Selama tujuh hari (4 – 10/8/19), tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB Banten) melakukan kegiatan pemetaan dan penggambaran Eks-Stasiun Radio Malabar yang berlokasi di lembah Gunung Puntang, Desa Campakamulya, Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung, Jawa Barat di ketinggian 1.376 mdpl.
Stasiun radio Malabar merupakan stasiun media komunikasi nirkabel pertama di dunia yang mampu menjangkau jarak antar benua, dari Hindia Belanda ke Belanda yang jaraknya mencapai 12.000 Kilometer. Kawat antenanya membentang sepanjang dua Kilometer antara Gunung Halimun dan Gunung Puntang.
Pembangunan Stasiun Malabar mulai dirintis sejak Agustus 1917, proyek bangunan ini dirancang oleh Dr. Ir. Cornelis Johannes de Groot, seorang ahli teknik elektro lulusan sebuah universitas di Karlsruhe, Jerman, yang menulis disertasi tentang pengaruh iklim tropis pada koneksi radio. Stasiun Radio Malabar diresmikan oleh Gubernur Jenderal Dirk Fock pada 5 Mei 1923. Bangunan Stasiun Malabar pembangunannya disempurnakan hingga tahun 1927.
Latar belakang pembangunan Radio Malabar sendiri bertujuan untuk menyambungkan komunikasi Belanda dan Hindia Belanda (Indonesia) secara langsung tanpa kabel (nirkabel), mengingat saat itu sedang terjadi Perang Dunia I yang tidak memungkinkan ketersediaan kabel, serta rentan secara teknis dan politis. Maka, koneksi gelombang panjang pun dipilih.
Malabar menjadi wilayah yang dipilih mengingat lokasi yang strategis dan memiliki sinyal yang paling kuat diantara wilayah lainnya. Stasiun Radio Malabar dilengkapi dengan 2 arc transmitter berkekekuatan 2.400 KW dan diklaim menjadi transmitter terkuat di dunia yang pernah dibuat pada masa itu. Selain Bangunan Stasiun Malabar, di lokasi ini dibangun beberapa fasiltas yang diperuntukan untuk pegawai Stasuin Radio, diantaranya rumah tinggal para pimpinan dan pekerja Radio Malabar, Lapangan tenis, fasilitas jalan, dan penampungan air bersih.Kejayaan. tercatat beberapa pimpinan yang memimpin Stasiun Radio Malabar, yaitu: (sumber : pengelola wisata gunung puntang)
- Tuan Noven
- Tuan Barnden Berg
- Tuan Hodeski
- Bapak Soedirjo
- Tuan Wino
- Bapak Salim
Stasiun Malabar berakhir pada tahun 1946 bertepatan dengan peristiwa Bandung Lautan Api yang memaksa bangunan yang megah ini dihancurkan sendiri agar tidak bisa digunakan oleh pihak musuh. Selain itu berdasarkan penuturan masyarakat setempat Gedung Malabar bahan bangunannya banyak dijarah oleh masyarakat dan dijadikan untuk membuat rumah. Sehingga yang tersisa sekarang hanya tinggal puing-puing bangunan yang mulai rata dengan tanah, hanya sebagian kecil yang masih terlihat, seperti dinding bangunan utama dan yang terkenal adalah sisa bangunan kolam berbentuk hati yang dikenal dengan kolam cinta. Sekarang kawasan ini dikelola oleh Wana Wisata Gunung Puntang dibawah KPH bandung Selatan, Perhutani.
Dari uraian diatas nampak bahwa Bangunan Radio Malabar menyimpan nilai arkeologis dan historis yang tinggi sehingga wajib dipertahankan, untuk itu BPCB Banten melakukan identifikasi, inventarisasi dan verifikasi di area Stasiun Radio Malabar ini sebagai bahan data untuk rencana pelestarian kedepannya. Sampai artikel ini diterbitkan tim sudah melakukan pemetaan dan penggambaran dibeberapa titik lokasi, yaitu :
- Bangun Utama (Gedong Sebahu)
- Kolam Cinta
- Kolam penampungan air Bersih (Kolam Sahro)
- Gedong Sapuluh (rumah dinas pekerja radio)
- Menara air
- Dan beberapa struktur yang masih dibutuhkan identifikasi lebih lanjut.**(Yanuar Mandiri)