Koleksi Tengkorak Kepala Homo Floresiensis Museum Bikon Blewut

0
898

Koleksi tengkorak kepala manusia ini ditemukan tim verhoven sekitar tahun 1965 yang menggali lapisan tanah di beberapa gua alam di seluruh Flores, termasuk gua alam di Liang Bua, Kabupaten Manggarai. Tim verhoven menggali lapisan tanah di gua alam Liang Bua sedalam 4 meter dan menemukan fosil tengkorak dna kerangka manusia.

Koleksi tengkorak kepala Homo Floresiensis ini memiliki warna 5Y8/1 (yellowish gray), memiliki dimensi panjang 19 cm, lebar 14 cm dan tinggi 15 cm. Pada saat dilakukan observasi kondisi subfosil cranium Homo Floresiensis ini giginya tidak ada, bagian dalam tengkorak sangat rapuh serta terdapat sisa aktiwitas serangga pada bagian dalam tengkorak dan terdapat sedimen tanah berjenis lanau.

Koleksi subfosil cranium Homo Floresiensis yang kedua di museum bikon blewut memiliki ciri fisik yaitu berwarna 10 YR4/2 (dark yellowish brown) dan memiliki dimensi panjang 21 cm, lebar : 15 cm, dan tinggi : 15 cm serta giginya hilang.

Pada saat dilakukan observasi lapangan, kondisi tengkorak ini rapuh pada bagian dalam tengkorak, terdapat retakan-retakan mikro di atap tengkorak serta terdapat sisa aktivitas serangga dan terdapat matriks tanah lempung dan pasir sangat halus.

Tulang sub-fosil mempertahankan beberapa kandungan mineral organik dari tulang. Tulang yang menjadi sub fosil cenderung tidak kuat, memiliki sedikit atau tanpa mineralisasi (Buttler C.J., 2015:9). Hal ini disebabkan karena proses mineralisasi belum selesai sepenuhnya, sehingga terdapat bagian-bagian yang belum tergantikan oleh mineral pembentukan fosil (Wijanarko, 2015:9). Untuk mempertahankan integritasnya, tulang sub-fosil perlu disimpan di lingkungan yang stabil. Tulang sub-fosil sangat rentan terhadap sedikit perubahan dalam lingkungan. Ada dua penyebab utama kerusakan tulang sub-fosil (Buttler C.J., 2015:9):

1. Kerusakan yang disebabkan oleh tindakan fisik.

2. Kerusakan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai.

Selain ciri fisik diatas, untuk mengkategorikan suatu fosil termasuk kategori fosil ataupun sub-fosil bisa diketahui dari kandungan mineralnya. Apabila kandungan mineral sub fosil masih banyak komponen dari tulang, maka kemungkinan fosil termasuk dalam kategori sub-fosil. Proses identifikasi awal ini penting bagi konservator untuk melakukan langkah selajutnya dalam melakukan perawatan koleksi tersebut.

Berdasarkan data-data yang terkumpul maka subfosil ini sangat layak dilakukan konservasi dengan metode konservasi yang dilakukan adalah pembersihan kering untuk membersihkan sedimen tanah lempung dan pasir halus dan sisa aktivitas serangga yang menempel dengan menggunakan kuas kecil dan dental tool kemudian dilakukan konsolidasi (perkuatan) pada bagian yang mengalami retakan mikro dan pada bagian yang rapuh/lunak dan selanjutnya setelah bersih dapat dilakukan pengawetan yang bertujuan untuk menghindarkan koleksi dari serangga.