Sejarah singkat Teuku Umar Pahlawan Nasional dari Aceh

0
2081

Sejarah singkat Teuku Umar Pahlawan Nasional dari Aceh

Teuku Umar adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia berasal dari Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Kabupaten Aceh Barat adalah daerah yang sangat luas Sebelum pemekaran, Aceh Barat mempunyai luas wilayah 10.097.04 km² atau 1.010.466 Ha dan merupakan bagian wilayah pantai barat dan selatan pulau Sumatra yang membentang dari barat ke timur mulai dari kaki gunung Geurutee (perbatasan dengan Aceh Besar) sampai ke sisi Krueng Seumayam (perbatasan Aceh Selatan) dengan panjang garis pantai sejauh 250 km. Setelah dimekarkan luas wilayah menjadi 2.927,95 km².[4] dan sekarang Kabupaten ini menjadi 4 Kabupaten, yaitu: Kabupaten Abdia, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Semelue dan Kabupaten Abdia.

Untuk mencapai ke Kabupaten ini harus melewati 3 Kabupaten kearah Barat dengan melewati Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya dengan jarak tempuh sekitar ± 250 dari Ibu Kota Provinsi dan sekitar 3,5 jam dengan kenderaan roda 4.

Teuku Umar berjuang mempertahankan Aceh dari Belanda dengan menggunakan taktik berpura-pura bekerjasama dengan Belanda, sehingga ia diberikan kepercayaan penuh untuk mmemimpin pasukan dengan fasilitas senjata, Ketika senjata telah berhasil dikumpulkan langsung balik arah dan menyerang Belanda.

Nama Lengkap : Teuku Umar

Lahir : Tahun 1854, Meulaboh, Aceh

Meninggal : 11 Februari 1899, Meulaboh, Aceh

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

TEUKU Umar di lahirkan di Meulaboh Kabupaten Aceh barat pada 1854, di Gampong Masjid (sekarang Gampong Belakang), Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat. Ayahnya bernama Teuku Ahmad Mahmud dan ibunya Tjut Mohani. Dari pasangan ini di karunia tiga orang anak yang menjadi saudara kandungnya yaitu 1.Teuku Musa, 2. Tjut Intan   dan 3, Teuku Mansur.

Teuku Ahmad Mahmud dan Teuku Nanta Setia adalah anak dari  Teuku Nan Ranceh  dan nenek moyang Teuku Umar adalah Datuk Makhudum Sati berasal dari Minangkabau, beliau adalah  keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman. Salah seorang keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut diangkat menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh. Teuku Nan Ranceh mempunyai dua orang putra yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia atau pamannya Teuku Umar menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai anak perempuan bernama Cut Nyak Dhien.

Masa Kecil.

Teuku Umar masa kecilnya dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas , dan pemberani. Ketika beranjak dewasa  pada 1873 meletus perang Aceh Teuku Umar baru berumur 19 tahun dan beliau  ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat. Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik gampong (kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.

Setahun kemudian pada umurnya 20 tahun Teuku Umar melepas masa lajangnya dan menikah dengan Nyak Sofiah yang merupakan Isteri Pertamanya  anak Uleebalang Glumpang, kemudian Teuku Umar menikah lagi dengan Nyak Mahligai putri  Panglima Sagi XXV Mukim, pernikahan ini  dikaruniai anak perempuan bernama Cut Gambang yang lahir di tempat pengungsian.

Pada tahun 1880, Teuku Umar menikah lagi yang ke 3 kalinya dengan Cut Nyak Dhien anak dari Teuku Nanta Setia yang merupakan saudara ayahnya, ketika itu Cut Nyak Dhien sudah menjanda selama 2 tahun karena  suaminya yang pertama ini bernama Teuku Ibrahim Lamnga meninggal atau gugur dalam peperangan melawan Belanda di  Gle Tarun pada Juni 1878.

