JELAJAH TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN

0
1019
Tahta Batu di Pura Batan Cagi, Desa Adat Tenganan Pagringsingan
Tahta Batu di Pura Batan Cagi, Desa Adat Tenganan Pagringsingan

Cagar Budaya/Objek yang diduga sebagai Cagar Budaya adalah salah satu wujud kebudayaan sebagai hasil dari cipta, rasa dan karsa bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan. Sebagai bagian integral dari kebudayaan yang harus dilestarikan, Cagar Budaya/Objek yang Diduga sebagai Cagar Budaya merupakan warisan budaya  bersifat bendawi (tangible), memiliki nilai intrinksik  (intangible) yakni nilai-nilai penting bagi umat manusia, seperti sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, etnologi, dan keunikan yang terwujud dalam bentuk cagar budaya. EBOOK Dapat di download disini

Tampak Depan Pura Batan Cagi, Desa Adat Tenganan Pagringsingan

Provinsi Bali merupakan salah satu wilayah kerja BPCB Provinsi Bali, NTB dan NTT  yang  kaya dengan tinggalan cagar budaya/objek yang diduga sebagai cagar budaya, dan tersebar pada lokasi-lokasi wilayah kecamatan dan kabupaten yang masih memerlukan penanganan teknis dan upaya pelestariannya. Upaya teknis pelestarian terhadap objek yang diduga sebagai cagar adalah berawal dari tersedianya data dan terekamnya segala permasalahan teknis yang dihadapi oleh objek yang diduga cagar budaya yang terdapat di dalam situs. Realitasnya, masih banyak tinggalan-tinggalan cagar budaya/objek yang diduga sebagai cagar budaya yang belum terdata dan memerlukan upaya-upaya teknis pelestarian maupun kebijakan pelestariannya lebih lanjut.

Masih banyak wilayah kecamatan dan kabupaten di Bali yang cukup banyak tinggalan objek yang diduga sebagai cagar budaya tetapi upaya teknis pelestariannya belum optimal. Artinya, tinggalan-tinggalan yang diduga cagar budaya pada suatu situs belum terinventarisasi dan terdokumentasikan. Salah satu wilayah kabupaten tersebut adalah di Kabupaten Karangasem, dimana ada obyek yang diduga cagar budaya yang terletak di Pura Batan Cagi, Desa Tenganan Pagringsingan.

Areal situs ini berbentuk persegi empat, dibatasi oleh tembok keliling pada sisi utara dan selatan. Pelinggih-pelinggih yang terdapat di dalam areal situs dibuat dari susunan batu alam tanpa menggunakan bahan bangunan modern seperti bangunan pelinggih yang ditemukan di luar wilayah lainnya. Struktur pelinggih tersebut berjumlah 22 buah dan 1 bangunan. Selain struktur dan banguanan pelinggih, di dalam areal Pura Batan Cagi juga berdiri sebuah pintu gerbang yang merupakan pintu gerbang desa (lawangan desa) yaitu pintu masuk menuju ke dalam ruang pemukiman Desa Adat Tenganan Pegringsingan.

Pintu gerbang desa (lawangan desa) berjumlah empat buah dengan letak dan posisinya berada pada keempat arah mata angin (jagasatru) (lihat lampiran denah). Keunikan lainnya, pelinggih-pelinggih yang merupakan 20 bangunan utama di situs Pura Batan Cagi memiliki nama-nama sesuai dengan tradisi dan istilah lokal. Pura Batan Cagi memiliki keunikan dimana di dalamnya terkandung tinggalan arkeologis dari budaya prasejarah, khususnya tradisi megalitik yang dominan berupa tahta batu yang hingga saat ini masih dimanfaatka oleh masyarakat (living monument).

Data arkeologi merupakan informasi murni berupa obyek (benda, bangunan, situs dan struktur) yang belum ditafsirkan, diubah, atau dimanipulasi yang didapat dari hasil pengamatan terhadap tinggalan arkeologi di lapangan.Pada tahap selanjutnya benda, bangunan, situs dan struktur tersebut melalui tahap pengolahan data untuk dianalisis lebih lanjut sehingga dapat dikatakan sebagai obyek yang diduga cagar budaya yang mengandung nilai penting terhadap sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan serta kebudayaan dan memiliki  tingkat keaslian yang meliputi bahan, bentuk maupun tata letaknya.

Adapun tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Batan Cagi berupa situs sebanyak 1 (satu) buah, struktur tahta batu sebanyak 22 (dua puluh dua) buah, bangunan sebanyak 1 (satu). Tahta batu merupakan salah satu bentuk tinggalan megalitik yang terdiri dasi susunan batu yang berbentuk menyerupai kursi (singgasana). Menurut tatanannya, tahta batu memiliki beragam susunan tunggal, ada pula yang berjajar tetapi tidak memiliki sandaran tangan, kemudian berkembang lebih maju lagi pada susunan batu bertingkat-tingkat dan terdiri dari beberapa lapis batu dengan sandaran tangan pada kedua sisinya, bahkan ada yang disertai menhir di depannya. Tinggalan tradisi megalitik ini erat kaitannya dengan sistem kepercayaan pemujaan leluhur pada masa itu.

