Gunung Dempo berdiri kokoh membentangkan lengannya merangkul daerah pegunungan, lembah dan sungai yang terhubung dalam bentang alamnya. Keagungan Gunung Dempo semakin eksotis dengan bentangan alam yang terbentuk dalam deretan Pegunungan Gumay dan Bukit Barisan disempurnakan oleh daerah aliran sungai yang membelah bentangan ini berhias cughup dan lembah.

Inilah daerah yang sangat terkenal dan disebut sejak dahulu sebagai daerah Pasemah dan masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat Basemah. Identitas ini semakin mendarah daging dengan potensi dan kekayaan megalitik yang ditemukan disepanjang bentangan alam Pasemah. Catatan harian pegawai pemerintah kolonial Belanda yang bertugas diwilayah ini telah menarik minat para peneliti khususnya Belanda, melakukan kajian terhadap megalitik yang banyak ditemukan disepanjang Pengunungan Gumay yang membentang ke Gunung Dempo.

Megalitik yang ditemukan pun memiliki jenis dan aneka ragam profil yang mencirikan tinggalan megalitik yang berbeda dengan tinggalan megalitik yang ada di Indonesia dan negara lain. Begitu rayanya tinggalan megalitik Pasemah dapat dilihat dari arca megalitik yang mengambarkan bermacam figur dilengkapi dengan atribut dan perhiasan dalam suatu kondisi atau peristiwa dalam kehidupan mereka. Ragam arca tersebut bisa dilihat dari tiga bentuk yaitu Arca Manusia, Arca Hewan, Arca Manusia dan Hewan digambar dalam satu arca megalitik. Ketiga bentuk ini diperkaya lagi dengan beraneka ragam latar dan situasi yang digambarkan pada arca-arca tersebut. Kerayaan megalitik yang berada di bumi Pasemah semakin tidak terbantahkan dengan ditemukannya jenis yang lain berupa menhir, dolmen, batu datar, lesung, lumpang dan tetralith. Tinggalan-tinggalan megalitik tersebut semakin sempurna dengan keberadaan bilik batu yang ditemukan di beberapa situs, baik di Kabupaten Lahat mau pun Kota Pagar Alam.

Begitu kuatnya identitas kerayaan ini terasa begitu melimpah, dan sajian kesempurnaan ini masih dibumbui warna berupa anugerah, nilai budaya yang melekat pada masyarakat Basemah. Pola kehidupan yang muncul dari adaptasi terhadap lingkungan disekitar mereka, melahirkan khasanah budaya yang telah diwariskan secara turun temurun. Sistem mata pencaharian yang umumnya bercocok tanam di sawah dan berladang hingga sistem budaya yang telah menjadi kearifan lokal masyarakat Basemah yang dapat dilihat dari teknologi dan sistem pengetahuan pada rumah baghi dan sejata tradisional kuduk.

ririfahlen / bpcbjambi

Peradaban masyarakat masa megalitikum yang masih dapat ditemukan tinggalannya hingga saat ini ditengah – tengah kebudayaan masyarakat Basemah merupakan sebuah daya tarik tersendiri bagi para peneliti. Khususnya bagi peneliti yang sangat tertarik dengan misteri yang melekat pada tinggalan megalitik. Berbagai macam pertanyaan yang belum terjawab berusaha mereka telusuri dan kaji hingga bisa memberikan pencerahan dan pengetahuan tentang kehidupan masyarakat pada masa itu. Dinamika kajian dan penelitian semakin dikembangkan dan dikaitkan dengan keberadaan masyarakat Basemah yang hidup dan beradaptasi dengan lingkungan yang masih banyak ditemukan tinggalan megalitik.

Kajian dan penelitian untuk melihat hubungan tinggalan megalitik dengan kehidupan masyarakat Basemah terus menerus berusaha diungkap. Dalam persepsi dan pengetahuan masyarakat Basemah, hipotesis dan analisa tersebut dijawab dalam bentuk tradisi lisan berupa cerita rakyat yang sangat melegenda di Sumatera sebagai cerita Si Pahit Lidah. Khususnya bagi masyarakat Basemah, cerita ini bukan hanya sekedar cerita rakyat biasa tetapi telah menjadi mitos yang memperlihatkan kesaktian Si Pahit Lidah yang dibuktikan dengan banyaknya ditemukan arca dan tinggalan megalitik di sekitar lingkungan kehidupan mereka. Mereka menyakini, ratusan dan bahkan ribuan arca dan tinggalan megalitik yang ada merupakan dampak dari sumpah yang telah diucapkan Serunting Sakti atau yang lebih dikenal sebagai Si Pahit Lidah.

Pengetahuan lokal dan persepsi masyarakat yang menyakini mitos dari cerita Si Pahit Lidah yang diyakini sebagai awal munculnya tinggalan megalitik. Berdasarkan kajian ilmiah dan ilmu pengetahuan, keyakinan dan persepsi masyarakat tersebut tentunya menjadi kontradiksi tersendiri. Perbedaan cara pandang ilmiah dengan persepsi yang diwarisi turun temurun ini tentunya memiliki nilai kebenaran masing-masing, sesuai dengan dasar cara pandang yang digunakan. Diperlukan sebuah metode dan pendekatan yang “arif dan seimbang” untuk bisa menerima analisa dan kajian yang berusaha mengungkap relasi megalitik dengan legenda dan mitos yang telah diwarisi secara turun temurun oleh masyarakat pendukungnya. Mitos dan legenda yang dikenal sebagai Si Pahit Lidah oleh masyarakat Basemah, khususnya Pelang Kenidai. Bagi masyarakat Pelang Kenidai merupakan sejarah yang mengisahkan ketokohan leluhur mereka yang memiliki kesaktian sehingga melahirkan fenomena tinggalan batu besar yang menyerupai manusia, hewan dan benda lainnya yang seberannya banyak sekali.