PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

oleh: Syarif Achmadi*

Pendahuluan
Pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi telah menghasilkan perubahan dan kemakmuran. Akan tetapi di sisi lain, pembangunan itu juga ikut andil dalam mengorbankan lingkungan alam dan warisan budaya. Warisan budaya yang terkena dampak langsung pembangunan terutama berupa bangunan-bangunan dan peninggalan-peninggalan kuna lainnya, yang dikenal sebagai cagar budaya. Padahal secara kognitif dan cultural, cagar budaya menandai tata nilai, perjalanan, sejarah dan tradisi bangsa.

Memori yang masih membekas dan berdampingan dengan kehidupan masyarakat dan bangsa menjadi memori bangsa, baik secara kelompok, komunitas atau masyarakat, maupun kolektif, bangsa. Sangat memprihatinkan bahwa masih ada instansi dan atau oknum pemerintahan daerah yang seharusnya menjaga kelestarian cagar budaya di daerahnya, seringkali justru menjadi pelopor pembongkaran, sedangkan protes dari masyarakat setempat tidak ditanggapi, dan dianggap angin lalu. Kemungkinan besar hal ini terjadi karena banyak pimpinan daerah dihinggapi ”obsesi membangun,” bahwa kemajuan daerah identik dengan pesatnya pembangunan baru dan modernisasi di segala bidang.

Sebuah ilustrasi bagaimana konsep yang mengandung nilai-nilai luhur diterabas, khususnya oleh kalangan birokrat, akan diuraikan di bawah ini. Sebelum Provinsi Banten berdiri tahun 2000, kita masih dapat menyaksikan pintu gerbang di kantor-kantor pemerintah menggunakan bentuk gapura bentar Keraton Kaibon. Sekarang nilai-nilai filosofis bentuk gerbang itu diabaikan. Gapura paduraksa digunakan seenaknya tanpa memperhatikan nilai yang terkandung. Padahal secara filosofis, gapura Keraton Kaibon menunjukkan kesempurnaan baik lahir maupun batin. Betapa tidak, bila diperhatikan bentuk gapura bentar merupakan pembatas antara masyarakat dengan keraton.

Gapura bentar ini secara simbolik melambangkan batas antara dunia yang masih didominasi keinginan-keinginan duniawi. Disebut dengan duniawi karena gapura itu dibuat terpisah atau tidak menyatu. Pada areal ini, masyarakat masih dapat melakukan aktivitas sesuai dengan keinginannya. Adapun nilai rohaninya tampak pada gapura paduraksa yang bagian atas menyatu membentuk kerucut sebagai manifestasi menuju satu yang di atas. Dalam konsep kerajaan, keraton merupakan manifestasi dari makrokosmos, sedang raja merupakan wakil yang kuasa.Sehingga wajar jika pada areal keraton banyak aturan yang mengikat sehingga orang tidak dapat berbuat sekehendak hati.

Terkait cagar budaya yang merupakan salah satu hasil karya para leluhur bangsa Indonesia, hendaknya dapat diperlakukan sebaik mungkin. Untuk menumbuhkembangkan rasa ikut memiliki tentang khasanah ragam budaya bangsa Indonesia yang salah satunya dengan mengetahui, memahami dan menelusuri hasil karya budaya bangsa melalui tinggalan masa lalu, yang dewasa ini lebih dikenal sebagai cagar budaya. Rasa memiliki akan mendorong tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut melestarikan aset budaya bangsa. Suatu kepunahan cagar budaya memang diakui disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya alam, binatang dan manusia. Oleh sebab itu, bila sumber daya manusianya (SDM) mampu memahami pentingnya pelestarian cagar budaya, maka kepunahan sedini mungkin akan dapat dicegah.

