Studi Teknis Arkeologi Saluran Air Kelebutan Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar

0
2564

Latar Belakang

Nama Pulau Lombok sudah dikenal sejak lama dari beberapa sumber tertulis yang ada, baik itu yang berupa lontar atau babad telah dapat kita ketahui dari masa yang sangat lama. Salah satu karya sastra kuna yang menyebutkan nama Lombok adalah Kitab Negarakertagama yang merupakan salah satu karya besar kesusastraan pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Dalam Kitab Negarakertagama disebutkan nama Lombok Mirah untuk wilayah Lombok bagian barat dan Sasak Adi untuk wilayah Lombok bagian timur ( Departemen P dan K, 1978 : 8). Hal ini juga diperkuat dengan usaha dari Kerajaan Majapahit untuk menaklukkan Pulau Lombok sebagai bentuk pelaksanaan Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada untuk menyatukan seluruh wilayah nusantara dibawah kekuasaan Majapahit. Ekspedisi Mahapatih Gajah Mada ini sendiri dilaksanakan pada tahun 1343 dibawah pimpinan Mpu Nala. Implementasi dari pengaruh Kerajaan Majapahit di Pulau Lombok maka berdirilah beberapa buah kerajaan-kerajaan yang mengakui kedaulatan Kerajaan Majapahit atas Pulau Lombok. Sejarah perjalanan Pulau Lombok ini memang penuh dengan pergantian-pergantian pemegang kekuasaan, hal ini dapat kita ketahui dengan adanya pengaruh Agama Islam yang mulai masuk ke Pulau Lombok pada saat Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Selain itu ada juga pengaruh atau penguasaan yang dilakukan oleh Kerajaan Karangasem Bali, sehingga sampai pada terjadinya pembagian wilayah antara Kerajaan Karangasem dengan  penguasa-penguasa sebelumnya yang memeluk Agama Islam.

Salah satu cagar budaya yang terdapat di Pulau Lombok, tepatnya di Kabupaten Lombok Barat adalah  Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar. Nama Pura/Kemaliq Lingsar ini mulai muncul ketika orang Bali pertama kali datang ke Lombok. Rombongan orang Bali tersebut berasal dari Karangasem yang jumlahnya ± 80 orang. Kedatangan mereka  mendarat di pantai Barat dekat Gunung Pengsong, Lombok Barat. Dari Gunung Pengsong rombongan Raja tersebut melanjutkan perjalanan ke Perampuan, lalu ke Pagutan kemudian ke Pagesangan. Dari Pagesangan, rombongan berjalan kaki tetapi belum menemukan tanda. Sesampai rombongan di daerah Punikan, seluruh anggota rombongan merasa haus dan lapar sehingga beristirahat untuk makan minum. Setelah selesai makan  tiba-tiba ada suara seperti letusan dan bergemuruh. Kemudian mereka mencari asal suara tersebut yang ternyata adalah sebuah mata air yang baru meletus, lalu ada wahyu mengatakan kalau sudah menguasai Lombok maka buatlah Pura disini.  Kemudian luapan air itu diberi nama Ai Mual yang artinya air yang mengalir. Selanjutnya nama Ai Mual berubah menjadi Lingsar. Lingsar berasal dari kata Ling, yang artinya wahyu atau sabda dan Sar,yang artinya sah atau jelas. Jadi Lingsar artinya wahyu yang jelas. Sedangkan sumber mata airnya terletak tidak jauh dari daerah tersebut, dan diberi nama Ai  Mual (air timbul) yang letaknya di sebelah timur Lingsar.

Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini merupakan peninggalan dari masa pemerintahan Raja Ketut Angglurah Karangasem Singosari dan didirikan pada tahun 1759. Pembangunan Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini dimaksudkan untuk menyatukan secara batiniah masyarakat Sasak dengan masyarakat Bali. Jauh sebelum pendirian Pura Lingsar ini, masyarakat Sasak telah melakukan pemujaan terhadap sumber mata air yang ada di tempat ini,  mata air ini mereka sebut dengan nama  Kemaliq. Kemaliq berasal dari kata maliq dalam bahasa Sasak yang artinya keramat atau suci. Sumber mata air yang ada di Kemaliq ini oleh Masyarakat Sasak dikeramatkan atau disucikan karena tempat tersebut mereka yakini sebagai tempat hilangnya (moksa) seorang penyiar Agama Islam Wetu Telu yang bernama Raden Mas Sumilir dari Kerajaan Medayin.

Sebagai salah satu cagar budaya  yang ada di Pulau Lombok,  Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini juga  menyimpan peninggalan-peniggalan berupa benda dan struktur  cagar budaya. Sebagai peninggalan cagar budaya sudah sewajarnyalah Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini mendapatkan usaha pelestarian dari instansi yang bergerak dalam bidang pelestarian cagar budaya. Berkenaan dengan hal tersebut dan dengan melihat kondisi dari struktur  cagar budaya yang ada di Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali yang mewilayahi Propinsi Bali, NTB dan NTT melaksanakan suatu kegiatan Studi Teknis Arkeologi terhadap struktur  cagar budaya ini. Kegiatan Studi Teknis Arkeologi ini sasaran utamanya adalah saluran air Kemaliq. Studi Teknis Arkeologi sendiri adalah suatu bentuk studi untuk merekam data penting yang berkenaan atau berhubungan dengan suatu bangunan atau struktur cagar budaya, adapun data tersebut adalah berupa data sejarah, data arkeologi, data teknis, data  keterawatan dan data lingkungan. Keseluruhan data tersebut kemudian akan diolah atau dianalisa menjadi sebuah bentuk rencana program sebagai dasar atau acuan dalam melaksanakan upaya pelestarian terhadap suatu bangunan atau struktur cagar budaya dalam bentuk pemugaran.

Maksud dan Tujuan

Kegiatan Studi Teknis Arkeologi Saluran Air Kelebutan Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar dimaksudkan untuk  mengumpulkan/merekaman  data mengenai kondisi struktur Saluran Air Kelebutan Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar  saat ini, yakni perubahan-perubahan dan kerusakan yang terjadi. Data yang di butuhkan diantaranya adalah   data sejarah, arkeologis, arsitektur, strukutural, keterawatan  dan lingkungan. Sedangkan tujuan dari kegiatan Studi Teknis Arkeologi adalah untuk menetapkan metode (tata cara) dan tehnik pelaksanaan pelestarian melalui upaya pemugaran berdasarkan atas analisis data arsitektur, struktur, kondisi struktur (keterawatan) serta data lingkungan disekitar situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar.

Metode

Untuk mencapai hasil sesuai dengan maksud dan tujuan kegiatan, harus memenuhi kaidah-kaidah metodelogi yang lazim digunakan dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan lebih sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

  1. Kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara menelaah   hasil-hasil penelitian terdahulu yang  dipublikasikan. Selain itu studi pustaka merupakan metode untuk mendapatkan sumber-sumber data yang terkait dengan obyek yang akan diteliti.   
  2. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan  pengamatan  langsung terhadap obyek yang akan diteliti untuk mengetahui kondisi benda yang sebenarnya.
  3. Wawancara adalah tehnik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan tokoh masyarakat, aparat desa, atau orang-orang yang mengetahui informasi tentang obyek penelitian. Wawancara yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah wawancara  tanpa struktur.

Letak dan Lingkungan

Secara administratif  Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar berada di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat  dan secara astronomis terletak pada koordinat (UTM) 0342266 ; 9063435.  Batas-batas wilayah yang disepakati menjadi batas dari Desa Lingsar adalah Sebelah Utara : Desa Sara Suta, Sebelah Selatan : Desa Gegelang Dasan, Sebelah Timur : Desa Karangjasi, Sebelah Barat : Desa Keling.

Desa Lingsar  merupakan wilayah dataran dengan ketinggian berkisar antara   0 sampai dengan 50 meter di atas permukaan laut. Desa Lingsar  berada di wilayah dataran dengan kemiringan lereng rata-rata antara 0 sampai dengan 2%. Dimana dari angka kemiringan rata-rata tersebut dapat dibagi menjadi lahan datar dan bergelombang, sedangkan untuk lahan curam dan sangat curam di wilayah  Desa Lingsar  hampir tidak ada. Kondisi tanah di wilayah ini memiliki tekstur halus-sedang dengan warna coklat tua. Batuan dasar di wilayah ini merupakan hasil aktivitas piroklastik Gunung Rinjani yang terdiri dari lapisan lahar, breksi tuff dan tuff. Proses geomorfologi yang terjadi di wilayah ini sebagian besar merupakan proses pengendapan, trasnportasi dan sedikit erosi. Penggunaan lahan yang nampak di wilayah ini adalah sebagai permukiman, persawahan dan ruko-ruka tempat usaha.

Menurut Stasiun Klimatologi I Mataram, suhu udara rata-rata di Desa Lingsar  berkisar 23,910 C sampai dengan 31,940 C. Untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 79 persen sampai dengan  85 persen. Curah hujan tertinggi tercatat pada bulan September sebesar 489 mm dan hari hujan terbanyak tercatat pada bulan Mei.

