Tinggalan Arkeologi Di Kampung Adat Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur

0
12444

Secara administrasi Kampung Adat Lamalera berada di Desa Lamalera, Kecamatan Lamalera, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Secara geografis Lamalera diapit oleh dua tanjung, yakni tanjung Vovolatu dan tanjung Nubivutun pada titik koordinat 51 L 0545725, 9051853 UTM, dengan ketinggian 26 Meter Dpl. IMG_8703Lamalera juga adalah daerah yang gersang yang terdidri dari bebatuan besar dan batuan kecil. Kondisi pantai yang ada di Lamalera terjal dan bertebing batu cadas. Hanya terdapat sedikit pantai berpasir yang di tempati masyarakat untuk menambatkan perahunya. Kondisi yang demikian yang membuat nelayan Lamalera menjadi nelayan yang tangguh, pemberani, dan dan pantang menyerah.

Lamalera merupakan suatu desa yang berada di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, yang dikenal sebagai desa para pemburu paus. Kebiasaan memburu paus di desa ini sudah ada sejak abad ke-17. Paus atau dalam bahasa setempat dikenal dengan Baleo dapat muncul kapan saja sepanjang tahun, namun tidak semua Paus menjadi buruan masyarakat Lamalera.

Kegiatan berburu mamalia paus dengan peralatan tradisional seperti peledang (perahu layar tanpa mesin), tempuling (tombak bambu yang ujungnya berkait terbuat dari besi) yang dipergunakan untuk menikam paus. Peledang tidak dijalankan menggunakan mesin, melainkan oleh sekawanan matros atau pendayung. Dalam satu Peledang terdapat 4-6 matros yang dipimpin oleh seorang Lamafa atau juru tikam. Masyarakat Lamalera mengenal musim menangkap ikan yang dikenal dengan nama Lewa. Lewa tiap tahun dilaksanakan pada bulan Mei. Pada musim Lewa, masyarakat Lamalera tidak hanya menangkap paus, tetapi juga pari dan lumba-lumba. Meski demikian, penangkapan ikan pada saat Lewa tidak dilakukan dalam skala besar, dan dagingnya hanya dikonsumsi sendiri atau dibarter dengan bahan pangan.

Sebelum berburu didahului dengan seremonial adat Tobo Nama Fata (ritus penyelesaian masalah suku dan tuan tanah sebelum berburu paus), ritus Ie Gerek di batu paus oleh tuan tanah Suku Langowujo yang dilakukan pada tanggal 29 April setiap tahun. Dan pada tanggal 01 Mei setiap tahun dilanjutkan dengan Misa Leva dengan tradisi agama katolik untuk memohon restu kepada Tuhan atas musim Leva yang akan terjadi mulai Tanggal 02 Mei s/d 30 September setiap tahun.

Tak semua paus bisa diburu. Paus biru atau yang bernama latin Balaenoptera Musculus misalnya. Paus jenis ini tidak boleh diburu, selain demi menjaga kelestarian mamalia laut yang langka, cerita legenda Lamalera menghormati paus biru sebagai hewan yang pernah menyelamatkan Lembata. Lamalera memiliki pasar barter yang dibuka seminggu sekali. Di pasar ini, warga desa Lamalera bisa menukar gading ikan yang dimilikinya dengan bahan pangan lain. Sepotong daging ikan paus misalnya, bisa ditukar dengan 15 tongkol jagung atau setandan pisang.

Menurut Peneliti dari Australia Ambrosius Oleona dan Pieter Tedu Bataona, orang Lamlera yang terdiri dari kelompok-kelompok komunitas kekerabatan suku dan marga, bukan dari penduduk asli Pulau Lembata. Asal-usul orang lembata dapat dilacak dari benda peninggalan sejarah dan dan syair (folkolore) yang diwariskan secara turun temurun ke generasi berikutnya hingga kini. Dalam syair yang di sebut Lia asa usu (syair asal-usul), yang di nyanyikan pada acara adat kebesaran. Syair ini mengisahkan perjalanan nenek moyang suku-suku induk di Lamalera mulai dari tanah Luwuk hingga mencapai selatan Pulau Lembata dan kemudian menetap. Sebelum mereka mencapai Pulau Lembata terlebih dahulu mereka mngikuti perjalanan armada Patih Gajah Mada menuju perairan Halmahera, dan sampai Irian Barat, kemudian mereka memutar haluan ke arah selatan menyinggapi Pulau Seram, Pulau Grom, lalu ke Ambon, ke kepulauan Timor dan akhirnya mendarat di Pulau Lembata.

