SEKILAS PINTAS HAYO DAN SIFIKA, KEPURBAKALAAN PULAU-PULAU TERDEPAN DI NIAS SELATAN

0
1935

SEKILAS PINTAS HAYO DAN SIFIKA,

KEPURBAKALAAN PULAU-PULAU TERDEPAN DI NIAS SELATAN

 

Oleh: Dyah Hidayati, S.S.

 

a.  Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir, Balai Pelestarian Cagar Budaya Banda Aceh telah memasukkan situs-situs di kawasan Pulau-pulau Batu, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara, dalam agenda pelestarian cagar budaya melalui penempatan juru pelihara situs/cagar budayanya. Dari setidaknya 101 pulau yang ada di Kepulauan Batu (baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni), hanya 2 pulau saja yang telah memiliki juru pelihara situs/cagar budaya, yaitu Pulau Hayo dan Sifika. Saat ini wilayah Pulau-pulau Batu telah terbagi menjadi 7 kecamatan, yaitu Kecamatan Pulau-pulau Batu, Pulau-pulau Batu Barat, Pulau-pulau Batu Timur, Pulau-pulau Batu Utara, Simuk, Tanah Masa, dan Hibala. Pulau Hayo dan Sifika merupakan 2 buah pulau yang saling berdekatan, dan saat ini keduanya secara administratif merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Pulau-pulau Batu Barat, Kabupaten Nias Selatan. Berdasarkan posisi geografisnya yang berbatasan dengan Pulau Sumatera di sebelah timur, Pulau Nias (Provinsi Sumatera Utara) di sebelah utara, Kepulauan Mentawai (Provinsi Sumatera Barat) di sebelah selatan, serta Samudera Hindia di sebelah barat, maka Pulau Hayo dan Sifika menyandang status sebagai pulau-pulau terdepan di kawasan Nusantara.

Saat ini pulau-pulau terdepan Nusantara telah mulai memperoleh perhatian khusus dari pemerintah dalam berbagai bidang, terutama akibat banyaknya klaim negara-negara tetangga terhadap beberapa pulau terdepan di Indonesia. Klaim tersebut tentunya sangat mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kurang maksimalnya perhatian pemerintah selama ini terhadap keberadaan pulau-pulau terdepan di Nusantara antara lain terkait dengan letak geografis yang umumnya sangat sulit dijangkau. Dengan demikian timbul konotasi bahwa pulau-pulau terdepan di Nusantara merupakan daerah-daerah tertinggal yang sangat jauh dari sentuhan pembangunan. Kondisi tersebut tentunya sangat berdampak terhadap tingkat perekonomian masyarakat yang bermukim di pulau-pulau terdepan.

Minimnya sarana transportasi tentunya juga dirasakan oleh masyarakat Pulau-pulau Batu selama ini. Hal itu merupakan salah satu alasan mengapa belum banyak yang mengetahui keberadaan Pulau-pulau Batu sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia. Sarana transportasi yang tersedia untuk umum adalah boat-boat sederhana yang bertolak mengarungi lautan Nias Selatan yang ganas dari Teluk Dalam (ibukota Kabupaten Nias Selatan) menuju Pulau Tello (ibukota Kecamatan Pulau-pulau Batu) dan sebaliknya. Kapal besar PELNI atau kapal perintis juga terkadang menyinggahi Pulau Tello dari Sibolga, namun dengan jadwal pelayaran yang sangat jarang atau dapat dikatakan tidak pasti. Saat ini tersedia penerbangan pesawat Susi Air berkapasitas 8 – 11 orang dari Bandara Binaka (Gunung Sitoli) menuju Bandara Lasondre (Pulau Tanah Masa) dan sebaliknya, namun dengan daya muat penumpang yang seringkali tidak dapat dipastikan (karena sering diberlakukan pembatalan secara sefihak).

Selain keindahan alamnya yang bak surgawi, potensi kepurbakalaan di Pulau-pulau Batu termasuk di antaranya Pulau Hayo dan Sifika sangatlah menarik, dan secara kualitas cukup mewakili kebudayaan di kawasan Pulau-pulau Batu yang saat ini didiami oleh berbagai etnis, antara lain Nias, Bugis, Minang, dan Tionghoa. Keindahan pantai dan lautnya sudah cukup terkenal di mancanegara, terutama untuk tujuan surfing dengan ombaknya yang sangat menantang, serta menikmati keanekaragaman hayati di perairan Pulau-pulau Batu. Selengkapnya baca SEKILAS PINTAS HAYO DAN SIFIKA, KEPURBAKALAAN PULAU-PULAU TERDEPAN DI NIAS SELATAN