Jarak tempuh dari Desa lingsar  ke wilayah lain yang merupakan pusat Kecamatan  mencapai kurang lebih 300 m dengan waktu tempuh mempergunakan kendaraan bermotor mencapai kurang dari 5 menit. Sedangkan jarak menuju pusat Kabupaten mencapai kurang lebih 16 km dengan waktu tempuh kurang dari 60 menit. Ditunjang dengan prasarana jalan yang cukup baik sehingga masyarakat Desa Lingsar tidak kesulitan untuk beraktifitas. Lingkungan sekitar Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar memiliki batas-batas lingkungan sebagai berikut : sebelah utara jalan raya Gora, sebelah timur tanah tegalan (laba pura), sebelah selatan dan barat merupakan persawahan.  Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar memiliki arah hadap ke arah barat dengan struktur yang terbagi menjadi utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Utama mandala terdiri dari  Komplek Pura Gaduh, Komplek Kemaliq dan Komplek Pesiraman (Petirtaan). Areal madya mandala memiliki dua buah bangunan yang dibatasi dengan tembok keliling dengan pintu masuk sebuah candi bentar, selain itu di madya mandala ini juga terdapat kolam dengan ukuran yang cukup besar. Kolam ini selain berfungsi sebagai tempat rekreasi juga berfungsi sebagai kanal untuk mengairi sawah yang ada di bagian barat Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar, sedangkan pada nista mandala terdapat sebuah bangunan yang berfungsi sebagai temapat untuk mempersiapkan perlengkapan upacara dan sebuah wantilan yang difungsikan sebagai tempat pementasan hiburan pada saat piodalan di Pura Lingsar.

Struktur Pura/Kemaliq Taman Lingsar

Pada umumnya halaman pura terbagi menjadi tiga bagian, yaitu jaba sisi (nista mandala), jaba tengah (madya mandala) dan jeroan (utama mandala). Pembagian atas tiga halaman ini didasari atas konsep Triloka. Jaba sisi (nista mandala) dilukiskan sebagai Bhurloka yang dihubungkan dengan alamnya bhuta dan kala. jaba tengah (madya mandala)dihubungkan dengan Bwahloka yang berkaitan dengan alam manusia dan jeroan (utama mandala) dihubungkan Swahloka yang berkaitan dengan alam para dewa beserta roh suci para leluhur (Rata, 1985:15). Intisari dari konsep ini adalah adanya perbedaan kesucian dari masing-masing halaman pura tersebut. Jeroan (utama mandala) lebih suci dari jaba tengah  (madya mandala) dan jaba tengah (madya mandala) ini memiliki tingkat kesucian yang lebih tinggi dari jaba sisi (nista mandala). Berdasarkan anggapan tersebut maka pada umumnya jeroan (utama mandala) memiliki posisi yang lebih tinggi dari jaba tangah (madya mandala) dan jaba sisi  (nista mandala). Untuk meniggikan jaroan (utama mandala) dari halaman yang lainnya dipergunakan undakan. Pembagian halaman pura ini mengingatkan kita akan bangunan teras berundak yang merupakan bangunan pemujaan pada masa prasejarah. Ditambah lagi dengan adanya orientasi ke arah gunung semakin menegaskan akan hal ini. Sehingga secara umum konsepsi punden berundak adalah merupakan konsepsi dasar arsitektural dari bangunan pura-pura yang ada di Bali (Rata, 1979 :16).

Pembagian halaman pura yang memanjang ke belakang, dengan halaman yang posisinya terletak paling belakang merupakan halaman paling suci mengingatkan pada pembagian stuktur  halaman Candi Penataran yang ada di Jawa Timur. Halaman Candi Penataran juga terbagi menjadi tiga halaman, yang memanjang dari barat laut ke tenggara dan halaman terakhir dimana terletak candi induk  merupakan bangunan yang paling suci. Dalam Lontar Kusumadewa disebutkan bahwa sistem pendirian pura-pura  adalah serupa dengan sistem pendirian bangunan candi-candi di Majapahit. Bahkan di daerah Trowulan didapatkan relief yang serupa dengan bentuk  pura-pura maupun bentuk bangunan meru.

Pembagian halamanpura selain terdiri dari tiga halaman ,juga ada pura yang memiliki dua halaman. Goris dalam tulisannya yang berjudul Bali Atlas Kebudayaan menyebutkan bahwa pembagian halaman pura yang terdiri dari dua bagian ini mempunyai hubungan atau kaitan dengan dua hal yang berbeda (rwa bhineda), seperti dunia atas berlawanan dengan dunia bawah, gunung berlawan dengan laut dan yang lainnya (Goris, t.t. : 36). Pendapat mengenai pembagian halaman pura yang menyerupai dengan pendapat Goris juga diungkapkan oleh Tim Peneliti Arsitektur Bali yang menyebutkan pembagian halaman pura yang terdiri dari dua bagian merupakan lambang dari alam bawah (pertiwi) dan alam atas (akasa). Pembagian halaman pura yang terdiri dari dua halaman maupun satu halaman dapat pula karena pengaruh lingkungan geografis. Dalam hal ini diperkirakan karena luas areal tanah pura tidak memungkinkan untuk dibangunnya pura dengan tiga halaman atau mungkin karena potensi penduduk yang menyungsung sedikit sehingga tidak memungkinkan untuk mengelola pura yang terlalu besar. Dengan demikian apabila halaman pura hanya terdiri dari dua atau satu halaman maka bangunan di halaman pertama dan kedua biasanya digabungkan menjadi satu (Mantra, 1961 : 3).  Pada pura yang memiliki tiga halaman biasanya antara jaba sisi (nista mandala) dan     jaba tengah (madya mandala) dihubungkan dengan candi bentar, sedangkan antara jaba tengah (madya mandala) dengan jeroan (utama mandala)dihubungkan dengan sebuah bangunan kori agung.

Uraian tersebut di atas merupakan sedikit gambaran tentang pembagian sturktur pura secara umum, berikut ini akan diuraikan mengenai struktur Situs Pura/Kemalik Taman Lingsar. Situs  Pura/Kemaliq Taman Lingsar merupakan kompleks taman yang besar dengan bangunan pura di dalamnya. Situs  Pura/Kemaliq Taman Lingsar terdiri dari tiga komplek, yaitu :

  • Kompleks Pura Lingsar (Pura Gaduh)
Candi Bentar Pura Lingsar

Kompleks Pura Lingsar (Pura Gaduh) terletak di bagian atas sebelah utara menghadap ke barat dan merupakan tempat ibadah umat Hindu. Pura ini dikelilingi oleh tembok penyengker  bata dengan tinggi 3,51 m, tebal 85 cm, dan  pintu utama kori agung  di sebelah barat bagian tengah. Pada bagian utama mandala Pura Lingsar ini terdapat beberapa buah bangunan/pelinggih, yang antara lain :

  • Bale Banten

Tempat menyiapkan sarana ritual upacara di pura ini, terletak di sebelah barat,bentuknya empat persegi panjang, bertiang   enam, atapnya berbentuk limasan terbuat dari genteng, berlantai batu bata dengan tinggi 60 cm dari tanah.

  • Penyungsungan Betara Gunung Agung

Berfungsi  sebagai tempat pemujaan Betara Gunung Agung. Pelinggih ini merupakan struktur bata dan batu padas tanpa atap. Bagian badan pelinggih  ini penuh dengan hiasan bunga padma dan relief punakawan yang ada dalam cerita pewayangan.

  • Penyungsungan Betara Alit Sakti di Bukit

Pelinggih  ini terbagi menjadi dua bagian, bagian sebelah barat merupakan tempat untuk pemujaan Betari Ibunya Betara Alit Sakti  (Anak Agung Ayu Rai/Berebah) yang mengarah ke bukit, sedangkan bagian yang sebelah timurnya difungsikan sebagai  tempat pemujaaan Batara Alit Sakti (Betara di Bukit). Pelinggih ini memiliki bentuk empat persegi panjang bertingkat dua dengan enam buah tiang, atapnya berbentuk limasan dan terbuat dari ijuk, dan lantainya terbuat dari batu bata.

  • Penyungsungan Betara Ngerurah

Merupakan tempat pemujaan/bersemayamnya Ratu Ngurah. Terbuat dari bahan bata dan tanpa atap.

  • Bale Banten

Tempat menyiapkan sarana ritual upacara di pura ini, terletak di sebelah timur,bentuknya empat persegi panjang, bertiang   enam, atapnya berbentuk limasan terbuat dari genteng, berlantai batu bata dengan tinggi 60 cm dari tanah.

  • Bale Pararianan

Merupakan tempat peristirahatan (pesanekan) dan tempat untuk mempersiapkan sesajen yang akan dipersembahkan. Bentuknya empat persegi panjang, bertiang enam, atapnya berbentuk limasan dari genteng, dan lantainya terbuat dari batu bata dengan tinggi 50 cm dari tanah.

