Dalam catatan-cataan lama kota Banten Lama yang terletak di sekitar ± 10 km dari kota Serang, dahulu ramai kunjungi oleh kapal dan pedagang Asing dari Arab, Portugis, Cina, Persia, Suriah, India, Turki, Jepang, Filipina, Inggirs, Belanda, Perancis, dan Denmark. Selain Pedagang asing pedagang pedagang nusantara dari Maluku, Solor, Makasar, Sumbawa, Gresik, Juwana, dan Sumatra ikut berdagang di Banten Lama.
Kini masa lalu Kesulatanan Banten Tersebut antara lain berupa bekas kompleks Keraton Surosowan yang dibangun pada masa pemerintahan Maulana Hasanudin, Mesjid Agung Banten, Kompleks Makam Raja-raja Banten dan keluarganya, Mesjid pecinan Tinggi, Kompleks Keraton Kaibon, Mesjid Koja, Benteng Speelwijk, Kelenteng Cina, Watu Gilang, Danau Tasikkardi, Masjid dan Makam Sultan Kenari, Jembatan Rante, dan lain-lain. Selain peninggalan berbentuk bangunan, peninggalan dari Banten Lama juga berupa tinggalan tinggalan lepas seperti keramik (Cina, Jepang, Thailand, dan Eropa), tembikar, mata uang, dan lain-lain.
Kerajaan Islam Banten yang berbentuk Kesultanan mengalami kemunduran setelah masuknya pengaruh VOC ( VOC singkatan dari Vereniging Oost-Indie Compagnie yaitu perkumpulan dagang belanda di Indonesia tahun 1602 – 1799) dan penjajahan kolonial Belanda. Belanda kemudian mengancurkan pusat kota kesultanan dan memindahkan pusat pemerintahan ke Serang. Kekuasaan belanda di Banten berakhir setelah mengalami kekalahan oleh jepang pada tahun 1942. Banten telah mengalami proses perjalanan sejarah dan budaya yang panjang kini merupakan salah satu wilayah provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama dalam Perjalan tersebut, Banten Mewariskan tinggalan Tinggalan hasil kegiatan masyarakat dan kebudayaan yang tak ternilai.
Kekayaan dari beragam pusaka budaya Banten yang tinggi nilainya itu perlu dijunjung tinggi sebagai bukti perjalanan sejarah dan budaya yang dapat member sumbangan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan melalui penggalian nilai-nilai luhur yang tercermin di dalamnya. Disamping itu pusaka budaya tersebut dapat menjadi dasar dalam memupuk kepribadian dan jati diri bangsa.
Penyusun artikel : Rico Fajrian, S. S., BPCB Banten