta karun secara illegal. Pada tahun 1980-1990an telah dilakukan pengangkatan temuan arkeologis bawah air secara illegal oleh masyarakat setempat. Selain Kapal Karam dan keramik juga ditemukan benda yang terbuat dari bahan logam namun jumlahnya relatif sedikit.

Perekaman data terhadap temuan peninggalan bawah air di perairan pulau pongok menunjukkan jenis yang beragam yaitu dari abad ke-10 sampai masa penjajahan (kolonial). Hasil pendataan yang dilakukan Direktorat Bawah Air, situs-situs arkeologi bawah air di pongok antara lain: Situs Batumandi, Situs Karanglucan, dan masih banyak lagi situs yang belum banyak terungkap.

Banyak benda – benda yang terdiri dari berbagai jenis keramik, logam, kaca, kayu, gading, batu, tulang, sisa kapal dan sejumlah benda lainnya yang ada dikapal perdagangan pada masa kuno. Hasil analisis yang dilakukan para ahli menunjukkan bahwa temuan keramik terdiri dari guci, mangkuk, cangkir, teko, kendi, dan berbagai bentuk lainnya yang seluruhnya berasal dari Cina masa pemerintahan Dinasti Tang yang memerintah tahun 618- 907 M (R.Widiati:27).

Penjarahan dan perburuan yang dilakukan oleh masyarakat dari dalam maupun luar daerah selalu terjadi. Hal ini disebabkan karena kawasan pulau pongok banyak ditemukan benda – benda sejarah yang nyangkut di jaring para nelayan. Rata – rata para nelayan di pesisir pulau pongok dan toboali memiliki sebuah benda temuan di laut. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat terjun dilapangan kepada masyarakat asli lepar pongok, rata – rata nelayan di pesisir pulau pongok dan toboali atau dekat pelabuhan sadai memiliki minimal 1 benda cagar budaya yang ada didalam rumah mereka.

Untuk menjaga eksistensi keberadaan peninggalan – peninggalan sejarah di perairan Bangka Belitung maka diperlukan pelestarian yang berguna untuk pendidikan arkeologi dalam mengungkap misteri – misteri sejarah pada perairan, sebab jika tidak dilakukan pelestarian di laut pulau pongok bisa saja benda – benda sejarah itu dijual kepada kolektor barang – barang antik dari negara luar. Oleh sebab itu perlu dibuat sebuah museum konservasi pendidikan Arkeologi dalam bentuk Kampong Laut Pongok.

1.2 Rumusan Masalah

Dan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana Kampong Laut Pongok Sebagai Museum Konservasi Pendidikan Arkeologi Dalam Mengungkap Misteri Terkuburnya Serpihan-Serpihan Peninggalan Sejarah Di Perairan Bangka Belitung

13 Tujuan Penulisan

Tujuan dan karya tulis penelitian ini adalah Mendeskripsikan bagaimana Kampong Laut Pongok bisa menjadi Sebagai Museum Konservasi Pendidikan Arkeologi Dalam Mengungkap Misteri Terkuburnya Serpihan-Serpihan Peninggalan Sejarah Di Perairan Bangka Belitung

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya

  1. Melatih siswa – siswi SMA atau SMK untuk bisa berfikir kritis dalam hal pelestarian cagar budaya yang ada di provinsi Bangka Belitung.
  2. Arti penting sebuah serpihan – serpihan sejarah yang terkubur didalam dasar laut sebagai pengungkapan sejarah perairan pongok.
  3. Memberi Konsep Kampong Laut Pongok menjadi sebuah solusi yang tepat dalam menciptakan sebuah museum arekologi perairan.
  4. Memberikan masukan kepada pemerintah dan masyarakat, selaku pengambil keputusan untuk selalu perhatian terhadap hal – hal terkait pelestarian cagar budaya melalui penciptaan sebuah inovasi dan kreasi dalam penjagaannya.

 

BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Analisis Permasalahan Peninggalan Kepurbakalaan Bawah Air Laut

Kapal — kapal yang tenggelam di sebelah barat Pulau Pongok hanya berjarak sekitar 900 meter dari pelabuhan di kedalaman kurang dari 20 meter. Lokasinya berada di antara Pulau Pongok dan Pulau Lepar. Di lokasi tersebut juga ditemukan lima kapal lain yang telah disurvei oleh departemen Kelautan dan Perikanan. Dengan demikian semuanya kapal yang baru diketemukan berjumlah tujuh kapal tenggelam. Sedikitnya penuman bangkai – bangkai kapal ini dikarenakan lokasi kapal – kapal yang mengalami kecelakan pada zaman perdagangan pada abad 5 sampai 20 Masehi disebabkan lokasi laut yang dalam dan gelombang yang tinggi sehingga sulitnya dilakukan penyelaman. Berdasarkan hal itu maka lokasi tersebut mempunyai potensi peninggalan purbakala yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan bagi pengembangan pariwisata. Bukan saja pelestarian terhadap kapalnya tetapi juga terhadap lingkungan bawah airnya termasuk pada benda – benda yang ada didalamnya seperti keramik, logam, kaca, kayu dan masih banyak benda – benda lainnya.

Bangkai kapal tenggelam di perairan Pongok telah Mengalami perusakan terutama akibat pengambilan dan pemotongan bagian – bagian kapal untuk dijual yang dilakukan oleh nelayan. Pada bagian depan, tengah, dan belakang kapal diberi pelampung yang diikat dengan tali untuk menandai posisi kapal. Sementara di dasar laut terdapat pipa paralon, linggis, selang berukuran besar, palu yang digunakan untuk memotong dan mengangkat besi dari dasar laut. Bagian belakang kapal Situs Karanglucan sebagian besar sudah tidak ada lagi. Aktivitas tersebut tampaknya akan terus berlanjut karena kapal di karanglucan di perairan pongok berukuran besar dan berlum tertutup oleh karang dan kondisi besinya masih bagus.

