Salah satu aspek kehidupan yang menonjol dari masa perundagian adalah kepercayaan kepada pengaruh arwah nenek moyang terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Pada masa tersebut, perlakuan pengagungan terhadap arwah nenek moyang sangat diperhatikan dan dipuaskan melalui upacara-upacara. Demikian juga terhadap orang-orang yang telah meninggal diberikan penghormatan dan persiapan selengkap mungkin, yang dimaksudkan untuk mengantar arwah dengan sebaik-baiknya ke tempat tujuannya, yakni dunia arwah.
Dari hasil temuan arkeologis, diketahui bahwa pelaksanaan penguburan orang yang meninggal pada masa itu dilakukan dengan dua cara, yaitu penguburan langsung (primer) dan penguburan tidak langsung (sekunder). Pada penguburan langsung, mayat langsung dikuburkan di tanah atau diletakkan dalam suatu wadah di dalam tanah. Penguburan ini biasanya dilakukan di sekitar tempat tinggal dan seringkali mayat diletakkan mengarah ke tempat yang dipandang sebagai asal-usul suatu kelompok penduduk. Dapat juga diarahkan ke tempat yang dianggap sebagai tempat arwah nenek moyang bersemayam. Karena percaya bahwa kematian tidak membawa perubahan yang esensial pada kedudukan diri, maka kepada si mati diberikan upacara-upacara sesuai dengan kedudukan semasa hidupnya. Bagi orang yang terpandang atau mempunyai kedudukan dalam masyarakat, diadakan upacara penguburan dengan memberikan bekal kubur yang lengkap. Kadang-kadang bahkan diiringkan pengawalnya sewaktu masih hidup atau binatang-binatang peliharaannya, atau binatang yang dianggap merupakan kendaraan roh menuju ke dunia arwah.
Penguburan tidak langsung dilakukan dengan mengubur mayat lebih dahulu ke dalam tanah, atau kadang-kadang dalam peti kayu yang dibuat seperti perahu. Kuburan ini dijadikan sebagai kubur sementara dikarenakan upacara yang terpenting dan terakhir dari rangkaian prosesi upacara penguburan belum dapat dilaksanakan. Setelah semua persiapan untuk upacara telah tersedia, mayat yang sudah menjadi rangka digali kembali. Kemudian dengan upacara tertentu, rangka tersebut dibersihkan atau dicuci, dibungkus, dan dikuburkan kembali di tempat yang telah disediakan. Penguburan tipe kedua ini dapat dilakukan dengan menggunakan tempayan, kubur batu, atau tanpa wadah di dalam tanah.
Di daerah Jawa Barat, proses penguburan yang demikian antara lain ditemukan di Kuningan. Dari hasil penggalian arkeologis yang dilakukan di Desa Cibuntu, Kuningan pada tahun 1971, ditemukan 4 buah kubur batu yang berorientasi barat – timur. Pada kubur batu tersebut ditemukan beliung-beliung batu, gelang batu, dan fragmen gerabah polos. Dan dari hasil penelitian lanjutan yang dilakukan pada tahun 1972 di Kampung Cipari, Kuningan, ditemukan lagi kubur batu dengan orientasi timur laut – barat daya. Di luar kubur ditemukan beberapa alat batu berupa beliung persegi, gelang batu, fragmen bahan batu, serta berbagai bentuk gerabah seperti periuk, kendi, mangkuk berhias maupun polos, dan kapak perunggu.
Sumber: Khasanah Budaya Jawa Barat