  • Bale Pawedaan

Berfungsi sebagai tempat pendeta memimpin upacara. Bentuknya empat persegi panjang, bertiang enam dan ditunjang oleh empat buah pilar dari  bata yang diplester semen dan kapur serta dibatasi masing-masing oleh empat buah tiang kayu. Atapnya terbuat dari genteng, sedangkan atap serambinya dari seng. Lantainya terbuat dari batu bata.

  • Kompleks Kemaliq
Kompleks Pemaliq Lingsar

Kompleks ini dikelilingi oleh tembok  bata, di sisi sebelah barat terdapat pintu utama/kori agung (pemedal). Di sisi sebelah selatan terdapat dua buah pintu untuk menuju ke Kompleks Pesiraman. Adapun bangunan atau pelinggih yang terdapat di Komplek Kemaliq ini antara lain:

  • Pelinggih Penyungsungan Bethara Gde Lingsar (Bethara Lingsir)

Bentuknya berdenah segi empat dengan dinding keliling dari  bata setinggi 1,50 m. Terdapat sebuah pintu masuk di sebelah selatannya. Bangunan ini dibuat dengan atap dari ijuk. Disini tampak banyak batu-batu yang dibungkus kain putih yang disebut petaulanatau pratina. Konon orang-orang yang datang bersembahyang/berziarah untuk memohon sesuatu, jika terkabul mereka akan datang kembali dengan membawa batu yang diletakkan dalam bangunan ini. Jumlahnya dua buah dan menempel pada tembok keliling di sebelah timur, bagi umat Hindu. Sedangkan bagi umat Sasak berkeyakinan bahwa petaulan adalah sebagai sarana “tali penghubung” yang secara hakekat berarti tempat menghubungi Al-Malik Allah SWT atau tempat bermunajat atau berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

  • Bangunan Sakepat

Bangunan ini berjumlah dua buah dengan masing-masing tiangnya berjumlah empat buah, bangunan ini terletak di sebelah barat dan timur. Bale sekepat yang terletak di timur dengan atap genteng, berlantai batu bata setinggi 30 cm dari tanah. Bale Sakepat yang berada barat digunakan sebagai tempat pawedaan dalam prosesi upacara dan tempat Pendeta memimpin upacara, sedangkan Bale Sekepat yang berada di sebelah timur digunakan sebagai tempat banten dan sarana upacara lainnya.

  • Bale Pesanekan

Bangunan yang difungsi sebagai tempat peristirahatan bagi umat (Hindu dan Sasak) yang akan melaksanakan persembahyang di Komplek Kemaliq.

  • Kompleks Pesiraman

Kompleks Pesiraman ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pesiramanlaki-laki (permandian untuk kaum laki-laki) dan pesiramanperempuan (permandian untuk kaum wanita). Sewaktu Kerajaan Karangasem-Lombok masih berkuasa, raja dan keluarganya mandi di komplekpesiraman ini sebelum melakukan persembahyangan. Komplek ini dikelilingi oleh tembok dengan tinggi 2 meter yang terbuat dari  bata dan di bagian sebelah baratnya terdapat sebuah pintu masuk. Di dalam kompleks pesiraman ini terdapat pelinggih/bangunan dan pesiraman/pancuran, yaitu :

  • Pelinggih Bhatara Bagus Belian

Pelinggih ini berjumlah lima buah di tempat pesiraman laki-laki dan empat buah di tempat pesiraman wanita. Kedua kelompok pelinggih ini letaknya agak di bawah, berbentuk empat persegi panjang dengan dinding dan lantai dari  bata. Pada bagian selatan bangunan ini terdapat tangga naik untuk menuju halaman pura.

  • Pesiraman/Pancuran

Pesiraman atau pancuran ini berjumlah dua buah, yaitu disebelah timur dan barat yang masing-masing dilengkapi dengan  sembilan buah pancuran. Pesiraman/pancuran disebelah timur diperuntukan untuk  laki-laki dan yang  disebelah barat diperuntukan untuk perempuan. Kedua pancuran tersebut dimanfaatkan oleh setiap orang yang ingin membersihkan diri sebelum melakukan persembahyangan.

Data Sejarah

Sulit dipercaya, bahwa dua  umat yang memiliki latar belakang etnis, kultur dan keyakinan agama, dapat hidup berdampingan didalam melaksanakan ritusnya masing-masing dan perbedaan bagi mereka adalah sesuatu yang wajar dan logis dan dirasakan sebagai sebuah hikmah dari Tuhan Yang Maha Esa, karena perbedaan akan membuat mereka menjadi saling mengenal dan kemudian menghormati keyakinan satu sama lain.

Keharmonisan tersebut di atas merupakan gambaran dari kerukunan antar umat beragama (Hindu dan Islam) yang terdapat di Desa Linggsar, Lombok Barat. Dimana kedua umat beragama tersebut masih memanfaatkan Pura/Kemaliq Taman Lingsar untuk kepentingan ritualnya masing-masing. Pura Lingsar didirikan pada tahun 1580 caka oleh Anak Agung Ketut Karangasem. Pura tersebut diberi nama Pura Lingsar  Ulon. Kemudian pada Tahun 1681 Caka pada saat berkuasanya Anak Agung Ngurah, beliau mendirikan  pula pura Lingsar yang diberi nama Pura Lingsar Gaduh yang letaknya lebih kurang 100 meter arah Barat Pura Lingsar Ulon. Pura Lingsar Gaduh yang didirikan oleh Anak Agung Ngurah tersebut di atas secara hakekat, fungsi dan sifatnya tidak berbeda dengan Pura Lingsar Ulon yang didirikan oleh Anak Agung Ketut Karangasem karenanya Pura Lingsar Gaduh dapat pula dikatakan sebagai duplikat dari Pura Lingsar Ulon.

Sebagai tanda atau yang menjadi ciri khas Pura Lingsar adalah adanya mata air yang sangat besar dan melimpah. Dalam bahasa Sasak mata air itu disebut “Aikmual”,“Aik” berarti air dan “Mual,” berarti melimpah ke luar. Oleh karena itu pura Lingsar sering disebut juga dengan Pura Aikmual. Sedangkan nama Lingsar sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu “Ling” berarti sabda dan “sar” berarti jelas atau sah. Sejarahnya, bahwa di tempat Pura Lingsar Ulon yang sekarang, Anak Agung Ketut Karangasem melakukan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh seorang Pemuka Agama Hindu yang bernama Ida Ketut Sebali untuk mohon keselamatan dan kesejahteraan masyarakat dan negara. Atas kesungguhan atau kemantapan persembahyangan yang dilakukan itu, maka permohonan keselamatan dan kesejahteraan tersebut dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dalam wujud ’’pawisik’’ (sabda) yang menyatakan bahwa apa yang dimohon itu mendapat restu yang jelas/atau sah. Oleh karena itu di tempat ini dibangunlah pura yang diberi nama Pura Lingsar Ulon. Sedangkan Kemaliq berasal dari kata “Maliq” yang dalam bahasa Sasak berarti keramat atau suci. Disitulah suku Sasak yang mengikuti ajaran yang diberikan oleh Pangeran Sangupati ( waktu Telu) melakukan persembahyangan bersama-sama umat Hindu.

Pura Lingsar mempunyai sejarah yang lebih tua dari Taman Mayura dan Narmada terkait dengan kedatangan ekspedisi Anglurah Ketut Karangasem sewaktu mengalahkan Datuk Seleparang dan Datu Pejanggik. Sejak itu Anglurah Ketut Karangasem beserta iringannya sujud muspa di Gunung Pangsung, disana beliau mendapat tambahan laskar bala samar, yang berpakaian serba poleng. Hari itu kebetulan hari Selasa Kliwon Prangbakat, dan hari ini dipergunakan sebagai hari  pujawali Pura Gunung Pangsung, disaat itu semua tunggul dan perhiasan yang dipergunakan memakai kain poleng. Sewaktu sedang khusuknya melaksanakan samadhi Anglurah Ketut Karangasem mendapat petunjuk untuk menuju ke sebuah mata air yang waktu itu disebut “atis toya lingsar” di suatu tempat ke arah timur laut dari Gunung Pangsung. Belum juga Anglurah Ketut Karangasem menemukan mata air yang dicari, sampai di suatu hutan lebat yang kini menjadi Desa Punitan. Disana Anglurah Ketut Karangasem berisitirahat sambil makan jeruk (semage). Akhirnya di daerah ini banyak tumbuh jeruk yang disana disebut semage bali, karena datang dari Bali. Dikala Anglurah Ketut Karangasem duduk termenung memikirkan dimana gerangan letak air lingsar, lalu mendengar suara gemuruh yang tidak begitu jauh rasanya di sebelah selatan dari hutan yang menjadi punitan ini. Kembali Anglurah Ketut Karangasem beserta rombongannya ke selatan, disana menemukan mata air. Anglurah Ketut Karangasem langsung bersamadhi, tiada berapa lama datang seorang wanita mendekat berpakaian serba kuning, dan bersabda: “anda akan mendapatkan apa  yang menjadi tujuan anda”. Lagi di tempat ini mendapatkan tambahan laskar bala samar, yang semuanya berpakaian serba kuning. Di tempat inipun dibangun sebuah pura yang dikala pujawali dipergunakan perhiasan serba kuning. Pura ini dibangun oleh I  Gusti Anglurah Made Karangasem  Dewata di Balik Kapal Mataram kurang lebih tahun 1817, yang kemudian dipugar oleh Raja Mataram Lombok I Gusti Anglurah Ketut Karangasem (Dewata di Rum Mataram) Tahun 1860 (Agung, l991: 192-193).

