Budaya Pasemah dikenal memiliki tinggalan megalitik yang unik. Megalitik Pasemah berbeda dengan tinggalan megalitik lainnya di Nusantara. Salah satu keunikannya terlihat dalam bentuk arca megalitik. Secara teknis, pembuatan arca Pasemah mengikuti bentuk material batu, bahan yang ada sehingga secara visual menyebabkan bentuk arca yang bervariasi, tambun dan  memiliki corak yang dinamis. Arca megalitik Pasemah digambarkan sebagai figur manusia yang lengkap bagian kepala, badan, tangan, dan kaki.  Arca seringkali digambarkan bersama hewan atau manusia lain yang lebih kecil.

Tidak hanya itu, jenis tinggalan Megalitik Pasemah terbilang beragam. Peninggalan megalitik yang ditemukan diantaranya adalah menhir, arca, dolmen, batu datar, batu gelang, bilik batu, lumpang batu, lesung batu, dan tetralith. Selain itu di Pasemah juga ditemukan “batu tatahan” yaitu sebuah karya seni rupa berbentuk goresan/pahatan pada permukaan batu yang menghasilkan gambar dua dimensi.

Selain batu tatahan Situs Airpuar yang sudah dikenal, salah satu batu tatahan yang ditemukan baru-baru ini terletak di Situs Talanggardu, Desa Muara Danau, Kecamatan Tanjung Tebat, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Masyarakat setempat mengenal lokasi tersebut sebagai “negeri celeng”. Batu ini berbentuk persegi panjang dengan permukaan datar. Di atas permukaan batu ini terdapat goresan/tatahan yang menggambarkan bentuk manusia (2 dimensi). Bagian perut hingga kaki tergambar pada permukaan batu pada posisi atas, sedangkan bagian perut-kepala  berlanjut ke sisi batu yang lain (sisi utara).  Sehingga permukaan penampang batu seolah tidak cukup untuk menggambarkan tokoh manusia tersebut.  Posisi kedua kaki tokoh pada permukaan batu ini digambarkan mengarah ke timur dan masing-masing memiliki 3 buah jari.  Pada kedua kaki  mengenakan aksesoris berupa gelang kaki. Pada bagian pinggangnya digambarkan bentuk menyerupai nekara (?). Kedua tangan dalam posisi terangkat ke atas. Sementara bagian kepala tidak utuh terlihat karena sebagian terbenam tanam. Bagian kepala yang terlihat hanya telinga kanan, sebagian kecil wajah yaitu bagian bibir dan sedikit ujung mata.

Penggambaran manusia dengan sebuah benda menyerupai nekara pada batu tatahan ini juga tergambar pada batu tatahan Situs Airpuar dan relief Batu Gajah Situs Belumai. Sehingga Bernet Kempers (1988) menyebut bahwa tinggalan tersebut memiliki pengaruh kebudayaan Dong Son yang telah tiba di Indonesia pada abad pertama masehi. Hal serupa pernah disampaikam oleh van der Hoop sebelumnya (1932) yang menyebutkan bahwa tinggalan megalitik Pasemah memiliki pengaruh kuat dari budaya perunggu. Oleh karenanya manusia pendukung kebudayaan megalitik Pasemah dipercaya telah menggunakan peralatan yang terbuat dari logam. Hal ini diperkuat dengan hasil ekskavasi Hoop (1932) di Tegurwangi menemukan manik-manik kaca dan beberapa benda logam. Bukti ini dapat dipakai sebagai pentarikhan kronologi waktu megalitik Pasemah, yakni pertengahan millennium pertama Masehi. Hasil pertanggalan karbon yang dilakukan kemudian menunjukkan bahwa megalitik Pasemah diawali dari abad ke-3 masehi.