UPAYA PENINGKATAN KUALITAS CAGAR BUDAYA MELALUI KONSERVASI MENUJU KEJAYAAN BANTEN DI MASA YANG AKAN DATANG

Alvia Quronita A.S. (MAN 1 Kota Serang)
Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah
Mengenai Potensi Dan Permasalahan Cagar Budaya
Tingkat SMA Se-Kota Serang Tahun 2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banten merupakan provinsi ke-13 yang berada di Negara Republik Indonesia, berdasarkan UU RI nomor 23 tahun 2000 tentang pembentukkan provinsi Banten. Wilayah Banten meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Serang. Banten merupakan salah satu etnis (suku) yang berada di wilayah Jawa Barat, karena memiliki nilai-nilai budaya yang dapat diterima oleh masyarakat lain (Koentjoroningrat, 1969).

Penamaan Banten dimulai dari sebuah penamaan tentang Banten Girang, yang didasarkan pada lokasi hulu sungai di Banten, yang pada saat itu merupakan kerajaan Hindu Banten Girang. Sejarah penulisan Banten dimulai pada abad V, ketika ditemukannya sebuah prasasti di daerah Munjul, yang menerangkan bahwa raja yang berkuasa di kerajaan Tarumanegara bernama Purnawarman.

Berita tentang Banten muncul kembali pada abad XIV dengan ditemukannya prasasti di Bogor, yang menceritakan tentang berdirinya Pakuan Padjajaran. Pada saat itu Banten merupakan kerajaan bawahan Pakuan Padjajaran sampai abad XVI. Menurut sejarah, pemimpin terakhir kerajaan Banten Hindu adalah seorang raja yang bernama Prabu Jaya Bupati, yang juga dikenal sebagai Prabu Pucuk Umun. Setelah kerajaan Banten Hindu berakhir, masuklah agama Islam yang dibawa oleh Syarif Hidayatullah dari Cirebon. Islam masuk ke Banten melalui jalur damai. Pada saat itu, dua punggawa kerajaan Banten Hindu yang bernama Ki Ajar dan Ki Uju masuk Islam. Setelah memeluk Islam, kedua tokoh tersebut berganti nama menjadi Ki Mas Jong dan Ki Agus Ju. Mereka dikenal sebagai pemeluk Islam pertama di Banten.

Mulai saat itulah Islam menyebar di Banten. Kerajaan Islam di Banten berdiri sejak abad XVI, tepatnya tahun 1526, dengan rajanya bernama Syarif Hidayatullah. Selanjutnya pemerintahan diserahkan kepada putranya yang bernama Sultan Maulana Hasanuddin. Kerajaan Banten dipindahkan dari Banten Girang ke Surosowan pada tanggal 8 Oktober 1526, yang kemudian dikenal sebagai hari jadi kota Serang.

Zaman keemasan kerajaan Banten Islam terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, yang wilayahnya meliputi Lampung dan Sunda Kelapa. Pada masa itu, di Banten terdapat potensi budaya seperti debus, pusat studi Islam yang terbesar se-Asia Tenggara, dan keseniaan yang alat-alatnya sekarang tersimpan di Kesultanan Cirebon.

Perkembangan Kesultanan Banten yang begitu pesat menyebabkan kolonial Belanda ingin menguasai Banten. Hal ini dibuktikan oleh pernyataan Ir. Soekarno: “Biarlah bintang dari ufuk timur tenggelam dari permukaan, yang terpenting bintang terang muncul dari ufuk barat. Dialah Banten dengan kejayaanya sebagai pusat pemerintahan pada masa itu.” Dari pernyataan Ir. Soekarno tersebut, kita dapat mengetahui bahwa pada saat itu Banten merupakan kerajaan yang sangat maju dalam segala bidang.