Di dalam perkembangan kebudayaan Bali tradisi megalitik menduduki tempat yang penting, karena telah membentuk landasan kehidupan sosial budaya yang kokoh bagi perkembangan selanjutnya, terutama menjelang datangnya pengaruh Siwa-Buddha. Hal ini terbukti dari banyaknya bentuk-bentuk megalitik yang hingga dewasa ini masih berfungsi sakral, dan memegang peranan yang penting dalam hidup keagamaan masyarakat Bali. Salah satu peninggalan megalitik yang masih dilestarikan dan masih difungsikan sebagai sarana pemujaan adalah tahta batu yang terdapat di Pura Batan Cagi.

Hal ini sesuai dengan pendapat seorang ahli, yaitu van der Hoop yang mengatakan bahwa bentuk pura yang ada di Bali bukan merupakan tiruan dari bentuk kuil yang ada di India, melainkan perkembangan dari bentuk-bentuk pemujaan dari masa megalitik. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa keberadaan dari tinggalan megalitik di Pura Batan Cagi merupakan kelanjutan dari tradisi megalitik yang berkembang di wilayah Manggis (Karangasem), yang hingga saat ini masih mendapatkan dukungan dari masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Sehingga pura Batan Cagi sampai saat ini masih difungsikan sebagai tempat pemujaan.

Adanya pengaruh berbagai unsur lokal juga berperan aktif dalam menghasilkan bentuk-bentuk megalitik yang khas Bali berdasarkan cita-cita keagamaan yang berpegang kepada sistem religi yang dianut masyarakat pendukung kebudayaan pada waktu itu. Dilain pihak, tradisi megalitik yang berlanjut dapat dianggap sebagai bukti terjadinya kesinambungan kehidupan sosial budaya masyarakat Bali sejak jaman prasejarah. Sepanjang riwayatnya memang telah terjadi perubahan atau penyesuaian, baik dalam bentuk dan fungsi, maupun dalam peranan dan konsepsi alam pikiran yang melatarbelakangi-nya.

Nilai penting yang dimaksudkan adalah identifikasi nilai penting bagi masyarakat yang menciptakannya atau yang merawatnya. Pada seluruh objek yang diduga cagar budaya di Pura Batan Cagi, nilainya terdapat pada masyarakat yang menciptakannya terdahulu serta yang merawatnya saat ini. Hal ini dikarenakan benda-benda yang ditemukan di Pura Batan Cagi merupakan bukti peradaban yang telah terjadi pada masa lalu dan warisan kebudayaan bagi masyarakat pendukungnya sekarang. Adapun nilai penting yang terdapat dalam benda-benda hasil inventarisasi ini adalah :

  • Nilai Sejarah

Sumber daya kearkeologisan yang terdapat di Pura Batan Cagi memiliki nilai sejarah yang tinggi. Keberadaan tinggalan-tinggalan tersebut sangat erat kaitannya dengan suatu masa tertentu. Memang agak sukar apabila diletakkan dalam kerangka waktu atau periodisasi kapan tinggalan arkeologi tersebut dibuat.

Adanya objek yang diduga cagar budaya berupa tahta batu dan bangunan adat yang khas di Pura Batan Cagi memberikan suatu gambaran tentang tradisi megalitik di Bali. Peradaban yang awal kemunculannya pada masa akhir prasejarah ternyata dapat diwariskan hingga saat ini. Dapat dikemukakan bahwa tradisi megalitik masih berlanjut dan bertahan sampai saat ini dengan selaput fungsi yang sakral, dan memiliki peranan dan kepercayaan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat.

  • Nilai Pendidikan

Ditinjau dari nilai pendidikan yang didapat dari objek yang diduga cagar budaya yang ditemukan di Pura Batan Cagi menjadi bagian dari pendidikan moral dan peningkatan jati diri masyarakat pendukung kebudayaan, baik dari kalangan anak-anak, generasi muda hingga para tetua. Selain itu dari segi akademis, penggalian nilai-nilai dalam tinggalan budaya akan menimbulkan rasa bangga pada tanah air khususnya pada lingkungan tempat tinggal, sehingga tujuan pendidikan yakni dapat mencerdaskan dan mencintai budaya dapat terwujud, terlebih dapat menimbulkan sikap melestarikan warisan budaya tersebut.

  • Nilai Kebudayaan

Nilai kebudayaan disini dimaksudkan meliputi tujuh unsur kebudayaan universal yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, yang meliputi (1) sistem bahasa; (2) sistem pengetahuan; (3) sistem organisasi kemasyarakatan; (4) sistem teknologi; (5) sistem ekonomi; (6) sistem religi; dan (7) sistem kesenian. Keberadaan objek yang diduga cagar budaya yang ditemukan di Pura Batan Cagi menunjukkan adanya keterkaitan dengan unsur-unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di lokasi ini. Objek yang diduga cagar budaya tersebut merupakan hasil/produk budaya dari masyarakat pendukung peradaban yang terjadi di Pura Batan Cagi. Eksistensinya hingga saat ini terjadi karena pewarisan yang baik antar generasi masyarakat pendukung kebudayaannya. Hal inilh yang mendasari sehingga posisi objek yang diduga cagar budaya di Pura Batan Cagi bersifat living monument.