Demikianlah sejarah berdirinya Pura Lingsar, adalah sebuah Pura yang didirikan oleh Anak Agung Made Karangasem sebagai Raja di Bumi Sasak, yang bertujuan untuk menstanakan dan menghormati Bhatara di Pura Bukit dalam bentuk pelinggih Gaduh di Pura Lingsar, oleh karena itu disebut Lingsar, yang berarti atas kehendak Anak Agung Made Karangasem untuk menstanakan Bhatara Bhatari. Di samping itu di sebelah mata air Lingsar didirikan sebuah pelinggih yang oleh Suku Sasak disebut Kemaliq, tempat pemujaan Hyang Parama Gangga. Disebut Kamaliq, karena tempat ini sangat keramat, karena itulah tempat ini harus diperhatikan.

Data Arkeologi

Data arkeologi adalah data tentang nilai penting bangunan/struktur cagar budaya terhadap sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan serta kebudayaan dan memiliki  tingkat keaslian yang meliputi bahan, bentuk, tata letak dan tehnik pengerjaan, untuk menetapkan layak dan tidaknya bangunan dipugar berdasarkan data yang ada,  selain itu data arkeologi juga meliputi data-data kontesktual yang berhubungan dengan benda-benda cagar budaya yang memiliki keterkaitan dengan suatu situs cagar budaya.

Data arkeologi yang terdapat di Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar dapat kita kelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu yang berupa situs, bangunan, struktur dan benda cagar budaya. Brikut ini akan diuraikan mengenai data arkeologi yang terdapat di Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar, sebagai berikut :

  • Situs Cagar Budaya
Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar

Lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya dan/atau struktur cagar buadaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Berkenaan dengan pengertian situs yang telah disebutkan di atas Pura/Kemaliq Taman Lingsar adalah sebuah situs cagar budaya, karena di dalamnya terdapat benda, bangunan dan struktur cagar budaya yang memiliki nilai penting dalam bidang sejarah dan kebudayaan yang berhubungan dengan masa Kerajaan Lombok.

  • Bangunan Cagar Budaya

Susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap. Adapun bangunan cagar budaya yang terdapat di Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar adalah :

  • Balai Jajar

Balai Jajar atau rumah sejajar ini berjumlah dua buah, masing-masing bangunan ini memiliki bentuk yang sama dan sebangun. Bangunan Balai Jajar ini memiliki delapan buah tiang dan beratapkan seng.  Satu buah terletak di utara dan berfungsi sebagai tempat kegiatan berkesenian bagi umat Hindu pada saat berlansungnya upacara piodalan. Satu buah Balai Jajar lagi berfungsi sebagai tempat berkesenian bagi warga Suku Sasak. Secara umum kedua buah bangunan ini memiliki makna simbolis bahwa antara Suku Bali dan Suku Sasak duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dan tiap-tiap warga kerajaan memiliki hak, kewajiban dan kedudukan sosial yang sama dan harus senantiasa hidup rukun dan damai.

  • Bale Pengodal (Bale Pebantenan)

Bangunan ini berdiri di sisi barat laut jeroan pura. Bagian dasar bangunan mempergunakan pasangan batu dengan masing-masing sudut dihias keramik Cina, yang sebagian telah hilang, bagian lantai menggunakan ubin berbahan terakota. Tiang bangunan berjumlah enam buah  dan terdapat balai untuk menaruh sesajen.

  • Pelinggih Bhatara Lingsir

Berupa bangunan bertiang sembilan (saka sanga). Dasar bangunan berbentuk segi empat berbahan bata yang dikombinasikan dengan ornamen yang berupa keramik-keramik Cina dan pahatan tokoh pewayangan. Dibagian depan dasar terdapat anak tangga yang diapit oleh dua buah arca penjaga. Tiang bangunan berjumlah sembilan buah dengan umpak berhias pahatan kekarangan. Bangunan ini merupakan pesimpangan Gaduh, sebagai penyungsungan Bhatara Bukit Karangasem.

  • Pelinggih Bhatara Gunung Rinjani

Berupa bangunan bertiang empat (saka pat). Dasar bangunan terdiri atas dua undakan, berbentuk segi empat berbahan bata yang dikombinasikan dengan ornament berupa keramik Cina dan pahatan tokoh pewayangan.

  • Bale Pengodal (Bale Pebantenan)

Bangunan ini berdiri di sisi timur laut jeroan pura. Bagian dasar bangunan mempergunakan pasangan batu dengan masing-masing sudut dihias dengan ornamen berupa keramik Cina (sebagian keramik telah hilang). Bagian lantai menggunakan ubin berbahan terakota dan tiang bangunan berjumlah enam buah.

  • Bale Pererenan

Bangunan ini terletak di sisi barat daya jeroan pura. Bagian dasar bangunan mempergunakan pasangan batu dan lantai menggunakan ubin berbahan terakota. Tiang bangunan berjumlah enam buah dengan menggunakan bahan kayu.

  • Bale Pewedan (Bale Payogan)

Berupa bangunan dengan jumlah tiang berjumlah delapan belas buah, beratapkan perpaduan antara genteng dan seng. Lantai terbuat dari bata, terdiri dari dua tingkatan, pada tingkat pertama lantai terdapat sepuluh tiang sebagai penyangga atap bangunan yang berbahan seng (emper). Pada tingkatan kedua bangunan ini terdapat delapan tiang sebagai penyangga atap bangunan bagian tengah yang terbuat dari bahan genteng.

  • Bale Pererenan

Bangunan ini terletak di sisi tenggara jeroan pura. Bagian dasar bangunan mempergunakan pasangan batu dan lantai menggunakan ubin berbahan terakota. Tiang bangunan berjumlah enam buah dengan menggunakan bahan kayu.

  • Struktur Cagar Budaya
  • Gapura (Kori Agung)

Gapura ini merupakan pintu masuk utama ke areal jeroan Pura Gaduh. Secara horizontal  gapura ini terdiri   terdiri atas bagian pengawak dan pengapit, sedangkan secara vertikal gapura ini terdiri dari bagian kaki, badan dan atap. Pada bagian depan (barat) terdapat nak tangga sebagai akses masuk yang diapit oleh dua arca dwarapala.

  • Padmasana

Padmasana ini secara vertikal terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kaki, badan dan puncak. Bagian kaki berupa bebaturan, berbentuk persegi empat dengan keempat sisi dihiasi dengan ornamen berupa keramik Cina dan relief tokoh pewayangan. Bagian badan Padmasana berbentuk persegi dengan pepalihan pada sisi depan, kiri dan kanan, sedangkan pada sisi belakang dibuat polos tanpa pepalihan. Bagian puncak Padmasana dibuat terbuka, berbentuk seperti singasana. Bagian puncak ini dihiasi dengan ornamen berupa suluran daun dan bunga serta keramik-keramik Cina.

  • Kolam Kembar

Kedua kolam dibuat dengan ukuran dan bentuk yang sama dan masing-masing memiliki sebuah arca pada sisinya. Kedua kolam ini barada  di areal jaba sisi, mengapit jalan setapak yang menuju ke madya mandala  Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar.

  • Pesiraman Pancuran Empat

Pesiraman ini memiliki bentuk denah berbentuk persegi empat panjang, dan memiliki empat buah pancuran yang difungsikan untuk kegiatan membersihkan diri bagi umat sebelum melakukan persembahyangan. Untuk memasuki area pesiraman ini dapat melalui sebuah pintu masuk yang terdapat di sisi selatan area Kemaliq.

  • Pesiraman Pancuran Lima

Sama halnya dengan pesiraman pancuran empat, pesiraman pancuran lima ini juga memiliki bentuk denah persegi empat panjang, dengan lima buah pancuran. Fungsi dari pancuran ini adalah untuk membersihkan diri bagi para umat sebelum melaksanakan persembahyangan. Untuk memasuki area pesiraman pancuran lima ini dapat memlaui sebuah pintu masuk berupa gapura  yang terdapat di areal bencingah.

  • Pesiraman Pancuran Sembilan

Disebut pula Pancuran Siwa, dan jumlahnya dua buah. Satu untuk laki-laki dan satu lagi untuk perempuan. Pancuran yang berjumlah sembilan ini memiliki makna sebagai jumlah kewalian yang dipercaya keramat.

  • Kolam/Bendungan

Kolam/bendungan  ini terletak di bagian barat daya area Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar, airnya bersumber dari mata air yang terdapat pada kolam Kemaliq. Kolam /bendungan merupakan warisan peninggalan jaman pemerintahan raja-raja masa kerajaan terdahulu.

  • Benda Cagar Budaya
  • Batu Alam

Batu alam ini ditempatkan di bangunan Kemaliq, berjumlah dua puluh tujuh dan diletakkan berjejer arah utara-selatan. Seluruh batu alam ini memiliki bentuk yang tidak beraturan.   

