Bupati kunjungi goa si Raja Banting

0
1186
ririfahlen/bpcbjambi

Objek wisata merupakan suatu andalan bagi aset daerah dan untuk wilayah Bangko ini masih banyak tempat wisata alam yang cukup menarik. Bahkan baru-baru ini ditemukan sebuah goa yang dinamakan masyarakat Goa Si Raja Banting di desa Muarajernih.

Temuan goa ini mendapat tanggapan serius dari Bupaii Bangko H Rotani Yutaka SH. selanjumya langsung melakukan kunjungan ke lokasi bersama beberapa orang stafnya serta jajaran PU dan Ketua Bappeda. ” Apa yang ditemukan masyarakat ini tentu ada legendanya, dan ini patut kita banggakan dan kita kembangkan,” ujar Rotani. Uniknya, goa ini memang berbeda dengan goa-goa lainnya yang ada di Bangko. Goa ini terdiri dari susunan batu-batu besar berukuran rumah yang ditumpuk dan dibuat sedimikian rupa dan di puncak Goa terdapat semacam gapura yang terbuat dari dua batu besar.

Goa yang resmi ditemukan Herman alias Bujang (25) warga desa Muarajernih dusun Rantaungarau. kabupaten Merangin ini ditemukan 5 Agustus 1999. Namun menurut keterangan si pemilik lahan Muhammad Nuwar, pada tahun 1978 lahan tersebut sudah dibuka, sedangkan Goa tersebut telah ditemukan pada tahun 1991.

Memang saat itu menurut pengakuannya ia membuka kebun disini. Dengan bukti tanaman pohon karet dan durian yang ia tanam. Selain itu juga menurut Nuwar, saat menemukan goa tersebut ia sempat bertemu dengan ular hitam sebesar batang kelapa. namun tubuh ular tersebut tidak sesuai dengan panjangnya yang hanya sekitar 1 meter. Karena ada keanehan ini, kebun tersebut ditinggalkannya saja.

“Hingga hari ini. Herman alias Bujang yang berkebun tidakjauh dari lokasi tempatnya mendapat mimpi,” ujarnya. Sedangkan menurut keterangan Bujang. ia mimpi selama 4 malam berturut-turut di suruh mengikuti Macan Kumbang menuju Goa tersebut. Entah mengapa siang itu, ia melihai seekor Macan Kumbang dan tanpa banyak pikir lagi ia mengikutinya hingga ke mulut Goa dan tanpa ada perasaan apapun ia terus mengikuti masuk, dan ternyata gundukan batu besar tersebut ternyata Goa. “Saya masuk kedalamnya dan disitu terdapat anak sungai dan melihat 2 ekor ikan bersisik emas. Selanjutnya saya laporkan kepada aparat desa dan mengatakan bahwa saya menemukan goa, saya hanya masuk pintu ketiga dan tidak berani masuk lagi,” katanya. Sementara itu ketua Lembaga Adat perwakilan kecamatan tersebut mengatakan, keberadaan goa itu diduga merupakan tempat pelarian Si Rajo Banting yang zaman dahulu konon dikabarkan takut dengan Si Pahit Lidah. Mengapa Goa ini dinamakan Goa Si Rajo Banting karena ada ceritanya dimana di desa ini juga terdapat Lubuk Bangko yang juga merupakan cerita legenda masyarakat

Namun cerita ini diyakini memang ada, hal ini terbukti dari temuan masyarakat di sepanjang desa tersebut ada tanda dari Si Rajo Banting. Hal ini dipaparkan Ketua Lembaga Adat Kecamatan Perwakilan Tabir.

Areal Goa yang disusuri Bupati beserta rombongan, diperkirakan memiliki luas 250 m2 dengan tinggi 9 kaki, sedangkan di puncak Goa tersebut terdapat Gapura yang Tersusun dari batu besar dan ditumbuhi satu tanaman Daun Pecah Pinggan. Untuk mencapai lokasi. kita harus berjalan kaki sekitar 45 menit dari Lubuk Bangko. Perjalanan dengan menyusuri Bukit Gembalo ini cukup menarik bagi para pelancong yang ingin menikmati keindahan alam daerah ini.

Pintu depan sebelah ilir Goa Si Rajo Banting ini diberi nama Mankulum Emas. Pintu Tengah diberi nama Tengkuyung Perak dan pintu sebelah Ulu diberinama Tengkuyung Intan Adapun penamaan yang langsung diberikan Bupati Bangko Tersebut karena pada pintu depan yang berbentuk Mengkulum dan pintu tengah ditemukan Tengkuyung berwarna perak. sedangkan pintu sebelah ulu ditemukan Tengkuyung berbentuk Intan. (man)

ririfahlen/bpcbjambi

Kliping koran di atas berjudul “Bupati kunjungi goa si Raja Banting“, guntingan atau pemotongan artikel atau berita ini diambil dari Independent terbitan tanggal 26 Oktober 1999. Kegiatan pemotongan kliping koran yang diambil dari berita dan artikel tentang tinggalan cagar budaya merupakan salah satu kegiatan pendokumentasian dan  perekaman informasi dari media oleh unit kerja dokumentasi di  Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi.