Rumah Adat Toweren Kabupaten Aceh Tengah

0
3457

Rumah Adat Toweren terletak di desa Toweren dan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lut Tawar tepatnya di sebelah timur danau Laut Tawar. Saat ini juru pelihara yang bertugas memelihara berjumlah satu orang (a.n. Mustoqim). Kondisi keterawatan dalam segi kebersihan lingkungan cukup baik. Rumah ini telah pernah dipugar dan dikonservasi, tetapi kini telah mengalami kerusakan antara lain pada umpak tiang tanahnya longsor dan tiangnya melesak sehingga beberapa tiang rumah tidak berada lagi pada as umpak. Selain itu ada beberapa kerusakan kecil seperti pada lisplang depan.

Fisik bangunan berupa rumah panggung berdenah persegi panjang berukuran 11,8 x 9 m yang membujur arah utara – selatan. Arah hadap rumah ke utara dan memiliki beranda dengan ukuran 2 x 9 m. Tinggi bangunan dari tanah ke jurai atap paling bawah adalah 2,8 m. Atap bangunan berbentuk limas panjang. Jumlah tiang penyangga bangunan keseluruhan sebanyak 28 buah tiang, terdiri atas 4 tiang depan dan belakang, 6 tiang di samping kiri-kanan, dan 12 tiang di bagian tengah bangunan. Pada bagian beranda yang berpagar, di bagian tengahnya terdapat tangga untuk naik ke rumah. Pintu masuk ke dalam rumah yang ada di beranda terletak di sisi kiri-kanan, sementara di bagian tengah ditempatkan 2 buah jendela. Ruang di dalam terdiri atas 3 buah kamar yang disusun di tengah berurutan memanjang ke arah belakang. Susunan ini membentuk lorong di sepanjang sisi ruang dalam rumah. Kedua lorong di beri pintu keluar ke arah belakang rumah. Lorong sisi timur di ambang pintu belakang dipasangi tangga turun. Dinding timur berjendela satu buah, sisi selatan berjendela satu buah, sisi barat berjendela dua buah. Jendela terdiri dari 2 daun dan terdapat hiasan bulan sabit dengan bintang  sebagai lambang bendera Alam  Zulfikar Kerajaan Aceh. Bahan baku rumah ini berasal dari kayu jenis Kuli dan Jeumpa yang didatangkan dari daerah Bintang dan Isaq. Atap bangunan sekarang terbuat dari lembaran seng. Kondisi kayu bahan bangunan saat ini kelihatan kurang terawat, sebagian besar kelihatan berubah warna karena terkena air.

Rumah Tradisional Toweren, dibangun oleh Raja Jalaluddin yang digelari dengan Reje Baluntara Toweren (Raja Hutan Belantara) sebagai raja yang memerintah di wilayah Toweren. Rumah ini dibangun pada masa kolonial Belanda. Pada awal masa pembangunannya, atap rumah masih terbuat dari ijuk dan ini merupakan rumah induk atau utama yang berfungsi sebagai rumah raja. Sedangkan sebagai ruang pelengkap atau dapur telah terbakar. Rumah adat ini terletak di tengah kebun dan sawah sehingga untuk menjangkaunya harus melalui pematang sawah dan kebun karena tidak ada jalan khusus.

Hal yang paling menonjol adalah kayanya ornamen ukiran di seluruh bagian rumah, mulai dari tiang penyangga, list atap, blandar, list dinding luar dan dalam rumah. List atap didominasi oleh ukiran kerawang (berlobang). Jenis ornamen yang khas yaitu tali berpilin, awan berarak, bunga, sulur-suluran masih tampak. Pada beberapa tempat, ornamen ukiran ini diberi warna dengan cat  hitam, kuning dan merah. Warna hitam melambangkan bumi yang mempunyai makna bahwa siapa yang masuk ke wilayah Aceh Tengah semua dianggap saudara atau keluarga dari masyarakat Aceh Tengah. Warna kuning menandakan warna kerajaan. Sedangkan warna merah khusus melambangkan keberanian dan digunakan oleh panglima. Satu ciri khusus ornamen ukiran di rumah toweren adalah ukiran ikan, naga dan ayam di list dinding bawah sisi timur. Menurut informan setempat, motif-motif ukiran hewan tersebut memiliki makna khusus yakni: Motif ikan (jenis ikan yang disebutkan adalah ikan bawal) bermakna kemuliaan, dalam hubungannya dengan kekayaan Danau Laut Tawar yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar danau. Kemudian motif ayam juga bermakna kemuliaan atau kesejahteraan (sebagai salah satu jenis hewan yang paling awal didomestikasi manusia), sementara itu motif naga bermakna kekuatan dari masyarakat Gayo. Mengenai motif naga ini ada satu cerita atau mitos di Aceh Tengah dari satu sumber yang mengisahkan tentang naga yang berasal dari hulu Sungai Peusangan dan berdiam di danau laut tawar bertarung dengan naga yang berasal dari hilir. Apakah motif ukiran naga ini ada hubungannya dengan cerita tersebut, masih belum dapat dipastikan.