KONSERVASI MERIAM DAN GOA PERTAHANAN PERANG DUNIA KE II DI KECAMATAN ALAK, KOTA KUPANG, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

0
3243

MERIAM ALAK KUPANGKegiatan Evaluasi Konservasi Meriam dan Goa Pertahanan PD II di Kecamatan Alak, Kelurahan Naubaun Delha Kota Kupang dilaksanakan pada 18 s/d 21 Pebruari 2014, terdiri dari :

  1. Ketua Tim                                  : I Gede Wardana
  2. Pengumpul data                       : I Wayan Widiarta
  3. Konservator                               : I Made Pande Parityaksa
  4. Pembantu Konservator           : I Wayan Subawa

Dari Hasil observasi dilapangan, kondisi lingkungan disekitar situs merupakan pemukiman penduduk yang cukup padat. Kalau musim hujan kondisi lingkungan lembab dan didalam goa adanya genangan air hujan yang merendam benda cagar budaya (meriam) dengan kedalaman 27 cm diukur pada permukaan tanah. Bangunan dalam goa mengalami kerusakan terlihat adanyana keretakan yang disebabkan oleh faktor alam dan struktur tanah yang tidak stabil.

KONDISI MERIAM ALAK KUPANG

Di Kelurahan Nun Baun Delha, misalnya, ada 5 (lima) gua peninggalan Jepang. Gua-gua itu juga tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Tiga gua terdapat di wilayah RT 13 RW 07, letaknya saling berdekatan. Gua Jepang tersebut berada di pekarangan milik warga dan ketiganya masih meninggalkan besi tempat meriam di mulut gua. Dalam gua berkisar tiga sampai empat meter dengan lebar mulut gua hampir mencapai dua meter. Di dalam gua yang berhadapan dengan mulut gua, terdapat semacam tembok yang tingginya sekitar 50 cm, sedangkan sisi gua alam dan tidak ada tembok. Di sisi kanan dari gua tersebut terdapat lubang atau terowongan.  Gua yang terletak di lahan milik Keluarga Yacob di bagian depannya dan atas serta bagian kiri kanan terdapat tanaman yang disebut air mata broit. Sementara gua Jepang di pekarangan milik Ibu Helena Dara Nguru bagian depannya lebih bersih dan tidak ada tanaman. Helena Nguru, mengungkapkan pemerintah Kota Kupang tidak pernah memperhatikan gua tersebut. “Kami tahu bahwa itu gua Jepang, dan anak anak sering bermain di dalamnya. Dulu ada semacam besi yang berada di mulut gua tetapi pada tahun 1980-an ada yang datang mengambil besi bagian atas sehingga sekarang ini hanya ada besi yang diduga sebagai tempat untuk menaruh meriam,” ujar Helena Dara Nguru. Selain di pekarangannya, ada juga gua yang terletak di pekarangan milik keluarga Jacob dan Diratome dan ada juga yang berada di RT lainnya. Jumlah semuanya ada lima gua. “Gua gua ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya karena ada terowongan tetapi kami tidak pernah masuk ke dalamnya karena gelap. Kami tidak buat apa-apa terhadap gua tersebut,” ungkapnya. Selain gua, juga ada bungker atau benteng pertahanan yang dibuat tentara Jepang pada masa perang dunia kedua. Umumnya, bungker dibangun di dataran tinggi, menghadap ke laut. Bungker terbuat dari campuran semen. Sampai saat ini, kondisi bungker masih bagus. Bungker dibangun dari dalam tanah dan hanya bagian permukaannya yang sedikit tersembul keluar. Ada bungker yang dibangun dalam tanah dan seluruh bagian permukaannya tertutup tanah. Setiap bangunan atau bentuk bungker dibangun dalam bentuk yang berbeda. Ada bungker yang hanya memiliki satu pintu masuk dan satu buah jendela dan bungker lainnya memiliki dua pintu masuk serta dua buah jendela, mirip seperti lubang angin pada bangunan rumah.  Kelurahan Oesapa merupakan wilayah yang terdapat banyak bungker. Ada enam bungker. Dari enam buah bungker tersebut tiga buah bungker berada dalam satu lokasi yang sangat berdekatan. Dua bungker berada dalam tanah dan satu buah bungker lainya berada di sisi Jalan Adi Sucipto. Jarak antara tiga buah bungker hanya sekitar tiga meter. Bungker di sisi Jalan Adi Sucipto memiliki satu pintu masuk dari depan dan memiliki dua buah lubang angin di bagian samping dan bagian belakang. Lebar dan tinggi pintu masuk sekitar 60 x 60 centimeter (cm). Sedangkan lebar dua buah lubang angin sekitar 20 x 20 Cm. Sementara lebar dan tinggi bungker sekitar 2 x 2 meter, sama lebar dengan bagian dalam bungker. Pintu masuk bungker agak menjorok ke depan sekitar satu meter dari badan bungker. Dua bungker lainnya dibangun di dalam tanah. Bungker ini memiliki dua pintu masuk dan buah jendela. Untuk masuk ke dalam bungker ini harus turun ke dalam tanah, sekitar satu meter lebih. Jarak kedua bungker ini sekitar tiga meter lebih. Satu buah bungker lainnya berada di sisi jalan antara Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) dan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN). Kondisi bungker ini sama seperti bungker yang berada disisi jalan Adi Sucipto. Satu buah bungker lainnya yang berada dalam tanah berada sekitar dua ratus meter dari depan SMAN empat Kupang. Bungker ini hanya memiliki satu pintu masuk tetapi memiliki dan buah jendela. Lebar jendela sekitar 40 x 40 meter. Untuk masuk ke dalam bungker ini harus turun ke dalam tanah dengan kedalaman sekitar satu meter. Sementara satu buah bungker lainnya, berada sisi jalan masuk menuju SMAN empat, sekitar seratus meter dari Jalan Adi Sucipto. Bentuk bangunan bungker ini menyerupai bak air ukuran tiga kali dua meter. Dua buah pintu masuk ke dalam bungker berada di atas permukaan bangunan.