Ayahnya Cut Nyak Dhien  adalah  Teuku Nanta Setia sedangkan  ayahnya Teuku Umar adalah Teuku Ahmad Mahmud mareka bersaudara dan masih satu garis keturunan atau satu Kakek, jadi Teuku Umar menikahi putri pamannya  yang merupakan isterinya yang ke 3 sedangkan Teuku Umar adalah suami yang kedua dengan  Cut Nyak Dhien,

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Teuku Umar sudah memanggul senjata dan bertempur melawan Belanda sejak usia 19 tahun, ketika dimulainya agresi Belanda pertama pada 1873. Teuku Umar seorang yang sangat paham dengan kejiwaan orang Aceh, Beliau mampu menarik pengikutnya dengan sifat dermawan dan riang gembira, dan mampu memperoleh kerjasama mereka dengan mengobarkan perang sabil.

Jabatan yang pernah disandang Teuku Umar antara lain: Pada 1887, Teuku Umar pernah menjabat Keuchik Gampong Darat (sekarang Kecamatan Johan Pahlawan) sekaligus menjadi Panglima Pertahanan Rakyat saat Belanda menyerang Meulaboh pada 1878 bersama dengan Teuku Tjik Abdurahman, putra mahkota Teuku Tjik Ali, uleebalang Meulaboh. Pada 1889, ia diangkat oleh Sultan Aceh sebagai Laksamana/Amirul Bahar atau Panglima Laot untuk Aceh bagian Barat. Ia aktif membantu keuangan Sultan, Teungku Tjik Ditiro dan Panglima Polem lewat uang sabil yang dikirim secara teratur

Teuku Umar sempat berdamai dengan Belanda tahun 1883. Namun satu tahun kemudian perang kembali tersulut di antara keduanya. 9 tahun kemudian tepatnya 1893, Teuku Umar mulai menemukan cara untuk mengalahkan Belanda dari ‘dalam’. Ia lantas berpura-pura menjadi antek Belanda. Aksi ini sampai membuat Cut Nyak Dien marah besar karena bingung dan malu.

Atas jasanya menundukkan beberapa pos pertahanan di Aceh, Teuku Umar mendapat kepercayaan Belanda. Ia lalu diberi gelar Johan Pahlawan dan diberi kebebasan untuk membentuk pasukan sendiri berjumlah 250 orang tentara dengan senjata lengkap dari Belanda. Pihak Belanda tidak tahu, kalau itu hanya akal-akalan Teuku Umar semata yang telah berkolaborasi dengan para pejuang Aceh sebelumnya. Tak lama kemudian, Teuku Umar malah diberi lagi tambahan 120 prajurit dan 17 panglima termasuk Pangleot sebagai tangan kanannya.

30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda. Di sinilah ia kemudian melancarkan serangan berdasarkan siasat dan strategi perang miliknya. Bersama pasukan yang sudah dilengkapi 800 pucuk senjata, 25.000 peluru, 500 kg amunisi dan uang 18 ribu dolar, Teuku Umar yang dibantu Teuku Panglima Polem Muhammad Daud dan 400 orang pengikutnya membantai Belanda. Tercatat, ada 25 orang tewas dan 190 luka-luka dari pihak Belanda.

Gubuernur Deykerhof sebagai pengganti Gubernur Ban Teijn yang telah memberi kepercayaan kepada Teuku Umar selama ini merasa sakit hati karena telah dikhianati Teuku Umar. Ia lantas memerintahkan Van Heutsz bersama pasukan besarnya untuk menangkap Teuku Umar. Serangan mendadak ke daerah Meulaboh itulah yang merenggut nyawa Teuku Umar. Ia ditembak dan gugur di medan perang, tepatnya di Kampung Mugo, pada 10 Februari 1899.

Lebih dari 70 tahun kemudian, pemerintah Indonesia menganugerahi Teuku Umar sebagai pahlawan nasional lewat SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973. Nama pahlawan pemberani ini juga dijadikan nama jalan di kota-kota besar.

Sumber : https://id.wikipidia.org/Teuku – Umar. ; aceh.tribunnew.com, download 16 maret 2019