Teras Kedua
Teras Kedua ini terbagi atas dua bagian yang dipisahkan oleh rangkaian batu-batu tegak yang melintang dengan orientasi timur-barat. Bagian utara mempunyai dimensi yang lebih kecil dari pada bagian selatan. Teras kedua sisi utara mempunyai lebar 8,60 m dengan panjang 29,5 m. Batas teras ini adalah berupa susunan batu kolom yang dipasang berdiri. Di bagian tengah teras, terdapat tumpukan batu-batu kolom andesit. Tumpukan batu ini kemudian disebut masyarakat dengan “Mahkota Dunia”. Pada bagian tengah “Mahkota Dunia” terdapat pohon yang disebut dengan “Ki Menyan”.
Pada teras ini terdapat struktur batu di permukaan tanah yang membentuk jalur jalan menuju Teras Ketiga. Pada teras ini terdapat pula batu-batu kolom yang telah mengalami pelapukan dan bahkan patah. Pada teras kedua sisi selatan terdapat batu andesit yang dipasang berdiri, yang oleh masyarakat disebut dengan “Batu Duduk”. Struktur ini pada hakekatnya merupakan susunan tiang-tiang berdiri yang berpasangan, berjumlah 10 buah, yang disusun hampir linier dengan orientasi arah utara-selatan. Batu yang ada berbentuk segi lima (pentagonal) dan segi empat (tetragonal). Pasangan batu berdiri tersebut diletakkan dengan interval jarak tertentu. Pada sebuah batu di ujung utara struktur ini terlihat bekas patahan dan telah dilakukan penyambungan kembali.
Teras kedua memiliki sebaran batu kolom yang cukup merata di seluruh halaman terasnya. Sebaran ini tidak menunjukkan denah yang jelas. Hal ini disebabkan karena batu-batu tersebut telah mengalami perubahan posisi (miring/rubuh). Terletak di sisi timur teras, ke arah utara, terdapat sebuah batu yang oleh masyarakat di sebut dengan “Batu Tapak Macan” atau Batu Bekas Jejak Telapak Harimau. Batu tersebut merupakan batu andesit dengan ukuran cukup besar dan berbeda dari karakter sebagian besar batu di situs ini yang berupa kolom-tiang. Batu ini mempunyai beberapa lekukan yang “menyerupai” bekas tapak macan. Hasil observasi pada batu ini menunjukkan bahwa bekas tapak ini hanya merupakan sekumpulan lekukan berbentuk bulat pada permukaan kulit batu.
Berdasarkan hasil observasi, dinding sebelah timur teras kedua merupakan satu-satunya dinding yang masih terlihat intack susunan batunya. Kondisi tanah yang merupakan lereng dan terjadi kemelesakan pada dinding teras, mempunyai beresiko longsor lebih besar, daripada dinding teras di sebelah barat yang lebih landai. Kegiatan perkuatan tanah diperlukan agar tingkat kestabilan tanah dapat terjaga. Sementara dinding teras kedua sebelah barat tidak begitu tinggi, hanya terdiri atas tiga lapis batu-batu kolom.
Teras Ketiga
Pada teras ini terdapat dua cluster batu yang mengindikasikan merupakan bekas struktur yang mempunyai denah. Kedua struktur tersebut saling berderet dengan orientasi arah utara-selatan. Di sisi selatan teras terdapat sebuah batu yang oleh masyarakat disebut dengan “Batu Tapak Kujang” yang berarti “Batu Bekas Telapak Kaki Kijang”. Batu ini merupakan batu andesit dengan ukuran relatif besar dibandingkan batu kolom pada umumnya dan mempunyai posisi rebah dipermukaan tanah dengan orientasi utara-selatan. Berdasarkan hasil observasi, batu ini mempunyai fenomena yang sama dengan “Batu Tapak Macan”, hanya lekukan pada kulit batu berukuran lebih kecil dan tersebar (scattered).
Teras ketiga memiliki sebaran batu kolom yang lebih banyak, yang terdapat di bagian tengah ke arah sisi barat teras. Pada sisi selatan teras, terdapat dua buah batu berdiri yang berfungsi sebagai pintu masuk menuju teras keempat.
Teras Keempat
Pada teras keempat, sebaran batu kolom yang ada lebih sedikit, dan bahkan paling sedikit dari keseluruhan teras. Temuan struktur batu hanya tampak di sisi timur, berupa struktur berdenah segi empat dan tumpukan batu di sebelah selatannya.
Pada sisi timur terdapat susunan batu yang membentuk denah segi empat. Batu-batu tersebut diletakkan dengan posisi berdiri. Pada bagian tengah struktur ini tidak nampak adanya temuan batu-batu di permukaan tanahnya. Ada sebuah batu kolom setinggi 60 cm yang diletakkan di tengah-tengah struktur tersebut. Batu ini kemudian dikenal masyarakat sebagai “Batu Gendong”/”Batu Kekuatan” atau disebut juga “Eyang Balung Tunggal”. Di struktur ini sering dilakukan aktifitas pengangkatan Batu Gendong. Diberikan nama tersebut karena batu tersebut digendong untuk memenuhi kepercayaan pengunjung bahwa jika berhasil diangkat maka akan mendapatkan berkah.