  • Batu Ulekan

Terdiri dari batu induk dan batu anak ulekan. Batu ini difungsikan untuk menumbuk sesuatu terkait dengan ritual yang dilaksanakan di Kemaliq.

  • Batu Ulekan

Terdiri dari batu induk dan batu anak ulekan. Batu ini difungsikan untuk menumbuk sesuatu terkait dengan ritual yang dilaksanakan di Kemaliq.

  • Batu Alam

Batu alam ini terdapat di  pesiram  pancuran lima, berjumlah tiga buah dengan bentuk yang tidak beraturan.

Data Teknis

Studi Teknis adalah kegiatan pengumpulan dan pengolahan data bangunan cagar budaya setelah dinyatakan layak dipugar dalam rangka menetapkan tata cara dan teknik pelaksanaan pemugarannya. Salah satu aspek data yang menjadi penilaian dalam kegiatan ini adalah data teknis bangunan cagar budaya yang menjadi sasaran kegiatan. Dimana secara harfiah data teknis ini dapat didefinisikan sebagai data tentang kondisi teknis dan tingkat kerusakan bangunan/struktur cagar budaya serta lingkungannya, untuk menetapkan perencanaan pemugaran  atas dasar pertimbangan teknis. Lebih jelasnya mengenai data teknis saluran air Kemaliq Situs Pura/Kemaliq akan diuraikan sebagai berikut :

  • Data Teknis Kolam Kemaliq

Kolam Kemaliq ini biasa juga disebut dengan nama Telaga Ageng atau Aik Mual, merupakan struktur yang terbuat perpaduan antara bata dan batu alam. Batu alam menempati bagian bawah struktur kolam ini, sedangkan struktur bata terletak pada dinding-dinding kolam bagian atas. Denah Kolam Kemaliq ini berbentu persegi empat panjang dengan ukuran panjan 468 cm, lebar 350 cm dan kedalaman sekitar 155 cm. Pintu masuk menuju ke areal Kolam Kemaliq terdapat di sebelah selatan dan secara keseluruhan areal Kolam Kemaliq  dikelilingi dengan tembok penyengker yang terbuat dari bahan bata dengan perekat campuran pasir dan kapur serta pengacian dengan bahan yang sama.

Kolam Kemaliq Taman Lingsar ini merupakan sebuah mata air yang memiliki debit yang sangat besar, karena sampai saat inipun airnya banyak dimanfaatkan untuk kepentingan masyrakat Lingsar secara keseluruhan. Hal ini juga diperkuat dengan keterangan dari para pemuka atau pengurus Pura/Kemaliq taman Lingsar yang memberikan keterangan bahwa untuk mengatasi luapan mata air ini supaya tidak sampai meluap ke areal Kemaliq mata air ini ditutup dengan ijuk dan batu-batu kali. Hal lain yang membuktikan tentang besarnya debit air yang keluar dari Kolam Kemaliq Taman Lingsar ini adalah dengan banyaknya pembagian air, dimana air Kolam Kemaliq Taman Lingsar ini dibagi menjadi empat saluran, yaitu : 1) saluran air yang menuju ke pancuran delapan, yang merupakan tempat pemandian untuk laki-laki, 2) saluran air yang menuju ke pancuran delapan, yang diperuntukan untuk pemandian perempuan, 3) saluran air yang menuju ke tempat pengelukatan atau pembersihan sebelum umat melaksanakan ritual keagamaan dan 4) saluran air yang menuju ke kolam/waduk yang terdapat di sebelah selatan Kemaliq Taman Lingsar.

Secara umum kondisi Kolam Kemaliq Taman Lingsar ini sudah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan yang disebabkan oleh berbagai factor, adapun faktor penyebab gejala kerusakan dan pelapukan ini antara lain adalah pengaruh alam, teknologi pengerjaan pada masa lalu dan kwalitas bahan yang kurang baik. Visualisasi gejala kerusakan dan pelapukan ini antara lain berupa aus, melesak, pecah-pecah mikro dan tumbuhnya berbagai jasad-jasad organik yang berupa moss, algae dan lichen.

  • Data Teknis Saluran Air Kolam Kemaliq.

Saluran Air Kolam Kemalig ini berada di sisi barat kolam, berada di bawah tanah dengan melewati tembok keliling areal Kemaliq sisi barat. Panjang saluran ini 790 cm dengan lebar 40 cm dan kedalaman sekitar 140 cm. Struktur saluran air Kolam kemaliq ini terbuat dari susunan perpaduan antara batu kali dan bata. Struktur batu kali terdapat pada bagian bawah dan dilanjutkan dengan struktur susunan bata. Bata struktur ini memiliki ukuaran yang agak besar, tidak seperti umumnya bata sekarang. Adapun ukuran bata struktur saluran air Kolam Kemaliq ini adalah panjang 35 cm, lebar 20 cm dan tebal 8 cm. Selain komponen bata yang telah disebutkan di atas, komponen lain yang menjadi bagian dari saluran air Kolam Kemaliq ini adalah dengan adanya pintu air yang terbuat dari besi. Pintu air ini berfungsi sebagai pengatur keluaran air yang akan menuju keluar dari Kolam Kemaliq. Komponen lain yang ada pada saluran air ini adalah dengan ditempatkannya ijuk dan batu-batu kali untuk meminimalisasi besarnya debit air dari mata air Kolam Kemaliq ini.

Hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa saluran air ini telah mengalami berbagai gejala kerusakan dan pelapukan, yang antara lain berupa kerusakan mekanis, pelapukan chemis, pelapukan fisis dan pelapukan biologi. Faktor penyebab gejala kerusakan dan pelapukan ini adalah factor internal dan factor eksternal, yang antara lain disebabkan oleh: kondisi daya dukung tanah yang telah menurun, debit air Kolam Kemaliq besar yang membuat struktur saluaran air Kolam Kemaliq ini tergerus, adanya kepiting dan ikan-ikan yang hidup disaluaran air tersebut, fluktuasi suhu lingkungan mikro Situs Pura/Kemaliq yang berubah secara continue dan juga faktor adanya jasad-jasad organik (moss, algae dan lichen). Visualisasi dari gejala kerusakan dan pelapukan ini adalah adanya struktur saluran air Kolam Kemaliq yang mengalami retak, pecah dan aus serta kondisi pintu air yang terbuat dari besi telah mengalami korosi. Kondisi saluran air Kolam Kemaliq yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan apabila tidak segara ditangani dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kondisi dari tembok keliling areal kemaliq Lingsar, karena akan membuat pondasi dari tembok keliling ini tergerus oleh besarnya air yang lewat di bawah struktur tembok keliling ini.

Data Keterawatan

Gejala kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada saluran air Kolam Kemaliq ini disebabkan oleh faktor internal dan external, antara lain disebabkan oleh besarnya debit air yang melalui saluran ini dan adanya binatang (kepiting dan ikan) yang hidup pada saluran air ini menambah kerusakan dan pelapukan lebih lanjut. Selain kerusakan dan pelapukan yang disebabkan oleh faktor di atas, saluran   ini juga  adanya pertumbuhan jasad-jasad oganik yang  juga merupakan faktor penyebab kerusakan dan pelapukan pada  cagar budaya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bangunan saluran air Kolam Kemaliq  ini  telah mengalami empat jenis gejala keusakan dan pelapukan, yaitu: kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan chemis dan pelapukan biologis.

Kondisi Fisik dan Data Kerusakan

  • Kerusakan Struktural

Suatu kondisi yang tidak utuh , tidak sempurna yang terjadi pada unsur-unsur struktural suatu bangunan cagar budaya.Unsur-unsur yang berkaitan dengan aspek struktural suatu bangunan seperti : stabilitas tanah dasar/pondasi, sistem sambungan yang digunakan, jenis atap yang digunakan, kuat tekan, kuat geser dan lain-lain. Pengertian kerusakan struktural bangunan cagar budaya ini berlaku untuk semua jenis bangunan, baik bangunan cagar budaya yang berbahan batu, kayu maupun bata.  Data kerusakan struktural sangat berguna untuk menentukan metode dan penyelesaian yang berkaitan dengan perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi dengan memperhatikan faktor penyebab dan proses terjadinya kerusakan tersebut.

  • Kerusakan Arsitektural

Suatu kondisi yang tidak utuh, tidak sempurna yang terjadi pada unsur-unsur arsitektural suatu bangunan cagar budaya. Unsur-unsur yang berkaitan dengan aspek arsitektural suatu bangunan adalah meliputi unsur-unsur dekoratif, relief, umpak dan lain-lain. Data-data kerusakan arsitektural ditinjau dari kelengkapan unsur atau komponen bangunan yang masih asli, yang telah diganti/diubah, dan bagian dari bangunan yang hilang berdasarkan pendekatan keaslian bentuk arsitekturnya. Data identifikasi kerusakan arsitektural digunakan untuk menentukan    langkah-langkah pemulihan aspek arsitektur suatu bangunan berdasar pada prinsip-prinsip dan kaidah pemugaran

  • Faktor Penyebab Kerusakan dan Pelapukan

Berdasarkan sifat-sifatnya, faktor yang memicu proses degradasi bahan pada cagar budaya dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor perencanaan  (teknologi pembuatan) dan faktor menurunnya rasio kwalitas bahan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor lingkungan seperti iklim, air, biologis (mikroorganisme), bencana alam dan vandalisme (manusia).

