Kliping koran ini berjudul “Hadapi Pencemaran Budaya, Arkeologi Bisa Berperan Tumbuhkan Kearifan“, guntingan atau pemotongan artikel atau berita ini diambil dari Kompas terbitan tanggal 24 Maret 1996. Kegiatan pemotongan kliping koran yang diambil dari berita dan artikel tentang tinggalan cagar budaya merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan kelompok kerja Pelindungan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi.
Cipanas, Kompas
Dunia arkeologi diyakini mampu berperan mengantisipasi apa yang disebut pencemaran budaya. Sebagai disiplin ilmu yang mengkaji seluruh peradaban budaya material masa lampau, arkeologi berguna untuk menumbuhkan kearifan suatu bangsa dengan memetik manfaat dari setiap jejak peradaban masa lalu tersebut bisa belajar dari kesalahan yang dilakukan masyarakat masa lampau, dengan catatan hal itu tentunya tidak untuk diulangi,” kata Hasan Muarif Ambary, Ketua Umum Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).
“Lewat kajian arkeologi manusia masa kini bisa belajar dan mengembangkan pula peradaban masa lalu yang positif. Bahkan lewat kajian arkeologi kita pun sebenarnya sekarang dihadapkan pada benturan dengan budaya di tengah-tengah percaturan budaya antarbangsa yang makin kehilangan sekat-sekat pemisah satu sama lain.
Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) ini mengemukakan hal tersebut ketika dimintai Kompas komentar berkaitan harapan Mendikbud Wardiman Djojonegoro saat membuka Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) dan Kongres IAAI ke-7, Selasa (12/3), di Cipanas (Jawa Barat). Se’isai pembukaan, Wardiman mengikuti satu sesi acara berupa penyampaian makalah pemandu oleh Edi Sedyawati, arkeolog senior dari FS-UI yang juga adalah Direktur Jenderal Kebudayaan, Depdikbud.
Sumbangsih arkeologi
Pada kesempatan berbicara di depan para arkeolog, Wardiman yang mengakui keawamannya di bidang ini menyampaikan beberapa pokok pikiran menyangkut dunia arkeologi di Indonesia. Pertanyaan dasar pertama yang diajukan adalah, apa sumbangsih arkeologi bagi bangsa ini untuk memanfaatkan berbagai peluang yang menguntungkan dan menghadapi tantangan penduniaan yang melanda berbagai aspek kehidupan Lalu apa sumbangsih para arkeolog dalam memberikan inspirasi kebutuhan pembangunan menuju masyarakat maju, mandiri dan sejahtera lahir batin.
Dalam wujud yang lebih konkret, Wardiman mencoba menjabarkan pertanyaan tadi dari aspek teknis. Misalnya, bagaimana peran arkeologi dalam menentukan kebijakan dan perencanaan tata ruang dan tata guna lahan. Di sisi lain, Wardiman juga mempertanyakan antisipasi dunia arkeologi terhadap apa yang disebutnya sebagai pencemaran budaya.
Dan yang tak kalah penting, sumbangsih arkeologi juga diharapkan ikut berperan mengembangkan kebesaran budaya dan peradaban bangsa. Hal ini dinilai penting, karena pengembangan kebudayaan nasional
Belajar dari kesalahan
Anggapan bahwa arkeologi hanya berkutat dengan persoalan-persoalan kuno, demikian Hasan Muarif Ambary. adalah pendapat yang sesungguhnya salah kaprah. Sebab, lanjutnya, meski material yang menjadi obyek garapan arkeologi adalah artefak masa lalu, namun persoalannya selalu bisa menjadi akual. Masalahnya tinggal sejauh mana manusia masa kini mau mengambil manfaat dari hasil peradaban yang ditinggalkan itu.
Sesungguhnya peradaban masa lalu itu meninggalkan kearifan bagi manusia masa kini. Simak saja sisa peradaban Banten Lama yang sudah memikirkan pembangunan saluran-saluran air di kota masa lalu itu. Kalau ini bisa kita ambil manfaatnya, dalam artian manusia sekarang tidak terlalu serakah mementingkan dirinya sendiri, barangkali Jakarta tidak akan mengalami bencana banjir separah seperti beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Ia juga mencontohkan bagaimana wilayah Mesopotamia yang dulu begitu subur, dengan dua sungai yang mengalir di sana, kemudian jadi gersang dan tandus. “Semua itu adalah akibat kesalahan manusia yang tak menjaga lingkungan tinggal secara semestinya.” tambah Ambary. Dalam konteks inilah, kajian arkeologi mengingat manusia: bahwa di balik sisa peradaban masa lalu itu ada kearifan yang patut disimak. Dengan kearifan itu pula, diharapkan kehidupan manusia sekarang yang cenderung hanya sebagai manusia ekonomi bisa terimbangi, sehingga apa yang disebut pencemaran budaya juga bisa diredam.
PIA dan Kongres IAAI ke-7 yang berlangsung hingga Sabtu (16/3) membahas 122 kertas kerja. Selain itu ada tamu dari disiplin ilmu lain seperti Prof Dr T Jacob, Dr ICKM Masinambow, Prof Dr S Boe- dhisantoso, dan Dr RZ Leirissa. (ken)