Aneka Karya Megalitik

0
1148
ririfahlen/bpcbjambi

Peninggalan situs megalitik di daerah ini pernah dilaporkan oleh Ullman tahun 1850, Tombrink tahun 1870, Engelhard tahun 1891, Krom tahun 1918, Westernenk tahun 1922, dan Hoven tahun 1927, yang hampir semuanya beranggapan bahwa bangunan-bangunan tersebut merupakan peninggalan Hindu. Pada tahun 1929, van Eerde mengunjungi tempat tersebut, ia berbeda pendapat dengan angggapan-anggapan terdahulu. Van Eerde menyatakan, bahwa peninggalan megalitik di Pasemah tidak pernah dipengaruhi oleh budaya Hindu, tetapi masih termasuk dalam jangkauan masa prasejarah. Bentuk megalitik tampak nyata pada peninggalan tersebut seperti pada menhir, dolmen, dan lain-lain. Selanjutnya van der Hoop melakukan penelitian yang lebih mendalam selama kurang lebih 7 bulan di Tanah Pesemah, yang menghasilkan publikasi lengkap tentang megalitik di daerah tersebut. Publikasi ini sampai kini masih sangat berharga bagi penelitian situs-situs megalit di Tanah Pasemah. Van Heerkeren ( ) telah membuat ikhtisar tentang penemuan-penemuan megalitik di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan, sedangkan Peacock mencoba membahas megalit Besemah ini dari sudut pandang sejarah dan fungsinya dalam usaha penelahan kehdupan sosial masa lampau. Namun yang pasti, di Tanah Besemah, Sumatera Selatan, pernah ada budaya yang hidup dan berkembang dalam lintasan prasejarah. Hal ini terbukti dengan banyaknya peninggalan budaya megalitik yang tersebar, misalnya di dusun Tegurwangi, gunungmegang, Gunung Kaya, situs Muarapayang (batu perahu, peti kubur batu dan lain-lain), Tanjung-Ara (batu dililit ular, peti kubur batu dan lain-lain), Talangtinggi Gunung Dempo (peti kubur batu), Tebingtinggi, Lubukbuntak, Geramat Mulak Ulu (batu bercoret), hingga Pagaralam-Pagargunung, Pulaupanggung, Tanjungsakti, Baturancing (batu kebau tanduk runcing) dan lain-lain.

ririfahlen/bpcbjambi

Peninggalan megalitik yang terdapat di Besemah terutama berupa menhir, dolmen, peti kubur batu, lesung serta patung-patung batu yang bergaya statis dan dinamis (Kherti, 1953:30). Menhir adalah sebuah batu tegak, yang sudah atau belum dikerjakan dan diletakkan dengan sengaja di suatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati. Benda tersebut dianggap sebagai medium penghormatan, menampung kedatangan roh sekaligus menjadi simbol dari orang-orang yang diperingati. Di Besemah ditemukan menhir berdiri tunggal atau berkelompok, membentuk formasi temugelang, persegi atau bujursangkar dan sering bersama-sama dengan bangunan lainnya, seperti dolmen, peti kubur batu atau lainnya. Di Karangdalam ditemukan menhir polos setinggi 1,6 meter, berdiri di atas undak batu. Di atas undak batu ini terdapat pula sebuah batu berlubang seperti batu lumpang. Di Dusun Tegurwangi, banyak ditemukan menhir polos dengan tinggi maksimal 1,5 meter di dekat dolmen, patung-patung dan peti kubur batu. Menhir yang lebih kecil setinggi 0,4 meter yang berdekatan dengan undak batu ditemukan di Dusun Mingkik.

ririfahlen/bpcbjambi

Menurut pengamatan van der Hoop, dolmen yang paling baik terdapat di Batucawang. Papan batunya berukuran 3 x 3 m dengan tebal 7 cm, terletak di atas 4 buah batu penunjang. Salah satu dolmen yang digalinya di Tegurwangi, diduga berisi tulang-tulang manusia, tetapi tulang dan benda-benda lain yang dianggap sebagai bekal kubur tidak ditemukan. Selain dolmen-dolmen, di daerah Besemah banyak ditemukan patung batu yang diduga merupakan patung manusia. Di antara dolmen-dolmen, terdapat juga dolmen yang papan batunya ditunjang oleh 6 batu tegak. Tradisi setempat menyatakan bahwa tempat ini merupakan pusat aktivitas upacara ritual pemujaan nenek moyang. Di daerah ini ditemukan juga dolmen bersama-sama menhir. Temuan-temuan lainnya terdapat di Pematang dan Pulaupanggung. Di dua tempat ini ditemukan palung batu. Daerah temuan lain adalah dusun Nanding, Tanjung Aro, Pajarbulan (tempat ditemukannya dolmen dan menhir bersama dengan lesung batu, Gunungmegang, Tanjungsakti dan Pagaralam.  

ririfahlen/bpcbjambi

(ditulis oleh: Nasruddin, artikel ini disadur dari tulisan yang berjudul “Megalitik Pasemah; Penanda Zaman Selaras Alam”, yang telah dipublikasikan dalam buku “Megalitik Pasemah, Warisan Budaya Penanda Zaman”)

bersambung…