Dari segi bentuknya, bentuk degradasi yang terjadi pada bangunan cagar budaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan dan pelapukan. Kerusakan dan pelapukan mempunyai pengertian yang hampir sama, tetapi secara teknis istilah tersebut dapat dibedakan. Dimana yang dimaksud dengan kerusakan adalah perubahan yang terjadi pada bangunan cagar budaya yang tidak disertai dengan perubahan sifat-sifat fisik dan kimiawi, sedangkan pelapukan adalah perubahan yang terjadi pada bangunan cagar budaya yang disertai dengan adanya perubahan sifat-sifat fisik dan kimiawinya.  Hasil pengamatan/observasi yang dilakukan maka teridentifikasi proses kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada saluran air Kolam Kemaliq  adalah sebagai berikut :

  • Kerusakan Mekanis

Merupakan kerusakan yang dapat dilihat secara visual berupa retak, pecah dan patah. Kerusakan ini juga terkait dengan kondisi lingkungan bangunan cagar budaya terutama fluktuasi suhu udara, disamping tidak terlepas  dari gaya statis maupun gaya dinamis yang diterima oleh sebuah bangunan. Yang dimaksud dengan gaya statis adalah adanya tekanan beban dari atas terhadap lapisan batu di bawahnya, sedangkan yang dimaksud dengan gaya dinamis adalah suatu gaya yang dipengaruhi oleh faktor luar  (eksternal), seperti getaran gempa bumi (faktor alam). Kerusakan mekanis secara keseluruhan pada kolam dan saluran air Kolam Kemaliq  mencapai prosentase kurang lebih 15% dari keseluruhan permukaan bidangnya.  Visualisasi dari gejala kerusakan mekanis ini adalah berupa retak, pecah, aus dan melesak.

  • Pelapukan  Fisis

Merupakan pelapukan yang disebabkan oleh iklim dimana bangunan cagar budaya itu berada,  baik secara mikro maupun secara makro. Unsur iklim, suhu dan kelembaban merupakan faktor utamanya, besarnya amplitudo suhu dan kelembaban baik itu siang maupun malam hari akan sangat memicu terjadinya pelapukan secara fisis. Pelapukan  secara fisis yang terjadi pada kolam dan saluran air Kolam Kemaliq antara lain berupa aus pada beberapa bagian  permukaan bidangnya. Semua gejala pelapukan fisis yang nampak ini kemungkinan disebabkan oleh faktor besarnya debit air yang mengalir dari kolam menuju ke saluran pembuangan yang mengarah ke luar menuju pembuangan yang berupa kolam besar yang berada di luar areal Kemaliq  dan pengaruh air hujan. Pelapukan fisis secara keseluruhan pada kolam dan saluran air Kolam Kemaliq ini  mencapai prosentase kurang lebih 30% dari keseluruhan permukaan bidangnya.  Visualisasi dari gejala pelapukan fisis  ini adalah berupa  pengelupasan permukaan dan rapur pada bidang permukaan komponen kolam dan komponen struktur saluran air Kolam Kemaliq serta terjadinya korosi pada pintu air yang terbuat dari besi.

  • Pelapukan Chemis

Pelapukan yang terjadi pada bangunan/struktur  cagar budaya sebagai akibat dari proses atau reaksi kimiawi. Dalam proses ini faktor yang berperan adalah air, penguapan dan suhu. Air hujan dapat melapukan benda melalui proses oksidasi, karbonatisasi, sulfatasi dan hidrolisa. Gejala-gejala yang nampak pada pelapukan ini adalah berupa penggaraman. Prosentase gejala pelapukan chemis yang terjadi pada kolam dan saluran air Kolam Kemaliq ini relatif kecil,  kira-kira hanya mencapai 10% dari keseluruhan permukaan bidangnya.

  • Pelapukan Biologis

Pelapukan pada material bangunan/struktur  cagar budaya yang disebabkan oleh adanya kegiatan mikroorganisme, seperti pertumbuhan jasad-jasad organik berupa lichen, moss, algae dan pertumbuhan perdu. Gejala yang nampak pada kerusakan ini adalah berupa diskomposisi struktur material, pelarutan unsur dan mineral, adanya noda pada permukaan material dan sebagainya. Prosentase pelapukan biologis yang nampak pada kolam dan saluran air Kolam Kemaliq ini  mencapai prosentase sekitar  85% dari keseluruhan permukaan bidangnya.

  • Faktor Penyebab Kerusakan dan Pelapukan
  • Faktor Internal

Faktor internal meliputi faktor perencanaan  (teknologi pembuatan), faktor menurunnya rasio kwalitas bahan  serta letak atau posisi bangunan. Bangunan yang dibuat dengan perencanaan atau teknologi yang baik akan memiliki daya tahan yang baik serta dapat mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh faktor mekanis dan fisik. Bangunan yang dibuat dengan bahan yang kwalitasnya jelek akan cepat mengalami kerusakan sedangkan bangunan yang dibuat dengan bahan yang bagus akan bertahan lebih lama dari berbagai macam kerusakan dan pelapukan serta tanah tempat suatu bangunan cagar budaya berdiri juga mempengaruhi kelestarian material bangunan. Tanah yang memiliki sifat rentan terhadap faktor air, daya tahannya akan mudah menurun sehingga menyebabkan kondisi bangunan tidak stabil.  

  • Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang meliputi faktor fisis (suhu, kelembaban, hujan), faktor biologis, faktor kimiawi, bencana alam serta faktor manusia (vandalisme). Pengaruh suhu dan kelembaban yang yang tinggi dan berubah-ubah akan mengakibatkan suatu bangunan cagar budaya kondisinya tidak stabil, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan dan pelapukan. Air hujan juga akan menyebabkan kelembaban pada bangunan cagar budaya akan meningkat yang pada akhirnya akan merangsang tumbuhnya jasad–jasad organik pada permukaan material cagar budaya yang pada akhirnya juga akan menimbulkan kerusakan dan pelapukan. Faktor eksternal penyebab kerusakan dan pelapukan pada bangunan cagar budaya sangat sulit untuk dihindari, apalagi terhadap bangunan cagar budaya yang terdapat di alam terbuka.

Rencana Program

Dalam UU No 11 Tentang Cagar Budaya  Tahun 2010, pasal 1 ayat 28, disebutkan pemugaran adalah upaya pengembalian konsi fisik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur cagar budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. 

Berdasrkan  hasil observasi di lapangan dapat diketahui bahwa kolam dan saluran air Kolam Kemaliq Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini  telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan pada beberapa bagiannya.

Analisa terhadap data-data yang berhasil dikumpulkan selama pelaksanaan kegiatan studi teknis arkeologi di  kolam dan saluran air Kolam Kemaliq Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar dicapailah suatu kesimpulan rencana pelaksanaan pemugaran terhadap struktur cagar budaya ini, yakni pemugaran  akan dilaksanakan dengan  mengunakan metode konsolidasi/parsial, yakni   pemugaran dengan cara melakukan penggantian pada komponen-komponen bangunan yang rusak saja. Adapun perencanaan pelaksanaan pemugaran terhadap kolam dan saluran air Kolam Kemaliq Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini meliputi perbaikan terhadap komponen-komponen dinding kolam yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan, perbaikan terhadap bagian pondasi saluran air yang amblas, retak dan pecah dan  tembok keliling yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. 

Berdasarkan hal tersebut dalam rencana pelaksanan pemugaran, mengingat fungsi Kolam Kemaliq, disamping sebagai tempat melaksanakan ritual keagamaan juga berfungsi sebagai sumber mata air untuk kepentingan masyarakat umum serta mengingat nilai penting Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar dan melihat kondisinya sekarang maka disusunlah rencana penanganan pemugarannya sebagai berikut :

Rencana Penanganan Pemugaran

Pekerjaan Persiapan:

  • Pekerjaan Pembersihan Obyek

Mengawali kegiatan pemugaran dilakukan upaya pembersihan areal kerja dari hal-hal yang mengganggu aktivitas pemugaran. Pembersihan lapangan meliputi : pembersihan lingkungan situs dan pembersihan pada obyek pemugaran.

Pekerjaan Pembongkaran :

  • Pekerjaan Pengeringan dan Pembersihan Dinding  Kolam Kemaliq

Kolam Kemaliq Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini memiliki jumlah debit air yang sangat besar, yang pemanfaatannya tidak hanya untuk kepentingan ritual keagamaan saja, tetapi juga dimanfaatkan untuk kepentingan irigasi di Desa Lingsar. Mengingat akan banyaknya kegunaan air yang bersumber dari mata air kolam ini dan melihat kondisi saluran pembuangannya telah mengalami kebocoran sehingga menyebabkan banyak air yang terbuang ke waduk yang berada di luar areal Kemaliq Linggsar. Dengan adanya kebocoran yang cukup besar dan mengalir ke waduk membuat aliaran air yang menuju ke kolam laki-laki dan kolam perempuan menjadi kecil.  Maka perlu kiranya hal ini mendapatkan upaya penanganan, sehingga struktur saluran air kolam ini dapat dikembalikan seperti semula.