B. Fokus Penelitian
Bagaimanakah cara untuk meningkatkan dan memajukan potensi cagar budaya Banten?

C. Tujuan Penelitian
Menjadikan potensi cagar budaya Banten seperti pada masa kejayaannya dulu atau bahkan lebih maju.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat Banten, warisan budaya Banten dapat dimanfaatkan untuk generasi sekarang dan yang akan datang, agar mereka mengetahui tentang sejarah budaya Banten.

2. Bagi seluruh masyarakat Indonesia maupun masyarakat mancanegara yang mendukung tentang potensi cagar budaya Banten.

BAB II
ISI

A. POTENSI CAGAR BUDAYA DI BANTEN LAMA
Banten Lama merupakan wilayah yang kaya akan situs budaya, antara lain:
1. Keraton Kaibon
Keraton Kaibon didirikan pada tahun 1815 M. Bagunan keraton terbuat dari batu karang, bata yang berukuran lebih besar dari ukuran bata sekarang, serta lantai-lantai yang berwarna coklat dan tebal yang dibuat menggunakan tanah merah. Selain itu, bangunan ini mempunyai banyak keindahan, antara lain pintu besar yang dikenal dengan sebutan “pintu dalem”, bangunan masjid, pintu paduraksa, dan lain-lain. Karena keindahannya, Keraton Kaibon sering digunakan untuk pembuatan film, foto pernikahan, dan lain- lain.

Keraton Kaibon
Keraton Kaibon

2. Keraton Surosowan
Diperkirakan Keraton Surosowan didirikan pada tahun 1552 M hingga 1570 M. Perbentengan ini seluruhnya dibuat dari bata. Bata-bata tersebut memiliki tipe yang berbeda berdasarkan ukuran, bahan dan teknik pembuatanya. Beberapa tipe adonan juga digunakan, seperti tanah liat dengan campuran pasir dan kapur. Dinding benteng Keraton Surosowan tidak kokoh, di bagian dalam dinding diisi dengan tanah (Ambarry, 1988). Bangunan ini juga memiliki banyak keindahan, antara lain kolam pemandian Rara Dhenok dan Pancuran Emas, sudut-sudut keraton yang berbentuk seperti relung gua, dan lain-lain.

3. Vihara Avalokitesvara dan Rumah Pecinan Kuna
Vihara Avalokitesvara memiliki banyak keindahan, antara lain di gerbang masuk Vihara Avalokitesvara terdapat patung dua ekor naga yang diukir cantik, terlihat memamerkan giginya yang tajam layaknya sedang menjaga kelenteng. Selain itu, juga terdapat patung-patung yang merupakan peninggalan masa lalu yang terawat dengan rapi. Pada masa keemasannya, rumah-rumah dengan arsitektur Cina berdiri di sepanjang jalan dengan gaya yang sama. Daerah ini memang dikenal dengan Pecinan, yang dikhususkan bagi para keturunan Cina untuk berdagang.

4. Masjid Agung Banten
Masjid yang dibangun oleh Sultan Banten I, Sultan Muhammad Hasanuddin, pada pertengahan abad ke-16 ini, merupakan salah satu masjid yang bercirikan arsitektur Jawa Kuna, dan memiliki menara setinggi 24 m. Masjid ini memiliki banyak keindahan, antara lain tiang-tiang yang sampai sekarang masih berdiri tegak, kolam keputren, serta menara masjid yang kokoh.

5. Benteng Speelwijk
Benteng ini didirikan pada tahun 1682 M. Benteng ini berfungsi untuk mengontrol segala kegiatan yang berkaitan dengan Kesultanan Banten, dan juga sebagai tempat berlindung serta bermukim orang Belanda. Benteng ini dibangun dengan tiga jenis material, yaitu batu kali, batu karang dan bata yang direkatkan menggunakan campuran semacam semen. Bagian bawah bangunan terbuat dari batu cadas atau karang, sedangkan atasnya terdiri dari bata. Di dalam lingkungan benteng, masih terdapat pondasi dari sisa-sisa bangunan yang mungkin digunakan sebagai perkantoran atau tempat tinggal. Di sisi barat benteng yang masih berdiri kokoh, terdapat bangunan yang berbentuk lorong-lorong.

