Potensi Kepurbakalaan Gampong Rima Jeune: I

0
1237

Opini: Potensi Kepurbakalan Gampong Rima Jeune: I Oleh: Ambo Asse Ajis

Tidak mengherankan kita menemukan tinggalan arkeologis di Gampong Rima Jeune, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Secara Keletakan, gampong ini berada dekat dengan inti ruang Kerajaan Aceh Darussalam.

Secara geografis Gampong Rima Jeuene berada di koordinat  5°31’19.99″U 95°16’11.68″T. Mengenai potensi kepurbakalaannya, diketahui secara tidak sengaja oleh penulis sejak tahun 2018 lalu.

Secara kebetulan, penulis tinggal di areal tersebut dan setiap harinya melewati areal yang memiliki tinggalan arkeologis berupa nisan kuno baik yang telah patah maupun yang masih utuh, lebih fokus, baru pada bulan April Tahun 2019, keinginan mengamati dan menulis jejak arkeologis, khususnya Jeune, semakin menguat takkala secara beruntun datangnya informasi kepurbakalaan terkait sejarah di Jeune, Gampong Rima Jeune ini.

Dusun Jeune, Gampong Rima Jeune merupakan salah satu gampong yang ada di Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, dengan batas-batas antara lain:

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Lamgeu Eu
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Gampong Lampisang
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Gampong Lamgeu Eu
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong Rima Keunerum

Gampong Rima Jeuneu termasuk satu dari ribuan gampong yang dilanda bencana tsunami tahun 2004 lalu dan mengalami kerusakan sampai tingkat hancur total. Bangunan pemukiman dan fasilitas umum  hancur 100%, sehingga semua aspek kehidupan gampong hancur total. Namun sekarang sudah terdapat sarana dan prasarana dari pihak pemerintah serta instansi terkait.[1]

Pada masa sekarang, penduduk Gampong Rima Jeuneu umumnya petani sawah, pekebun dan peternak. Masyarakat Rima Jeuneu memiliki lahan persawahan yang cukup luas tetapi tidak memiliki sistem irigasi sehingga pengelolaannya terbatas pada musim hujan saja. Demikian juga lahan perkebunan ditanami cengkeh, kelapa, pinang dan sebagainya. Penduduk juga mendomestifikasi lembu, kerbau, ayam dan kambing. Pada saat ini, pusat permukiman warga ada di dua titik besar, yaitu di Jeuneu (Dusun Tgk. Di Blang dan Dusun Mata ie) dan Rima (Dusun Kechiek Musa dan Dusun Hanafiah).[2]

Informasi kepurbakalaan

Terkait potensi kepurbakalaan, informasi pertama datang dari Sekertaris Desa Gampong Rima Jeune, Baihaqi, saat penulis bersilaturahmi di kediamannya pada hari raya Ramadhan 1440 Hijriah.  Beliau mengatakan asal usul nama  Gampong Rima Jeune dari 2 (dua) kata benda, yaitu “Rima” yang berarti rimba/hutan belantara dan  “Jeune” yang berarti air dari pohon/getah pohon berwarna putih yang berfungsi sebagai racun. Dari informasi ini, penulis memahami, sebelum pemukiman di buka, lokasi ini adalah hutan belantara dimana salah satu habitatnya adalah tumbuh tanaman Jeune. Dengan kata lain, penduduk yang membuka hutan dan membentuk pemukiman memiliki pengetahuan tentang hutan belantara termasuk mengenali tanaman Jeune yang sudah fungsional atau familiar dalam kehidupan keseharian mereka selama ini.

Informasi kedua, berasal dari ketua kelompok tani Dusun Jeuneu, Abdul Rahman (83) yang juga salah satu tetua masyarakat Jeuneu saat ini. Penulis mewawancari beliau pada bulan september 2018 lalu, mengatakan di salah satu petak sawah milik warga ada yang dinamakan “blang kapai” yang berarti sawah yang dibawah tanahnya ada kapal (bekas kapal). Menurut beliau, cerita rakyat di sini menyebutkan dahulu ada kapal karam yang tertimbun tanah dan diabadikan lokasinya dengan nama tersebut di atas.

Informasi ketiga datang dari penduduk pemilik kebun, Pak Abrar (40) berasal dari Pidie dan telah tinggal di tempat ini selama 5 (lima) tahun  mengatakan saat mengerjakan lahan kebun, pernah menemukan beberapa fragmen kepingan (pecahan) keramik, stoneware dan tembikar di atas. Demikian juga informasi pada penguburan salah seorang warga setempat, beliau menemukan ada satu nisan utuh tepat di areal perkebunan warga.  Informasi lainnya dari Ibu Febi (45)  mengatakan saat membuat pondasi rumah dan meratakan timbunan tanah, ada beberapa pecahan keramik di sekitar rumahnya.

Berdasarkan kumpulan informasi di atas, penulis melakukan observasi lapangan dari tanggal 10 sampai dengan 15 Juni 2019 untuk melihat sebaran tinggalan arkeologis secara eksisiting, mengamati kondisi lingkungan sekitar perkampungan, kebun dan  lingkungan batas Dusun Jeuneu serta melakukan wawancara ke beberapa tokoh masyarakat setempat guna mendapatkan informasi kesejarahan yang utuh.

Penulis memakai 4 (empat) buah referensi dalam menelaan data, antara lain:data hasil observasi lapangan terkait tinggalan arkeologis dan data lingkungan; data dari sumber sekunder berupa peta kolonial yang menyebutkan lokasi Jeuneu; hasil wawancara dari warga setempat yang mengetahui hal ikhwal Gampong Rima Jeuneu; dan data dari berbagai kepustakaan yang telah dibuat sebelumnya.

Dari sumber-sumber ini, informasi digali yang kemudian direkonstruksi dalam rangka mengetahui sejarah budayanya. Adapun langkah-langkah penelitian yang ditempuh dilalui dengan cara: (1) melakukan wawancara dengan narasumber yang mengetahui sejarah dan tinggalan arkeologis; (2) melakukan observasi arkeologis untuk melihat artefak dan ekofaknya; (3) melakukan kajian pustaka dan membandingkan dengan tinggalan arkeologisnya untuk melihat  dimensi bentuk, ruang dan waktunya; dan (4) mengolah data dan menarik penjelasan yang simetris berdasarkan data-data yang tersedia.

Secara umum, data-data di atas mengindikasikan bahwa terdapat potensi kepurbakalaan di permukiman ini. Survei lapangan, semakin menegaskan dugaan tersebut melalui penemuan fragmen nisan kuno tipe Aceh Darussalam dan nisan Tipe Pasai, fragmen porselin biru putih, fragmen stoneware abu-abu glasir coklat dan fragmen tembikar di lahan masyarakat di Dusun Jeuneu, Gampong Rima Jeuneu, Kecamatan Peukan Bada, Provinsi Aceh, turut menjadi petunjuk kuat perkampungan ini telah ada sejak era Kerajaan Aceh Darussalam. Demikian juga hasil bacaan peta kolonial Belanda yang di buat tahun 1875, semakin memperkuat sinyal keberadaan perkampungan kuno ini sudah ada sejak zaman dahulu.

Sementara itu, dari hasil penelusuran jejak arkeologis dan membandingkan data kartografi kolonial Belanda ini maka dapat disimpulkan bahwa Gampong Rima Jeuneu merupakan bagian dari perkampungan tua di sebelah selatan pusat Kerajaan Bandar Aceh Darussalam sejak era Sultan Iskandar Muda jauh sebelum kehadiran Kolonial Belanda di Aceh Besar.

[1] Ibid.
[2] Wawancara 13 Juni 2019 dengan Sekertaris Gampong  Rima Jeune