Berdasarkan peninggalan itu dapat pula dilacak bahwa orang Lamalera berasal dari Luwuk Sulawesi Selatan. Kepindahan mereka dari Sulawesi Selatan dilatar belakangi oleh adanya serangan penaklukan kerajaan yang ada di Sulawei oleh Majapahit semasa pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Kelompok yang pindah inilah yang menjadi cikal bakal komunitas lima suku-suku/marga orang lamalera yaitu suku Batona, Blikolollo, Lamanundek, Tanakrofa dan Lefotuka. Setelah menetap mereka membangun sistem kekerabatan dan desa nelayan dan terus bertahan hingga saat ini.

Menjadi nelayan, mencari dan menangkap ikan di laut adalah mata pencaharian utama dari masyarakat Lamalera. Tradisi ini diwariskan oleh leluhur sejak dahulu kala, ciri khas sebagai nelayan masyarakat Lamalera sangat berbeda dari nelayan lain dan termasuk sangat langka yaitu mereka mengkhususkan diri menangkap ikan yang besar terutama paus. Ciri khas tersebut kemudian menjadi tradisi turun temurun hingga saat ini. Masyrakat Lamalera tidak hanya menagkap paus begitu saja namun mereka terikat oleh aturan adat tertentu yang dipegang teguh oleh masyarakat Lamalera. Mulai dari tata cara pembuatan perahu untuk mengkap ikan pasu, tata cara penyimpanan alat-alat utnuk menakap ikan paus, sampai pada proses ke laut dan pembagian hasil tangkapan. Di dalam tata cara tersebut ada aturan-aturan dan tindakan yang harus di ikuti sekaligus pantangan atau larangan-larangan yang harus dihindari.

Sket Lokasi(Sket situasi Kampung Lamalera)

 

tidak hanya sebatas keindahan alam dan adat istiadat/tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Lamalera yang menjadi daya tarik wisata. ternyata Kampung Lamalera juga menyimpan beberapa tinggalan benda-benda bersejarah dari masa kolonial, baik dari masa Portugis, dan Belanda. seperti beberapa benda yang telah didata oleh tim Regdokpub Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali beberapa waktu kemarin.

Nama : Lonceng

No Inventaris : 1/16-10/BND/01Lonceng

Ukuran Lonceng

Tinggi                          : 47 cm

Diameter Bawah       : 46 cm

Diameter Atas           : 24 cm

Tebal                           : 3 cm

Ukuran Pemukul LoncengIMG_8759IMG_8755

Panjang          : 44 cm

Diameter        : 10 cm

Tebal               : 3 cm

Kooardinat : 51 L 0545722, 9051841 UTM

Deskripsi  :  lonceng berbentuk menyerupai genta tanpa tangkai, bagian dasar bulat dengan diameter lebih kecil dari penampang lonceng, terdapat huruf dan angka menggunakan huruf latin, kode produksi di bagian dalam lonceng angka Ɔ626, dan angka tahun di bagian luar lonceng B.V.G. 1921. Lonceng ini diletakkan (digantung) di halaman depan rumah kepala desa dan sekarang hanya difungsikan pada hari-hari tertentu seperti ada  bahaya, ada pertemuan penting di masyarakat, dan ada  pembesar/tamu penting  yang berkunjung  ke Kampung Lamalera.

Nama : Meriam 1

No Inventaris : 1/16-10/BND/02IMG_8775

Ukuran

Panjang                       : 191 cm

Lebar                           : 20 cm

Diameter Mulut        : 11,5 cm

Lebar Tempat Peluru   : 10 cm

Tempat Simpan     : Sebelah timur tangga naik menuju rumah kepala desa (kampung Lamalera Lama).  Koordinat 51 L 0545733, 9051841 UTM

Deskripsi : meriam ini menyerupai tabung, bagian panggal berukuran lebih besar dari bagian ujung meriam, bagian pangkal terbuka pada bagian atas menyerupai palung berhiaskan ukir-ukiran bermotif  bunga dan daun,  dan pada bagian bawah pangkal berbentuk  meruncing dihiasi ukiran bermotif dedaunan sedangkan pada bagian tengah (badan)  berhiaskan   ukir-ukiran  daun dan bunga. Pada ujung meriem dihiasi dengan hiasan sudut  bermotif daun dan bunga. Meriam ini diletakkan didepan rumah kepala desa tepanya diatas tangga menuju rumah kepala desa, hanya difungsikan sebagai dekorasi.

