Situs Gunung Kawi

0
9737

Situs Gunung Kawi terletak di Banjar Panaka, Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar Bali. Situs ini berjarak sekitar 30 Km dari Kota Denpasar. Secara geografis Situs Gunung Kawi Berada di daerah aliran sungan Pakerisan pada koordinat 80 25’ 22.65” LS, 1150 18’ 45.93” BT, dan pada ketinggian 469 mdpl.

Kompleks Candi Gunung Kawimerupakan salah satu tinggalan arkeologi yang cukup monumental di Bali dan merupakan salah satu bangunan suci masa Bali Kuno yang terletak
di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan. Kompleks Candi Gunung Kawi pertama kali
ditemukan oleh H.T. Damste pada tahun 1920. Penelitian terhadap Kompleks Candi Gunung Kawi sudah dilakukan sejak tahun 1951 oleh J. C. Krygsman dan terus berlangsung hingga saat ini (Kempers 1960, 81). Keberadaan bangunan suci di DAS Pakerisan pernah disebutkan di dalam prasasti, di antaranya adalah Prasasti Batuan yang berangka tahun 944 Saka (1022 Masehi) dan Prasasti Tengkulak A yang berangka tahun 945 Saka (1023 Masehi) yang keduanya dikeluarkan oleh Raja Marakata. (selengkapnya cek link Forum Arkeologi: https://forumarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/fa/article/view/186/148)

Situs Gunung Kawi dapat dikelompokkan menjadi dua yakni kelompok candi tebing dan kelompok ceruk pertapaan. Candi Tebing Gunung Kawi dipahat pada tebing cadas, berjumlah sepuluh candi terdiri atas tiga kelompok yaitu: kelompok lima candi, kelompok empat candi, dan sebuah candi yang dikenal dengan candi ke-sepuluh. Kelompok lima candi terdiri atas lima candi yang dibangun berderet, terletak di sebelah timur sungai Pakerisan menghadap kebarat. Pada candi terbesar (No1 paling utara) terdapat tulisan Kediri Qwadrat “aji lumah ing jalu” artinya raja yang dicandikan di jalu (Pakerisan). pada candi No 2 dari utara terdapat tulisan Kediri Qwadrat “rwa nakira” artinya dua anaknya. Menurut Goris dan Kempers (1957: 25; 1960: 78), candi yang bertuliskan “aji lumah ing jalu” merupakan candi untuk raja Udayana dan candi yang bertuliskan ”rwa nakira” untuk anaknya yakni raja Marakata dan Anak Wungsu.

Kelompok empat candi terdiri atas empat candi yang dibangun berderet terletak di sebelah barat sungai Pakerisan menghadap ke timur berhadapan dengan kelompok lima candi. Sedangkan, candi kesepuluh adalah sebuah candi yang terletak di sebelah barat daya sekitar 500 meter dari kelompok lima candi. Candi kesepuluh ini berada di sebelah barat suangai Pakerisan menghadap ke timur dan tempat ini oleh masyarakat disebut Bukit Gundul. Pada candi ini terdapat tulisan Kediri Qwadrat “rakyan”. Menurut Goris (1957: 25), candi kesepuluh merupakan candi untuk Perdana Menteri (jabatan Rakyan=perdana menteri). Berdasarkan studi paleografi atas tulisan Kediri Qwadrat pada kelompok lima candid an candi kesepuluh, diduga Candi Gunung Kawi dibangun pada abad XI Masehi.

Bangunan ceruk pertapaan adalah berbentuk ceruk-ceruk pertapaan yang dipahat pada tebing cadas. Ceruk ini ada yang dibangun mengelompok da nada yang berderet. Ceruk pertapaan yang mengelompok terletak disebelah selatan kelompok lima candi. Ceruk ini menghadap kebarat dilengkapi dengan sebuah pintu masuk (gapura). Ceruk-ceruk pertapaan ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian utara, bagian tengan, dan bagian selatan. Masing-masing bagian terdapat pintu sebagai penghubung antara ceruk yang satu dengan yang lain. Bagian utara dapat dicapai melalui sebuah pintu yang menghadap ke selatan, di dalamnya terdapat dua ceruk yang berhadap-hadapan. Ceruk utama berbentuk gua dengan pintu masuk menghadap ke barat. Pada bagian dalam ceruk utama terdapat sebuah altar batu yang memanjang.