 

Sama seperti situs, bungker dan gua juga luput dari perhatian pemerintah daerah. Yang terlihat dalam bungker hanya batu-batu karang dan kotoran manusia yang sudah mengering. Sementara di bungker lainnya persis di pintu masuk tumbuh beberapa pohon yang menghalangi pintu masuk ke dalam bungker.

sejak ditemukan belum pernah mendapat perawatan, baik secara tradisional maupun secara modern. Dari hasil observasi di lapangan, ditemukan bahwa kondisi meriam tersebut telah mengalami kerusakan sangat parah, yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah hilangnya baut-baut pengunci atau pengait sedangkan faktor kerusakan eksternal disebabkan oleh corat-coret menggunakan cat atau terkena pukulan benda keras. Dalam hal ini, benda keras yang dimaksud adalah alat-alat yang digunakan oleh warga setempat untuk menggarap lahan perkebunan mereka, seperti perkebunan cengkeh, manggis, dan cokelat yang memang banyak terdapat di desa tersebut.

  1. Kondisi Fisik

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, kondisi fisik

Secara umum, faktor yang memicu terjadinya kerusakan dan pelapukan pada goa dan meriam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor kerusakan internal, yaitu terjadinya penurunan kualitas bahan. Sementara itu, faktor kerusakan eksternal disebabkan oleh lingkungan, seperti perubahan cuaca, air, mikroorganisme, bencana alam, dan vandalisme.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada goa dan meriam adalah sebagai berikut.

  • Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis ini dapat berupa retakan, pada dinding goa. Kerusakan mekanis ini disebabkan oleh adanya gaya statis dan gaya dinamis, seperti gempa bumi, tanah longsor, getaran, dan sebagainya. Presentase kerusakan mekanis pada sarkofagus yang ditemukan tersebut, mencapai 35%.

  • Kerusakan Fisis

Kerusakan fisis adalah kerusakan yang disebabkan oleh iklim di tempat tersebut. Penyebab utama kerusakan fisis pada goa dan meriam yang ditemukan adalah suhu dan kelembaban. Efek kerusakan ini adalah munculnya retakan serta terjadinya pengelupasan pada meriam, Presentase kerusakan fisis yang ditemukan mencapai 15%.

Berdasarkan studi konservasi yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai kondisi secara keseluruhan, meriam yang ditemukan telah mengalami kerusakan dan pelapukan yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Untuk menjaga kelestarian terhadap goa dan meriam pertahanan PD II Kecamatan Alak, perlu dilakukan pemeliharaan secara periodik dan kontinyu