Pengambilan besi tua dari kapal tengelam merupakan masalah besar yang dapat menghilangkan keberadaan kapal tersebut. Tingginya kegiatan pengambilan besi disinyalir karena tingginya harga besi tua di pasaran seingga mendorong para nelayan untuk mengambil besi dari kapal — kapal tenggelam. Hal lain karena tidak adanya perlindungan dari aparat desa setempat dengan membiarakan warganya melakukan kegiatan tersebut.

Disisi lain selain penjarahan terhadap besi – besi kerangka kapal yang diambil, para nelayan setempatpun selalu mencari benda – benda unik atau harta karun didalam kapal – kapal peninggalan cina, eropa, arab dan india tersebut. Walapun para nelayan – nelayan terkadang tidak mendapatkan harta karun seperti emas atau perak tetapi sebagian nelayan cukup bangga mendapatkan serpihan — serpihan kepurbakalaan benda – benda di dalam kapal seperti keramik, gerabah atau kaca yang memiliki motif dan nilai jual yang sangat tinggi bagi sebuah sejarah.

2.2 Proses Pembuatan Kampung Laut Pongok

Aktifitas manusia yang sangat beragam sepanjang sejarah mereka telah meninggalkan banyak tinggalan purbakala di berbagai perairan ini. Bukti-bukti aktifitas itu sangat penting untuk memahami manusia itu sendiri. Mobilitas, perdagangan, kepercayaan, teknologi, sampai dengan hal-hal yang tidak terpikirkan menjadi bukti sejarah masa lalu yang menciptakan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang. Oleh karena itu, sangat masuk akal bila bukti- bukti arkeologi di bawah air pun perlu memperoleh perhatian seperti halnya penemuan arkeologi yang berada di matra darat.

Untuk tujuan itu diperlukan orang-orang dan cara-cara khusus menangani peninggalan tersebut agar tidak menjadi rusak atau terabaikan karena lokasinya yang khas. Atas dasar pemikiran ini, maka sebuah sistem pendidikan yang baik dibutuhkan untuk menjaga dan melindungi peninggalan-peninggalan arkeologi yang ditemukan dengan cara sebaik mungkin. Sistem pendidikan yang baik adalah melalui sebuah Kampung Laut Pongok. Dimana kampung ini menyajikan sebuah berbagai macam atraksi pariwisata yang berbau pendidikan laut dan sejarah. Hal ini bertujuan agar Kampung Laut Pongok ini menjadi sebuah Museum Konservasi Pendidikan Arkeologi Dalam Mengungkap Misteri Terkuburnya Serpihan-Serpihan Peninggalan Sejarah Di Perairan Bangka Belitung.

Dalam menjalankan sistem kampung laut pongok ini diperlukan sebuah pihak yang menjadi pertimbangan dan dapat membantu dalam mengimplementasikan dengan bijak serta tepat sasaran dalam konservasi sebuah pendidikan arkeologi tersebut. Pihak – pihak yang menjadi kajiannya adalah dari segi investor, pemerintah, wisatawan dan masyarakat.

 

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Konsep kampung laut pongok ini dapat diimplementasikan dengan cara melakukan pemetaan situs kepurbakalaan akan banyaknya serpihan – serpihan peninggalan sejarah ( kapal, keramik, gerabah atau yang lainnya ) dan daerah yang berpotensi menjadi kawasan pengembangan kampung ini Disamping itu juga perlu pelibatan masyarakat, instansi pemerintah dan LSM Peduli cagar budaya untuk menyelenggarakan pegelaran diskusi terbuka tentang tema kondisi kekinian kawasan laut situs kepurbakalaan akannya serpihan – serpihan peninggalan sejarah.

Saran

Dalam menerapkan kampung laut pongok, perlu adanya dukungan dari pemerintah dan kontrol dari masyarakat agar tujuan dari penerapan Kampong Laut Pongok Sebagai Museum Konservasi Pendidikan Arkeologi Dalam Mengungkap Misteri Terkuburnya Serpihan-Serpihan Peninggalan Sejarah Di Perairan Bangka Belitung dapat beijalan dengan baik dari segi proses dan manfaatnya.

 

DAFTAR PUSATAKA

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I (Zaman Prasejarah di Indonesia). Jakarta: Balai Pustaka.

Michrob, Halwany.1993. Catatan Sejarah dan Arkeologi: Ekspor – Impor di Zaman Kesultanan. Jakarta: Kamar Dagang dan Industri Daerah

Lisitiyani.2008. Keramik – Keramik BMKT Hasil Surve Kepurbakalaan di Belitung. Bulletin Relik No.06

Atmodjo, Junus Satrio. 2008. Pendidikan Arkeologi Bawah Air. Buletin Relik No.6

Sudaryadi.Agus. 2010.Surve Kapal Tenggelam di Pongok.Bulletin Relik No.7

_______ 2013.Pulau Pongok.http://pongokvisitor.blogspot.com ( diakses Oktober

2014)

 

Scan Image 2014-12-18 16-13-49Scan Image 2014-12-18 16-14-42

 

Silahkan klik link ini untuk mendownload artikel dari karya tulis Ahmad Syukri Busnia yang berhasil keluar sebagai  JUARA I LKTI CAGAR BUDAYA Tingkat SMU sederajat Se Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014 yang diselenggarakan oleh BPCB JAMBI.

Oleh : Ahamad Syukri Busnia