Denah bangunan berbentuk persegi panjang dengan bentuk bangunan bujur sangkar. Bangunan makam 1 terbuat dari bata dengan ketebalan antara 9-10 lapis bata. Pada sisi selatan bangunan terdapat tangga bata dengan 5 buah anak tangga dan hiasan lengkung. Pada dinding struktur ini terdapat panil dengan hiasan silang dan bujur sangkar mirip motif hias medalion. pada bangunan makam 1 terdapat dua buah makam.

BPCB Jambi

Makam pertama, Makam Tan Pualang Cian Cing yang terletak di sebelah barat. Memiliki ukuran panjang 3,50 M, lebar 1,14 M  dan tebal 3 lapis bata. Di dalam makam ini terdapat 2 buah nisan yang terbuat dari kayu. Nisan yang pertama terdapat inskripsi yang menyebutkan tokoh Tan Poo Toulang dan nisan kedua terdapat inskripsi yang menyebutkan Panglima Ngadireja Mangkubumi.

Dan kedua, Makam Gede ing Suro yang terletak di sebelah timur. Memiliki ukuran panjang 3,50 M, lebar 1,14 M dan tebal 3 lapis bata. Di dalam makam terdapat 2 buah nisan di sebelah utara dan selatan. Nisan di sebelah utara terdapat inskripsi yang menyebutkan nama Ki Gede ing Suro, sedangkan nisan di sebelah selatan terdapat inskripsi yang sudah tidak dapat terbaca.

BPCB Jambi

Latar Sejarah

Kompleks pemakaman Gede ing Suro adalah makam Ki Gede Ing Suro beserta pengikut dan keturunannya. Ki Gede Ing Suro adalah putra dari Ki Gede Ing Lautan. Mereka merupakan 24 bangsawan Kerajaan Demak di Pulau Jawa yang menyingkir ke Palembang. Adapun penyebab perpindahan tersebut adalah adanya kekacauan situasi politik sekitar abad ke-16 M. Rangkaian peristiwa ini memicu kedatangan orang-orang muslim dari Demak, Pajang dan Mataram dengan penyebab yang sama dengan kedatangan Ki Gede ing Lautan. Pada perkembangan selanjutnya Ki Gede Ing Lautan digantikan oleh Ki Gede ing Suro dan pada tahun 1552 mendirikan Kerajaan Palembang. Menurut cerita sejarah,  Ki Gede ing Suro tidak mempunyai putera oleh karena itu untuk menggantikan tahtanya mengangkat keponakannya yang bernama Ki Mas Anom. Pengganti Ki Gede ing Suro ini  bergelar Ki Gede Ing Suro Mudo. Pada sekitar tahun 1565-1567 M Ki Gede Ing Suro Mudo meninggal dunia dan dikebumikan di kompleks pemakaman ini beserta pengikutnya.

Makam Gede ing Suro mulai dikenal dan ditemukan kembali oleh orang Belanda pada tahun sekitar 1930. Pada tahun-tahun sebelumnya kurang dikenal atau tidak diketahui dikarenakan daerah makam Gede ing Suro merupakan hutan Keraton Palembang Darussalam sehingga tidak tampak keberadaannya. Hal ini terkait dengan latar belakang sejarah daerah sekitar makam Gede ing Suro yang merupakan bangunan makam-makam pendahulu Kesultanan Palembang Darussalam telah dibakar oleh Belanda pada sekitar abad ke-17 M. Peristiwa ini mengakibatkan seluruh bangunan makam atau bangunan pendukung Kesultanan yang terbuat dari kayu terbakar dan hancur. Sejak kejadian tersebut keberadaan bangunan makam Gede ing Suro dan sekitarnya terlupakan oleh masyarakat Palembang.