  • Pekerjaan Penggalian Saluran Air

Saluran air Kolam Kemaliq ini berada di sisi barat Kolam Kemaliq, berada di bawah tanah dan melewati bagian bawah  tembok. Melihat dari besarnya debit air yang keluar ke waduk yang berada di luar areal Kemaliq Lingsar, hal ini menunjukkan adanya kebocoran pada struktur saluran air ini. Ditambah lagi dengan adanya keterangan dari juru pelihara Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar yang pernah melakukan pengecekan (penggalian) terhadap saluran ini dan menemukan adanya struktur saluran air yang telah mengalami kerusakan. Berkenaan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan pembongkaran terhadap saluran air kolam Kemaliq ini, untuk mengetahui secara pasti gejala kerusakan dan pelapukan yang terjadi. Pembongkaran ini panjangnya mencapai 790 m dan dengan dilakukan pembongkaran ini kiranya nanti dapat direncanakan penananganan perbaikan terhadap saluran air ini.

  • Pekerjaan Pembongkaran Dinding Struktur Saluran Air

Pembongkaran terhadap dinding saluran air ini dilakukan karena merupakan bagian yang  diperkirakan telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Hal ini dapat ini dapat kita ketahui dengan adanya rembesan air dari samping dinding saluran air menuju ke kolam/waduk yang berada di luar areal Kemaliq. Pembongkaran ini dilakukan untuk menentukan langkah-langkah perbaikannya.

  • Pekerjaan Pembongkaran Pondasi Saluran Air

Pondasi saluran air ini merupakan struktur yang terbuat dari perpaduan antara batu kali dan bata. Keterangan dari juru peliahara Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar menyebutkan bahwa bagian pondasi saluran air ini telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan sehingga air yang mengalir banyak yang menuju ke waduk/kolam.

  • Pekerjaan Pembongkaran Pintu air

Pintu air ini terletak di sisi sebelah barat Kolam Kemaliq, terbuat dari besi dan berfungsi sebagai pengatur debit air yang keluar dari kolam Kemaliq. Dengan kondisinya yang sekarang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan serta telah diplester dengan semen, sehingga saat ini tidak dapat berfungsi lagi. Dengan dilakukannya perbaikan pada pintu air ini diharapkan akan mampu mengontrol debit air yang keluar dari Kolam Kemaliq menuju ke waduk/kolam yang berada   di luar areal Kemaliq.

Pelaksanaan Pekerjaan Perbaikan (Pemugaran):

  • Pekerjaan Perbaikan Dinding Kolam Kemaliq

Dinding Kolam Kemaliq ini merupakan struktur yang secara keseluruhan terbuat dari bata, dengan kondisi terkini telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Gejala kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada dinding Kolam Kemaliq ini prosentasenya tidak terlalu besar. Adapun gejala kerusakan dan pelapukan yang terjadi berupa kerusakan mekanis, pelapukan fisis dan pelapukan biologi. Terjadi gejala kerusakan dan pelapukan ini disebabkan oleh air dan fluktuasi suhu, dimana visualisasi dari gejala kerusakan dan pelapukan ini berupa retakan-retakan mikro, melesak, penggaraman, rapuh dan tumbuhnya jasad-jasad organik di dinding kolam. Pelaksanaan perbaikan dinding Kolam Kemaliq ini akan dilaksankan secara konsolidasi, dengan mengganti komponen-komponen bata yang telah mengalami keretakan, melesak dan rapuh. Selain itu juga akan dilaksankan pembersihan secara mekanis untuk meminimalisasikan pertumbuhan jasad organik yang tumbuh pada dinding Kolam Kemaliq.

  • Pekerjaan Perbaikan Pondasi Saluran Air Kolam Kemaliq

Pekerjaan perbaikan terhadap pondasi saluran air ini akan dilaksanakan secara keseluruhan, dimana akan dilaksanakan pembongkaran secara keseluruhan atau restorasi. Struktur saluran air ini terbuat dari perpaduan antara batu kali dan bata. Bagian bawah saluran air ini merupakan struktur batu kali yang kemudian ditumpuk dengan struktur bata. Dilakukannya pembongkaran secara menyeluruh ini dilakukan mengingat kondisi pondasi saluran air ini telah mengalami gejala kerusakan yang cukup parah. Untuk memperkuat pondasi ini agar tidak lagi mengalami kebocoran di bawah struktur pondasi ini akan diperkuat dengan mempergunakan kedap air yang berupa araldite.

  • Pekerjaan Perbaikan Dinding Saluran Air Kolam Kemaliq

Sama halnnya dengan bagian pondasi, perbaikan saluran air Kolam Kemaliq ini juga akan dilakukan secara menyeluruh (restorasi). Struktur dinding Kolam Kemaliq ini merupakan struktur yang terbuat dari bahan batu kali dan bata. Secara keseluruhan dinding saluran air Kolam Kemaliq ini telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan yang cukup parah, hal ini dapat kita ketahui dengan adanya kebocoran atau rembesan air yang cukup besar. Kebocoran yang terjadi pada dinding saluran air ini menyebabkan debit air yang keluar menuju ke waduk/kolam pembuangan menjadi sangat besar dan akibatnya debit air yang menuju ke kolam laki-laki dan perempuan menjadi sangat kecil. Mengantisipasi hal tersebut maka perbaikan secara menyeluruh terhadap dinding saluran air Kolam Kemaliq ini mutlak sangat diperlukan, dengan juga menambahkan lapisan kedap air (araldite) untuk memperkuat struktur dinding saluran air Kolam Kemaliq.

  • Pekerjaan Pintu air Saluran Kolam Kemaliq

Pintu air saluran Kolam Kemaliq ini berada di sisi sebelah barat dari Kolam Kemaliq, berdekatan dengan tembok keliling areal Kemaliq Lingsar. Pintu air ini terbuat dari besi, dengan keadaan yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Secara umum pintu air ini berfungsi sebagai pengatur debit air yang keluar dari Kolam Kemaliq menuju ke waduk/kolam pembuangan serta ke kolam laki-laki dan perempuan. Dengan kondisinya sekarang yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan sehingga pintu air ini tidak lagi dapat mengatur debit air yang keluar dari Kolam Kemaliq. Berkenaan dengan hal tersebut maka perlu kiranya dilakukan perbaikan secara menyeluruh atau perlu dilakukan penggantian dengan pintu air yang baru.

Pekerjaan Finishing :

  • Pembersihan Sarana dan Prasarana Pemugaran

Setelah selesainya semua pekerjaan pemugaran terhadap saluran air dan Kolam Kemaliq maka perlu upaya pembersihan terhadap sarana dan prasarana yang dipergunakan ketika pelaksanaan pemugaran. Selain dilakukannya upaya pembersihan sarana dan prasarana perlu juga kiranya dilakukan pemadatan tanah di sekitar galian saluran air Kolam Kemaliq, sehingga bisa kembali seperti keadaan semula. Seluruh pekerjaan pembersihan ini berhubungan dengan nilai estetika/keindahan lingkungan areal Kemaliq Taman Lingsar.

  • Penggambaran Purnapugar

Sebagai langkah terakhir dari kegiatan pemugaran saluran air dan Kolam Kemaliq dilakukan penggambaran hasil pemugaran. Gambar ini disebut gambar purnapugar sebagai bentuk pertanggungjawaban pemugaran  secara teknis maupun arkeologis.

Rencana Penanganan Konservasi

Rencana penanganan pemeliharaan yang berupa tindakan konservasi yaitu meliputi penentuan prosedur, metode, teknis, bahan, peralatan, tenaga (jumlah kompetensi) dan biaya. Salah satu bentuk penanganan yang direncanakan adalah perawatan secara kuratif. Kegiatan perawatan ini dimaksudkan untuk menanggulangi segala permasalahan kerusakan maupun pelapukan. Dasar yang digunakan dalam kegiatan penanganan ini meliputi perawatan secara tradisional maupun modern.

  • Perawatan Tradisional

Perlakuan konservasi secara tradisional dilakukan dengan mempergunakan peralatan seperti solet, sapu lidi, sikat ijuk, kapi serta peralatan lainnya. Tindakan ini efektif terhadap  pelapukan secara biologis seperti moss, algae dan lichen telah mengering dan mati.  

  • Perawatan Modern

Perawatan yang dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia. Adapun jenis penanganan perawatan modern yang dilakukan adalah : pembersihan mekanis kering, pembersihan chemis, konsolidasi perbaikan, pengawetan dan sterilisasi.