Nama : Meriam 2

No Inventaris : 1/16-10/BND/03IMG_8806

Ukuran

Panjang                         : 121 cm

Diameter Belakang     : 19 cm

Diameter Badan          : 15 cm

Diameter Mulut           : 18 cm

Tempat Simpan     : Sebelah barat tangga naik menuju rumah kepala desa (kampung Lamalera Lama).  Koordinat 51 L 0545725, 9051839 UTM.

Deskripsi : meriam menyerupai bentuk tabung bagian pangkal berukuran lebih besar dari pada bagian ujung, terdapat lubang di bagian atas dengan ukuran kecil dan di bagian belakang terdapat tonjolan berbentuk bulat. Pada  bagian ujung meriam  penampangnya melebar  dengan ukuran lebih besar dari bagian ujung. Meriam ini bentuknya polos tanpa motif hias, dibagian tengah terdapat tonjolan disamping kanan dan kiri badan meriem. Meriam ini sekarang diletakkan  di depan rumah tepatnya di atas tangga menuju rumah kepala desa, hanya difungsikan sebagai dekorasi.

Nama : Meriam 3

No Inventaris : 1/16-10/BND/04

Ukuran

Panjang                       : 191 cm

Lebar                           : 20 cm

Diameter Mulut        : 11,5 cm

Lebar Tempat Peluru   : 10 cm

Tempat Simpan : pingir jalan desa, di Desa Lamalera B (kampung baru) yang merupakan perkembangan dari Kampung Lamalera Lama. Koordinat 51 L 0545889, 9051989 UTM

Deskripsi : merim berbentuk menyerupai tabung bagian pangkal ukurannya lebih besar dari bagian ujung dan terdapat tonjolan berbentuk runcing di bagian belakang, di bagian tengah penampang  terdapat lubang menyerupai palungan, dibagian atas lubang terdapat hiasan berbentuk segitiga dipenuhi dengan ukiran.  Terdapat tonjolan di bagian kanan dan kiri badan meriem, dan hiasan berbentuk segitiga penuh dengan ukiran.  Sedangkan di bagian ujung polos tanpa ukiran dengan  penampang yang melebar.  Meriem ini disimpan di depan rumah penduduk tepatnya di pinggir jalan desa difungsikan sebagai dekorasi.

selain benda terdapat sebuah bangunan lama dari masa Kolonial Belanda.

Nama : Rumah Jaga BelandaIMG_8832

No Inventaris : 2/16-10/BNG/01

Ukuran

Panjang           :  6 cm

Lebar               :  6 cm

Deskripsi  : Kontruksi, batu, semen, kayu, dan atap  dari alang-alang. Rumah jaga Belanda sekaligus kantor “Hamete” dalam bahasa lokal yang artinya kantor kecamatan. Didirikan pada masa kolonial Belanda, denah dasar bangunan  berbentuk persegi delapan,  atap terbuat dari alang-alang berbentuk limas segi empat. Terdapat sebuah pintu, dan tuju buah jendela pada bagian badan bangunan. Dulunya kantor Hamete ini dilengkapi dengan telepon, saat ini sudah tidak  Kantor Hamete ini  sekarang    difungsikan apa bila ada  tamu penting yang datang ke Desa Lamalera.  Letak kantor Hamete ini berada di sebelah timur rumah kepala desa. Kooardinat 51 L 0545725, 9051853 UTM.

 

TIM REGDOKPUB BPCB BALI

Dra. Ida Ayu Indrayani Manuaba (Ketua Tim, Pengumpul Data Arkeologi), I Nyoman Adi Suryadharma, S.S (Pendokumentasian), I Gusti Agung Gede Artanegara, S.Kom (Penggambaran), Anak Agung Gede Sugiharta (Pembantu Teknis).

dilaksanakan tanggal 29 November s.d. 3 Desember 2015