Cagar budaya sebagai salah satu warisan leluhur apabila dipahami secara mendalam melalui proses belajar yang tekun, maka akan sangat membantu dalam membentuk nilai-nilai adiluhung. Nilai adiluhung dapat dijabarkan berupa tata-krama, kesantunan dalam menempatkan diri pada keluarga, sekolah, serta pergaulan sehari-hari dalam hidup bermasyarakat. Lebih luas lagi jika sejak dini para pelajar sudah ditanamkan nilai-nilai pribadi budaya bangsa dengan intensif, maka semangat untuk ikut memiliki (handarbeni) serta menjaga (hangayomi) bangsa negara yang memiliki aneka ragam budaya akan tercipta dengan baik. Bila tercipta suatu nuansa kepemilikan dan kebanggaan akan budaya bangsa, sudah selayaknya bila seluruh rakyat Indonesia menyatukan diri dalam keanekaragaman suku bangsa.

Ketentuan Pemanfaatan
Dalam kegiatan Pemanfaatan Cagar Budaya, perizinan meliputi: (1) izin pemanfaatan cagar budaya, (2) izin pendokumentasian cagar budaya untuk kepentingan komersial, dan (3) izin perbanyakan cagar budaya. UUCB 2010 Pasal 1 Butir 33 memberikan pengertian bahwa pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Selengkapnya, dasar hukum dalam kegiatan pemanfaatan cagar budaya merujuk pada pasal-pasal seperti di bawah ini:
Pasal 85
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata;
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang;
(3) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa izin pemanfaatan, dukungan Tenaga Ahli Pelestarian, dukungan dana, dan/atau pelatihan;
(4) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat.

Pasal 87
(1) Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
(2) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan peringkat Cagar Budaya dan/atau masyarakat hukum adat yang memiliki dan/atau menguasainya.

Pasal 88
(1) Pemanfaatan lokasi temuan yang telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya wajib memperhatikan fungsi ruang dan pelindungannya.
(2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau membatalkan izin pemanfaatan Cagar Budaya apabila pemilik dan/atau yang menguasai terbukti melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya.
(3) Cagar Budaya yang tidak lagi dimanfaatkan harus dikembalikan seperti keadaan semula sebelum dimanfaatkan.
(4) Biaya pengembalian seperti keadaan semula dibebankan kepada yang memanfaatkan Cagar Budaya.

Pemanfaatan warisan budaya sebagai bagian dari pelestarian warisan budaya untuk kepentingan pembangunan karakter bangsa seperti pendidikan dan pariwisata budaya, bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Konsep pembangunan pendidikan dan pariwisata budaya mulai dilakukan secara serius pada beberapa tahun ke belakang, yakni adanya mata pelajaran muatan lokal. Namun demikian, disadari bahwa realitasnya pembangunan pendidikan dan pariwisata budaya hanya dilakukan ‘tebang pilih’ artinya pembangunan suatu objek warisan budaya hanya dilakukan jikalau sejak awal membawa keuntungan secara ekonomi. Benar bahwa ekonomi merupakan hal penting yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja demi pelestarian warisan budaya bangsa. Namun demikian, rasa nasionalisme yang menjadi bagian dari manifestasi pembentukan karakter dan memperkokoh jatidiri bangsa adalah penting untuk selalu dipupuk, dan inilah sebenarnya semangat dari pelestarian warisan budaya bangsa.

Seperti ditulis oleh Aminuddin Kasdi dalam Pembangunan Moral Bangsa (Sujana:2005) bahwa prinsip-prinsip kebangsaan sebagai asas tujuan pendidikan nasional terdiri dari: 1) Unity, melalui proses integrasi bahwa solidaritas nasional di atas solidaritas lokal, etnis dan tradisional; 2) Liberty, setiap individu dilindungi hak-hak asasinya, kebebasan berpendapat, berkelompok, kebebasan yang dihayati dengan penuh tanggung jawab; 3) Equality, hak kewajiban, persamaan kesempatan; 4) Berkaitan dengan poin 2 dan 3 yakni prinsip kepribadian atau individualitas. Pribadi perorang dilindungi oleh hukum, di antaranya oleh hak milik, kontrak, pembebasan dari ikatan komunal dan primordial; 5) Performan, baik secara individual maupun kolektif. Setiap kelompok membutuhkan rangsangan dan inspirasi untuk memacu prestasi yang membanggakan.

