Salah satu bentuk peninggalan para kolonial adalah pendirian bangunan sistem
pertahanan. dengan mendirikan bangunan arsitektural perbentengan sebagai
bagian dari kota dan permukiman sekaligus kubu pertahanan. Hal ini ditandai
dengan berdirinya benteng-benteng di pusat-pusat kekuasaan pemerintahan yang
sebagian besar letaknya tidak jauh dari pantai, sebagai sistem pertahanan sekaligus
pusat pengawasan dan aktivitas dagang. Ciri-ciri perbentengan ini ditandai dengan
struktur batu dan bata yang dapat dianggap sebagai teknologi asing, sedangkan
perbentengan berstruktur tanah, dianggap sebagai teknologi tradisional.
Ternyata pendirian benteng-benteng itu, tidak hanya sebagai sarana pertahanan,
tetapi sekaligus sebagai lahan permukiman, dan unsur-unsur bangunan lainnya yang
sangat kompleks; sedangkan di luar perbentengan merupakan unsur penunjang. Hal
ini membuktikan, bahwa benteng tidak hanya berperan sebagai daerah pertahanan
yang berhubungan dengan politik saja, tetapi juga sebagai tempat melakukan aktivitas
sehari-hari baik sosial maupun ekonomi.

Kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara diawali oleh kepentingan perdagangan. Untuk
memperlancar kegiatan perdagangannya, mereka mendirikan bangunan-bangunan yang
berfungsi sebagai kantor maupun gudang penyimpanan dan untuk melindungi kegiatan
tersebut mereka melengkapi dengan benteng dan persenjataan. Keadaan ini juga terjadi di
Bengkulu, ketika East India Company (EIC) membuat perjanjian dengan penguasa Selebar. EIC mendapat konsesi berupa tanah di muara Sungai Serut untuk gudang penyimpanan dan bangunan-bangunan lainnya serta sebuah benteng yang Fort Malborough, 1799 dikenal dengan benteng York.

Pada masa selanjutnya, EIC melebarkan sayapnya hingga ke wilayah-wilayah lain di sekitar Bengkulu, yaitu Mukomuko di bagian Utara dan Kaur di bagian Selatan. Di wilayah-wilayah tersebut EIC juga membangun pos-pos dagang yang dilindungi oleh benteng, yaitu Benteng Anna di Muko-muko dan Benteng Linau di Kaur. Berdasarkan penelitian Lucas Pertanda Koestoro (1994) diketahui selain Benteng Anna dan Linau, EIC juga mendirikan benteng dibagian utara Bengkulu yang diberi nama Victoria namun keletakan benteng tersebut masih belum dapat diidentifikasikan.

Dari kelima benteng yang didirikan oleh EIC, yang dapat didentifikasikan secara arkeologis adalah Benteng York, Marlborough, Linau dan Anna. Namun demikian dikarenakan tingkat abrasi Sungai Serut yang cukup tinggi mengakibatkan sisa-sisa pondasi Benteng York hancur sehingga tidak dapat diidentifikasikan lagi bentuknya. Secara umum benteng-benteng yang masih dapat diketahui bentuknya adalah Benteng Marlborough, Linau, dan Anna.