Berikut ini akan diuraikan tentang bagaimana kegiatan perawatan secara modern dilaksanakan :

  • Pembersihan Mekanis Kering

Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan akumulasi debu, kotoran-kotoran dan endapan-endapan tanah yang banyak terdapat pada bagian dinding Kolam Kemaliq. Pembersihan mekanis kering juga dilaksanakan juga terhadap jasad-jasad organik yang tumbuh pada bagian dinding Kolam Kemaliq. Dalam pelaksanaannya pembersihan mekanis kering dilaksanakan dengan hati-hati dan cermat untuk menghindari adanya pertambahan kerusakan mekanis, terutama pada bagian-bagian yang sudah rapuh.

  • Pembersihan Chemis

Pembersihan chemis dilakukan untuk membersihkan noda-noda yang sulit dibersihkan secara tradisional, seperti kotoran, lichen dan geram-garam yang sudah mengendap. Penggunaan bahan-bahan kimia ini selain untuk pembersihan noda juga diperlukan untuk meminimalisasikan penyebab gejala kerusakan dan pelapukan. Adapun bahan-bahan kimia yang diperlukan dalam usaha ini adalah bahan penolak air (water repelent) seperti Masonceal, Rhodorsil, Silicosol, dan sejenisnya. Namun sebelum mempergunakan bahan-bahan tersebut perlu dilaksanakan pengujian terlebih dahulu untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dampak yang terjadi terhadap obyek yang akan dikonservasi.

  • Konsolidasi

Pelapukan pada dasarnya adalah peristiwa alamiah yang pasti terjadi pada setiap material. Tidak ada cara untuk menghentikannya, usaha yang dapat dilakukan adalah menghambat proses terjadinya. Konservasi BCB pada hakikatnya adalah usaha untuk memperlambat proses pelapukan dan kerusakan. Metode konservasi yang dilakukan harus memperhatikan faktor-faktor penyebab pelapukan, sehingga proses pelapukan dapat dihambat melalui pengendalian faktor-faktor tersebut. Pengendalian faktor penyebab pelapukan dilakukan dengan terencana dan memperhatikan dampak-dampak yang mungkin timbul.  Kegiatan konsolidasi ini dilaksanakan terhadap  bagian-bagian obyek konservasi yang mengalami gejala kerusakan dan pelapukan cukup serius. Pelaksanaan konsolidasi ini akan menggunakan bahan pengganti untuk mengganti komponen lama yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan, sehingga perlu kiranya diperhatikan mengenai kualitas bahan pengganti ini, agar dapat bertahan lama.

  • Pengawetan dan Sterilisasi

Penanganan konservasi bata sangat bervariasi tergantung pada gejala kerusakan dan pelapukan materialnya. Bangunan bata yang tidak mengalami kerusakan serius cukup ditangani dengan perawatan rutin untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Bangunan yang mengalami kerusakan berat perlu ditangani dengan tindakan konservasi yang lebih menyeluruh untuk menghambat kerusakan dan pelapukan yang dapat mengancam kelestarian cagar budaya.

  • Perbaikan

Perbaikan yang dilakukan pada kegiatan ini meliputi seluruh bagian saluran air Kolam Kemaliq yang mengalami kerusakan dan pelapukan. Perbaikan dilakukan secara restorasi, dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip pemugaran cagar budaya, yang meliputi keaslian bentuk, bahan, ukuran, tata letak dan teknik pengerjaannya. Kalaupun pada pelaksanaan pemugaran ini akan dilakukan penggantian sejumlah komponen bata yang sudah tidak dapat dipertahankan lagi, namun dalam penggantian ini diusahakan agar komponen baru ini memiliki kesamaan dengan komponen bata lama, baik itu kualitas maupun ukurannya. Selain itu dalam pelaksanaan pemugaran ini juga akan ditambahkan dengan lapisan kedap air untuk meminimalisasi kebocoran pada struktur saluran air Kolam Kemaliq. Perbaikan lain yang dilakukan secara menyeluruh adalah pada bagian pintu air saluran air Kolam Kemaliq. Pintu air ini terbuat dari besi dan telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan yang cukup parah berupa lapuk dan korosi, sehingga  perlu kiranya dilakukan penggantian dengan pintu air yang baru.

Rencana Penanganan Lingkungan

Hasil pelaksanaan pemugaran terhadap saluran air dan Kolam Kemaliq  adalah berupa harapan untuk dapat mewujudkan kembali keberadaan struktur  cagar budaya tersebut ke dalam bentuk aslinya, berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Pemugaran ini dilaksanakan dengan berdasarkan atas prinsip dan prosedur pemugaran cagar budaya, dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, tata letak serta teknik pengerjaan. Disamping itu hal yang tidak kalah pentingnya selama proses pemugaran ini adalah dengan menugaskan tenaga-tenaga yang sudah berpengalaman dan memiliki kompetensi terhadap pemugaran cagar budaya. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas pemulihan akan struktur dan arsitektur saluran air dan Kolam Kemaliq dapat diwujudkan.

Dalam upaya pelestarian terhadap cagar budaya saluran air dan Kolam Kemaliq setelah dilakukannya pemugaran, perlu diimbangi dengan upaya atau usaha untuk penataan lingkungan, agar keberadaan cagar budaya tersebut tampak serasi atau menyatu dengan lingkungan di sekitarnya. Secara umum kerusakan lingkungan yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu cagar budaya disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Salah satu faktor alam yang dapat mempengaruhi keberadaan cagar budaya adalah  pengaruh air, baik itu yang berupa air tanah maupun air hujan yang tidak dapat dikendalikan, sedangkan faktor manusia yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu cagar budaya adalah pemanfaatan lahan di sekitar cagar budaya yang tidak terkendali. Berkenaan dengan hal tersebut maka usaha penataan lingkungan yang dilaksanakan setelah selesainya pemugaran saluran air dan Kolam Kemaliq antara lain :

  • Pembuatan Saluran Drainase

Pembuatan saluran drainase di sekitar Kolam Kemaliq dimaksudkan sebagai usaha pengendalian genangan air hujan pada saat musim penghujan selain itu pembuatan saluran drainase ini juga untuk meminimalisasi kapilarisasi air tanah naik ke tembok keliling Kolam Kemaliq. Alternatif pembuatan saluran drainase ini adalah dengan membuat saluran ke tempat yang posisinya lebih rendah daripada posisi Kolam Kemaliq.

  • Pertamanan

Penataan taman disekitar Kolam Kemaliq bertujuan untuk memperindah lingkungan di sekeliling Kolam Kemaliq dengan menanam rumput-rumputan.  Penanaman rumput ini diharapkan menampakkan kesan sejuk dan asri serta juga untuk mencegah pengikisan tanah di sekitar Kolam Kemaliq yang mungkin disebabkan oleh air hujan. Untuk menambah keindahan dan keasrian lingkungan di sekitar Kolam Kemaliq dapat pula dilakukan  penanaman pohon-pohon yang berfungsi sebagai perindang.

  • Pemeliharaan Yang Berkesinambungan

Usaha untuk memelihara cagar budaya dan lingkungannya setelah selesainya pelaksanaan pemugaran mutlak harus dilakukan, kerena usaha pemeliharaan yang merupakan usaha preventif lebih baik daripada cagar budaya tersebut terlanjur mengalami keruskan yang berat. Berhubungan dengan hal tersebut peran serta masyarakat dan juru pelihara Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar sangat penting, dan yang tidak kalah pentingnya dalam usaha pemeliharaan suatu cagar budaya adalah koordinasi antara masyarakat dan instansi yang berkompeten dibidang usaha pelestarian cagar budaya.

Kesimpulan

  1. Saluran air Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini merupakan struktur cagar budaya yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang penting. Hal ini berkenaan dengan sejarah keberadaan dan berkuasanya  Anak Agung Made Karangasem sebagai Raja di Bumi Sasak (Lombok).
  2. Saluran air Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini dapat dijadikan sebagai suatu bahan kajian bagi penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan  dalam bidang sejarah, arkeologi, budaya dan arsitektur
  3. Untuk mengantisipasi gejala kerusakan yang terjadi pada struktur cagar budaya saluran air Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar ini perlu kiranya mendapatkan penanganan pemugaran secara parsial (konsolidasi) dan juga penanganan konservasi, sehingga struktur cagar budaya ini  kelestariannya tetap terjaga
  4. Penanganan keadaan lingkungan perlu mendapatkan perhatian, karena dengan keberadaan lingkungan yang asri akan dapat mewujudkan keindahan dan keserasian lingkungan Situs  Pura/Kemaliq Taman Lingsar secara keseluruhan.

Saran

  1. Pelaksanaan pemugaran saluran air Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar, hendaknya dilaksankan sesuai dengan prinsip-prinsip pemugaran cagar budaya, yang meliputi tentang keaslian bentuk, bahan, warna, tata letak serta teknologi pengerjaannya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010  Tentang Cagar Budaya.
  2. Keberadaan struktur cagar budaya saluran air Situs Pura/Kemaliq Taman Lingsar dan benda cagar budaya peninggalan Kerajaan Lombok perlu kiranya diperkenalkan kehadapan khalayak umum, karena ini merupakan hal yang sangat penting bagi kita semua dan merupakan pencerminan jati diri bangsa secara keseluruhan.