Salah satu Ceruk di Situs Gunung Kawi

Selanjutnya, pada bagian tengah terdapat lima ceruk yang dibagi menjadi beberapa ruangan, satu ceruk berada di tengah-tengah dikelilingi oleh empat ceruk lainnya yang berada di bagian timur, utara, barat dan selatan dengan posisi berhadap-hadapan. Ceruk pada bagian selatan dapat dicapai dari bagian tengah melalui sebuah pintu dan ceruk ini menghadap ke barat (ke luar). Ceruk pertapaan lainnya, merupakan ceruk yang berderet di sebelah tenggara ceruk pertapaan mengelompok, dikelompok empat candi dan di kelompok candi kesepuluh.

Ceruk pertapaan Gunung Kawi disebut Amarawati. Nama ini terdapat dalam prasasti Tengkulak A (945 Caka) yang dikeluarkan oleh Raja Marakata seperti kutipan berikut:

I.b.

  1. Ingcaka 945 phalguna masa, tithi pancami cukla paksa, pa, ca wara irikadiwasa nikanang karamani songan tambahan sapanambahan
  2. hulukayu dety, manuratang bamna, rama kebayan dangca, mwang tigu, pellet, sutarka, manambah I paduka haji, cri ndharmawangsa wardana marakata pangkaja sano
  3. tunggadewa sambandha ni panambahnya, majar an mula kinon haji dewata sang lumah ring air wka sajalu stri, mangawaya ri sanghyang katyagan ing pakrisan manga
  4. ran ring amarawati, ….. (Ginarsa, 1961: 4).

Artinya:

  1. Tahun Caka 945 bulan palguna, tithi pancami, cukla paksa, paniron, candra (soma), wuku ukir, pada hari itulah para pemimpin Desa Songan Tambahan sewilayahnya, yaitu
  2. kepala kehutanan bernama Ditya, penulisnya bernama Bamana, para kebayan bernama: Dangca, Tiga, Pelet, dan Sutarka, menghadap Sri Paduka Maharaja Dharmawangsa Wardana Marakata Pangkaja Stanotunggadewa.
  3. Adapun sebab mereka menghadap Sri Baginda, adalah hendak menyatakan bahwa mereka sudah dari dulu semenjak pemerintahan suami istri almarhum yang telah dicandikan di Air Wka, sudah ikut masuk pertapaan yang ada di aliran sungai Pakerisan bernama
  4. Asrama Amarawati.

Menurut Goris (1957: 23-24) Asrama Amarawati didirikan oleh raja yang dicandikan di Air Wka yaitu Raja Udayana yang memerintah Bali pada Tahun 979-1011 M (abad X). sesuai dengan data dalam prasasti tersebut, maka Situs Gunung Kawi telah dibangun pada abad X-XI Masehi. Pada abad ke-10 (979-1011 M) Bali diperintah oleh Raja Udayana dan abad ke-11 (1049-1077 M) yang memerintah Bali adalah Anak Wungsu. ketika itu Situs Gunung Kawi berfungsi sebagai media pemujaan terhadap roh leluhur dan sebagai tempat meditasi dan pendidikan agama. Tampaknya pemilihan lokasi DAS dan pemanfaatan lingkungan menjadi salah satu pertimbangan oleh leluhur pada masa lalu dalam pembangunan tempat suci. Dengan demikian Situs Gunung Kawi mencerminkan kearifan lokal dibidang religius magis, pendidikan, dan lingkungan.

Situs Gunung Kawi mencerminkan pula kearifan di bidang iptek dan ekonomi. Kearifan di bidang iptek ditunjukaan olehstrategi nenek moyang dalam melahirkan karya bangunan candi tebing dan ceruk pertapaan yang berada di tebing DAS Pakerisan. pemilihan lahan yang relatif sulit dalam pengerjaannya ini sudah tentu memerlukan pengetahuan dan keterampilan arsitekturan dibidang pengerjaan bangunan yang ada di tepi tebing sungai. Begitu pula teknik pemahatan candi serta ceruk memperlihatkan pengerjaan yang rapid an indah dari tangan-tangan yang trampil dan cekatan.

DAS Pakerisan

Hasil dari pengelolaan sumber air yang ditampung di depan Candi lima dalam suatu kolam kemudian dialirkan lagi kesungan. Melalui manajemen pengelolaan air ini selain difungsikan secara simbolis magis juga bermanfaat secara praktis untuk pengairan sawah. Pengelolaan sumber air yang berbasis pelestarian lingkungan dan simbolis magis ini ternyata berguna pula untuk kesejahteraan masyarakat dalam rangka menunjang kesediaan air untuk irigasi (nilai ekonomi).

Sampai sekarangpun Situs Gunung Kawi digunakan untuk berbagai kepentingan baik untuk kegiatan yang bersifat religius magis, tempat meditasi, pengairan sawah, dan sebagai objek wisata yang menarik. Sebagai cagar budaya yang memiliki nilai penting bagi masyarakat, situs ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya dan juga dilestarikan oleh masyarakat dan pemerintah.