Speelwijk61

6. Museum Purbakala Banten Lama
Museum ini diresmikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 15 Juli 1985, yang pada waktu itu dijabat oleh Prof. Dr. Harjati Soebadio. Museum ini berfungsi untuk meyimpan benda-benda peninggalan Kesultanan Banten dan juga sebagai objek pembelajaran dan wisata.

7. Danau Tasik Ardi
Danau Tasik Ardi dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf dengan tujuan utama untuk pengairan sawah penduduk di Kesultanan Banten pada saat itu. Selain untuk pengairan sawah, air dari Tasik Ardi juga sekaligus memasok kebutuhan air di Keraton Surosowan. Sekarang danau ini berfungsi sebagai salah satu objek wisata di Banten Lama.

8. Jembatan Rantai
Jembatan Rantai dibangun dari bata dan karang, serta diduga memakai tiang besi dan papan. Jembatan ini berfungsi sebagai jembatan penyeberangan. Adapun kerekan rantai yang terdapat di jembatan ini berfungsi ganda, yakni bila ada lalu lalang kapal kecil, jembatan bisa dibuka dan ditutup. Sekarang fungsi jembatan ini hanya sebagai objek wisata dan pembelajaran.

9. Masjid Pecinan Tinggi
Masjid Pecinan Tinggi terbuat dari bata dan batu karang. Di bagian dalam menara, terdapat jejak bekas anak tangga berbentuk persegi. Masjid ini merupakan masjid pertama yang dibangun oleh Syarif Hidayatullah, yang pembangunannya dilanjutkan pada masa Maulana Hasanuddin.

Masih banyak cagar budaya di Banten Lama yang memiliki potensi yang tinggi. Ditambah lagi, sejarah dari situs-situs tersebut semakin menambah potensi yang dimilikinya. Bila potensi cagar budaya di Banten Lama dijaga atau bahkan ditingkatkan, tidak menutup kemungkinan cagar budaya di Banten Lama bisa maju, bahkan lebih, seperti pada masa kejayaannya dahulu.

B. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG ADA DI SITUS BANTEN LAMA

Seiring dengan bertambahnya waktu dan usia situs-situs yang ada, berarti bertambah juga permasalahan-permasalahan yang terjadi. Berikut adalah permasalahan-permasalahan yang terjadi di situs Banten Lama:
a. Dinding-dinding situs ditumbuhi lumut dan rumput. Di halaman situs peninggalan kejayaan masa lalu ini terdapat rumput-rumput yang tinggi, sehingga menyebabkan hewan masuk dan meninggalkan kotoran.
b. Salah satu halaman situs dijadikan lapangan sepak bola, lengkap dengan tiang gawang oleh anak-anak yang tinggal di sekitar situs.
c. Kolam pemandian putri dan keputren banyak tumbuh lumut serta banyak sampah berupa botol plastik dan sampah lain.
d. Dinding-dinding rumah di Pecinan terdapat coretan tangan yang disebabkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
e. Di halaman Masjid Agung terdapat banyak pedagang, dan di dalam masjid banyak terdapat orang yang tidur.
f. Jembatan rantai terputus, dinding jembatan dipenuhi coretan. Sungai di bawah jembatan banyak tumbuh enceng gondok dan penuh sampah-sampah plastik.
g. Fasilitas di tiap situs kurang mendapat perawatan sehingga pengunjung kurang mendapatkan kenyamanan.
h. Papan informasi situs kurang terawat bahkan di beberapa situs tidak ada, sehingga pengunjung harus menyewa pemandu di setiap observasi atau kunjungan.
i. Bangunan-bangunan situs ada yang lama-kelamaan tambah miring, seperti misalnya Masjid Pecinan Tinggi.

C. UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENJAGA DAN MENINGKATKAN SITUS BANTEN LAMA

Seharusnya upaya untuk menjaga dan melestarikan cagar budaya tidak hanya kewajiban pihak pemerintah saja, tetapi seluruh lapisan masyarakat, seperti pengunjung, masyarakat sekitar, dan instansi yang terkait dengan cagar budaya. Berikut upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga situs Banten Lama:
1. Seharusnya dinas kebersihan bekerja sama untuk membersihkan lumut-lumut yang menempel pada dinding-dinding bagunan serta memotong rumput-rumput, sehingga tidak ada hewan yang masuk ke halaman situs dan tidak ada lagi kotoran-kotoran hewan.
2. Baik masyarakat sekitar maupun pengunjung hendaknya menjaga kebersihan dengan kesadaran sendiri untuk tidak membuang sampah sembarangan.
3. Fasilitas-fasilitas yang tersedia di setiap situs hendaknya diperbaiki sehingga pengunjung merasa nyaman, dan hendaknya diadakan pemeliharaan. Dengan demikian fasilitas-fasilitas tersebut terpelihara dengan baik, dan masyarakat yang bersangkutan juga harus ikut berperan serta dalam pemeliharaan situs Banten Lama.
4. Semua bagunan hendaknya direnovasi dan dipelihara dengan baik.
5. Gapura-gapura yang sudah tidak layak dipandang mata serta pos penjagaan yang tidak terpakai hendaknya diadakan pembaharuan.
6. Kolam pemandian putri dan kepuntren dibersihkan dan dijaga jangan sampai ada sampah dan lumut.
7. Jembatan rantai diperbaiki dan sungainya dibersihkan jangan sampai ada sampah dan coret-coretan.
8. Disediakan pusat pertokoan khusus supaya para pedagang tidak mengganggu kawasan situs.
9. Hendaknya di Masjid Agung dipasang papan informasi tentang ketertiban di lingkungan masjid agar pengunjung dapat beribadah dengan tenang.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Banten yang dahulu jaya bisa menjadi jaya lagi bahkan lebih bila kita, seluruh masyarakat Banten dan non-Banten, memiliki kesadaran dalam pelestarian cagar budaya yang ada di daerah Banten.

B. Saran
Untuk seluruh stakeholder yang terkait dalam pengelolaan cagar budaya di Banten hendaknya berupaya melakukan peningkatan dan melakukan rehabilitasi cagar budaya, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat, generasi sekarang, dan masa yang akan datang.

Setiap masyarakat hendaknya mempunyai kesadaran untuk membantu meningkatkan upaya yang dilakukan oleh pemerintah, agar cagar budaya Banten menjadi maju seperti pada masa kejayaannya dulu, atau bahkan lebih maju.

DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Herman. 2001. Banten Dalam Peralihan. Yasfi.
Jayadiningrat, Hoesen. 1983. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten.
Michrob, Halwany dan A. Mujahid Chudari. 1993. Catatan Masa Lalu Banten – Serang (Edisi III).
Sulendraningrat, P.S. Babat Tanah Sunda, Babat Cirebon.
http://doniapriyanto11.blogspot.com/2011/01/keraton-kaibon-yang-mempesona.html
http://variety-indonesia.blogspot.com/2011/06/vihara-avalokitesvara-serang-banten.html

http://www.backpackerkoprol.com/2012/11/situs-sejarah-banten-lama.html
http://www.raddien.com/2010/10/fakta-benteng-speelwijk-di-serang.html
http://lestarikanwisatabanten.blogspot.com/2010/10/danau-tasikardi-sayang-jika-tidak.html
http://doniapriyanto11.blogspot.com/2011/01/jembatan-rantai-yang-artistik.html
http://jejaklangkahkami.blogspot.com/2013/12/gerbang-lengkung-watu-gilang.html
http://matabuderfly.blogspot.com/2010/07/masjid-pecinan-tinggi.html
http://www.antaranews.com/berita/394087/istana-kaibon-kejayaan-banten-yang-kini-terbengkalai

http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Dari-Nesi/Sekitar-Kita/Pengetahuan-Umum/Kota-Tua-Banten