Sambutan Direktur Jenderal Kebudayaan

Seorang perwira intelejen kolonial mencatat dalam laporannya pada bulan Desember 1928 mengenai Kongres Pemuda Kedua: “28 Oktober 1928 diterima dengan antusiasme luar biasa. Setelah penutupan kongres itu, bahkan sampai sekarang, pada pertemuan para pribumi masih terdengar siulan melodi lagu ini, khususnya di kalangan pramuka.” Sang perwira tengah berbicara tentang lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan untuk pertama kali dalam Kongres itu.

Lagu yang diciptakan W.R. Supratman untuk menggambarkan semangat dan cita-cita kaum pergerakan kebangsaan itu menerbitkan kegelisahan di mata kolonialisme. Melodinya disiulkan dari bibir ke bibir kaum terjajah hingga membentuk imajinasi bersama yang menghimpun mereka semua sebagai suatu bangsa. Di situ nampak bagaimana musik bisa punya andil dalam kelahiran sebuah bangsa dan merawat jiwanya menghadapi segala rintangan penjajahan.

Peran lagu kebangsaan Indonesia Raya sebagai pengejawantahan jiwa bangsa pun masih terekam dengan baik dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958 yang menyatakan bahwa lagu Indonesia Raya dinyanyikan sebagai “pernyataan perasaan nasional”.

Semangat ini dilandasi oleh visi tentang bangsa sebagai suatu usaha politik bersama, yakni suatu usaha bantu-binantu bersama untuk mewujudkan kebudayaan nasional sendiri, suatu kebudayaan yang mau mengakhiri se- gala bentuk penjajahan dan melahirkan manusia baru. Inilah usaha besar kebangsaan kita: menegaskan kedaulatan politik, mewujudkan kemandi- rian ekonomi dan mengambil sikap kebudayaan yang berpribadi. Itulah imajinasi kebangsaan kita.

Kendati begitu, perikehidupan kebangsaan memang tak bisa dipisahkan dari upacara, prosedur dan protokol. Hal itu dapat saja membiakkan rutinitas yang punya risiko memadamkan semangat pemerdekaan yang semula mengiringi terbentuknya bangsa Indonesia. Api kebangsaan harus dijaga nyalanya dengan pemaknaan-pemaknaan baru atas praktik kebangsaan dan kenegaraan kita.

Untuk merawat api kebangsaan itulah Direktorat Jenderal Kebudayaan menyelenggarakan kegiatan perekaman ulang lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam versi tiga stanza yang asli. Usaha ini dilandasi oleh keyakinan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk terlibat dalam imajinasi kebangsaan bersama, hak untuk memetik buahnya kebudayaan nasional. Dengan menghadirkan Indonesia Raya versi tiga stanza yang selama ini cenderung terlupakan kepada seluruh warga bangsa, Direktorat Jenderal Kebudayaan mau membuka akses seluas-luasnya pada salah satu sumber imajinasi kebangsaan kita.

Hilmar Farid

Direktur Jenderal Kebudayaan

 

(Mari menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 Stanza pada Peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2017, selengkapnya dapat diunduh di www.laguindonesiaraya.id