Paradigma pembangunan berwawasan pelestarian warisan budaya yang bersifat kebendaan atau bendawi/ragawi atau berwujud) tidak terlepas dari arti penting warisan budaya bangsa, yaitu sebagai rekaman dasar dan pengikat nilai sekaligus sebagai bukti dari pemikiran dan aktivitas manusia di masa sebelumnya. Sebagai rekaman dasar, tentunya warisan budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan menggali ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan serta dapat berdampak pada bidang ekonomi dan pariwisata. Sementara itu, ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini realistis, mengingat cagar budaya dapat berfungsi untuk memperjelas identitas suatu bangsa karena hasil–hasil budaya yang khas dan dimiliki secara bersama oleh bangsa tersebut. Hasil–hasil budaya tersebut dapat merupakan warisan dari masa yang lalu dan dapat pula hasil cipta masa kini.

Cagar budaya diturunkan dan dimiliki secara bersama, meski kadang mengalami keterputusan tradisi atau mengalami perpindahan kepemilikan. Cagar budaya juga berfungsi sebagai peneguh jati diri bangsa, yakni adanya kesadaran perjalanan sejarah bangsa itu sendiri. Kesadaran sejarah dapat diukur melalui pengetahuan umum yang beredar luas yang menjelaskan fakta–fakta sejarah bangsa sendiri, maupun dinamika hubungannya dengan bangsa lain, baik dalam upaya memahami masa lalu maupun sekarang. Kesadaran sejarah yang diperlukan bagi suatu bangsa bukanlah sekedar pengetahuan mengenai data sejarah, melainkan juga harus beserta wawasan dan perspektif yang tepat yang pada gilirannya memberikan sumbangan bagi pembentukan citra diri bangsa tersebut sebagai bangsa yang dapat dibanggakan dan disegani.

Penutup
Bahwa cagar budaya merupakan kekayaan bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional. Untuk menjaga kelestarian cagar budaya, telah dikeluarkan peraturan berupa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang mengatur tentang pemilikkan dan penguasaan, penemuan dan pencarian, registrasi nasional, penyelamatan, pengamanan, pemeliharaan,pemugaran, penelitian, revitalisasi, adaptasi, pemanfaatan, kewenangan, pendanaan, pengawasan dan penyidikan.

Untuk ikut membantu melestarikan warisan budaya bangsa yang cukup beragam, pelajar akan dengan mudah mengetahui dan meresapi jika melalui cara melihat, memahami, mengerti dan menelusuri serta melindungi. Dengan demikian, diharapkan akan timbul dan terbentuk rasa ikut memiliki (handarbeni). Kesadaran ini akanmembentuk dan menumbuhkan rasa toleransi terhadap sesama individu atau kelompok. Sebagai pelajar, kurang lengkap apabila hanya menonjolkan kepandaian, rasional, dan logika. Oleh karena itu sangat penting bagi pelajar sebagai generasi penerus bangsa dengan memahami, melaksanakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa yang membentuk kepribadian sebagai jati diri bangsa. Pada akhirnya, fungsi kebudayaan adalah sebagai penunjang proses survival dengan menciptakan serta membangun budaya itu sendiri, dengan komponen di antaranya nasionalisme, kebudayaan nasional, kepribadian nasional, dan etos bangsa akan terwujud.

Referensi:
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/57064
http://djodigowes-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-42324-Akademis-Peran%20Benda%20Cagar%20Budaya.html
http://joemarbun.wordpress.com/2011/12/27/keterlibatan-masyarakat-dalam-pelestarian-warisan-budaya-sebagai-li
http://duniaartikelartikel.blogspot.com/2010/01/pelestarian-dan-pemanfaatan-bangunan.html

 

*Staf di BPCB Serang