Bentengsari, benteng pertahanan tradisional pada pemukiman kuna

parit Bentengsari
parit Bentengsari

Situs Benteng Sari terletak di Dusun Blimbing Sari, Desa Benteng Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur.  Jika dilihat sepintas, sulit untuk mengetahui letak benteng ini karena kondisinya tertutup oleh semak-semak dan pepohonan. Hal ini tidaklah mengherankan karena sudah lima tahun situs ini tidak dipelihara, dikarenakan tidak ada juru pelihara yang ditugaskan di situs tersebut.

Benteng Sari merupakan benteng pertahanan tradisional berupa gundukan tanah dengan parit di sisi luar benteng. Parit tersebut selebar ± 5 m dengan kedalaman ± 2,5 m.  Dahulu kedalaman parit tersebut setinggi satu galah bambu, atau sekitar 15 – 20 m. Benteng ini seperti benteng-benteng kuna pada umumnya, yakni benteng pertahanan suatu pemukiman dengan parit di sekelilingnya. Benteng ini berbentuk bulat telur, di luar benteng di sisi utara terdapat rawa yang sangat dalam dan luas. Saat ini, sebagian rawa tersebut sudah menjadi daratan. Di sisi luar benteng arah barat daya, terdapat makam dengan nisan dari batu andesit. Tidak diketahui makam tersebut makam siapa, apakah makam seorang tokoh atau makam penduduk biasa.

Luas area di dalam benteng 3,5 Ha, dengan topografi bergelombang. Di dalam Benteng Sari ini terdapat empat makam yang semuanya telah diberi cungkup. Salah satu makam tersebut merupakan makam Menak Muli. Pada makam Menak Muli terdapat fragmen gerabah dan fragmen keramik. Beberapa fragmen keramik ada yang berglasir halus dan penuh, ada juga yang berglasir sebagian (bagian dalam tidak berglasir).

Di dekat Makam Menak Muli terdapat beberapa batu yang disusun berderet dua baris. Satu baris di sisi selatan terdapat tiga buah batu, satu baris lagi di sisi utara sebanyak empat buah batu. Dari keseluruhan batu-batu tersebut, terdapat lima buah batu dakon. Batu-batu tersebut dipagari dengan batu-batu gundul (bolder) yang disusun sehingga membentuk persegi.

Di sekitar batu berurut tersebut terdapat fragmen keramik, fragmen gerabah, dan kapak batu (data terlampir). Di dalam banteng tanah ini juga terdapat gundukan tanah (tumulus). Gundukan tanah tersebut berasosiasi dengan batu berurut. Kemungkinan keduanya merupakan hasil budaya tradisi megalitik. Meskipun belum dapat dibuktikan secara pasti, kemungkinan makam yang ada di dalam Benteng Sari ini berasal dari masa yang lebih muda jika dibandingkan dengan batu berurut dan gundukan tanah di dalam banteng tersebut. Namun demikian, hal ini harus diteliti lebih lanjut untuk mengetahui kepastiannya.

Pemukiman sebagai suatu tempat manusia menetap dan melakukan aktivitas kehidupan telah muncul sejak zaman prasejarah. Pemukiman mulai muncul ketika tradisi bercocok tanam mulai berkembang. Masyarakat pada masa itu sudah tidak lagi mengembara untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi telah bermukim secara menetap. Biasanya mereka bermukim secara berkelompok di dekat sumber-sumber makanan. Pemukiman yang semula hanya sekedar tempat sekelompok orang berdiam, berkembang menjadi sebuah kota dengan infrastruktur, system organisasi, dan subsistensi yang beragam. Perkembangan pemukiman hingga menjadi suatu kota, pada umumnya seiring dengan perkembangan peradaban manusia pendukungnya.

Proses terbentuknya kota dibedakan menjadi dua, yakni secara spontan dan direncanakan. Kota yang terjadi secara spontan biasanya tumbuh dalam jangka waktu lama. Pertumbuhan kota tersebut dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain geografi, ekonomi, social, dan politik. Adapun kota yang dibentuk dengan adanya perencanaan terlebih dahulu pada umumnya merupakan kota-kota yang sengaja dibuat atas perintah penguasa. Meskipun demikian, kedua proses terbentuknya kota tersebut mempunyai kesamaan, yaitu selalu tidak meninggalkan unsur air, seperti pantai, danau, atau sungai. Dengan kata lain, kota-kota tersebut terletak tidak jauh dari sumber air (Sunardi & Munandar, ed., 2000).

Temuan arkeologis yang dapat diindikasikan dengan situs pemukiman adalah fitur (feature) parit dan benteng yang terbuat dari gundukan tanah, bangunan megalitik, serta sebaran artefaktual. Benteng sengaja dibuat sebagai tempat perlindungan atau sebagai batas pemukiman. Di sekitar benteng biasanya terdapat punden, menhir, dolmen, batu berurut, lumping batu, batu dakon, makam kuna, dan lain-lain (Sunardi & Munandar, ed., 2000).

DSCF0544

Terkait dengan pemukiman, yang meliputi benteng dan parit sebagai system pertahanannya, sebelum masuknya kolonialisme di bumi Nusantara, tiap-tiap penguasa di beberapa wilayah telah saling bersaing dan berseteru untuk meluaskan daerah kekuasaannya. Tingginya tingkat konflik menyebabkan beberapa daerah melengkapi diri dengan berbagai system pertahanan. Temuan arkeologis di beberapa wilayah di Indonesia yang diidentifikasi sebagai system pertahanan adalah temuan benteng berupa tanggul-tanggul tanah dan parit. Pada umumnya, benteng tersebut merupakan gundukan tanah yang dibuat dengan cara meninggikan dan mengeraskan tanah, sehingga menyerupai tanggul. Benteng tanah tersebut biasanya dilengkapi dengan parit.

Jika uraian di atas dikaitkan dengan situs Benteng Sari, jelas terlihat bahwa fitur berupa gundukan tanah beserta parit tersebut merupakan benteng pertahanan atau batas pemukiman kuna. Selain fitur benteng, di situs ini juga terdapat temuan tradisi megalitik, yakni batu dakon dan batu berurut, serta kapak persegi yang merupakan tinggalan dari masa prasejarah. Adapun temuan berupa makam kuna serta fragmen keramik jelas berasal dari masa yang lebih muda jika dibandingkan dengan temuan batu dakon dan kapak persegi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Benteng Sari merupakan situs pemukiman yang kemungkinan dipakai secara berkelanjutan mulai dari masa prasejarah hingga masa yang kemudian.

 

Referensi:

Sunardi, Edy dan Agus Aris Munandar. ed. 2000. Rona Arkeologi Penampakan Hasil Penelitian dan Pengembangan Arkeologi di Wilayah Jawa Barat, Lampung dan Kalimantan Barat. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.