MASJID ASAL PENAMPAAN DI KABUPATEN GAYO LUES Oleh: Dra. Khairiah Dok. dan Publikasi BPCB Aceh

0
10715
MASJID ASAL PENAMPAAN DI KABUPATEN GAYO LUES
Oleh:Dra. Khairiah Staf Pokja Dokumentasi dan Publikasi BPCB Aceh

A. Pendahuluan

Blangkejeren merupakan ibukota Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, kota yang dijuluki seribu bukit ini  mempunyai 11 Kecamatan diantaranya Kecamatan Bangkejeren. Kecamatan Blangkejeren ini memiliki 3 (tiga) kemukiman, antara lain: kemukiman pertama, bernama Blang Perlombaan dengan 5 (lima) kampung, antara lain: Kampung Kota Belang Kejren, Kute Lintang, Bustanussalam, Leme dan Sentang. Kemukiman kedua, bernama Blang Pegayon dengan 9 (sembilan) kampung, antara lain: Kampung Penampaan, Penampaan Uken, Bukit, Bacang, Durin, Kampung Jawa, Porang, Ruk Lunung, dan Sepang. Kemukiman ketiga, bernama kemukiman Ujung Baro dengan jumlah Kampung 7 (tujuh) buah, antara lain: Kampong Gele, Agusen, Kuta Sere, Cempah, Lempuh, Penggalangan dan Palok.

Masjid Asal Penampaan ini terletak di pinggiran sungai di Blah Penampaan, tepatnya di dusun Muleng, Kampung Penampaan, Kecamatan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues tepatnya berada di pusat kota Bangkejeren, untuk menuju lokasi dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor dan kendaraan roda empat. Bangunan masjid ini berdiri di atas tanah masyarakat kampung Penampaan yang memiliki batas-batas sebagai berikut :

  • Sebelah utara berbatasan dengan sungai Penampaan
  • Sebelah selatan berbatasan dengan rumah penduduk
  • Sebelah timur dibatasi dengan jalan Desa Penampaan
  • Sebelah barat dibatasi dengan sungan Penampaan

 

Masjid Asal Penampaan ini sejak awal didirikan difungsikan sebagai tempat umat Islam melaksanakan shalat lima waktu dan shalat Jumat, disamping itu masjid ini juga difungsikan sebagai kegiatan keagamaan seperti halnya pengertian fungsi masjid secara umum yang mencakup segala aspek kegiatan kaum muslimin termasuk kegiatan sosiologis yang merupakan konsekwensi dari manusia yang berhubungan dengan manusia lainnya, maka fungsi masjid semakin berkembang pula, satu bentuk kegiatan biasanya diikuti oleh kegiatan lain sehingga masjid yang awalnya sebagai tempat ibadah/shalat berkembang menjadi tempat penggalian ilmu agama, pembinaan mental keagamaan, perayaan hari-hari besar, rapat musyawarah, penyaluran bantuan sosial, zakat, berkurban, dan pusat informasi.

Dari segi etimolog kata Masjid (Meuseujid = bahasa Aceh) bersal dari kata “sajada” dari bahasa Arab yang perubahan kata menjadi isim makan (nama tempat) menjadi kata masjid = yakni tempat sujud atau tempat shalat umat Islam. Seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya mengalami perubahan, saat ini kata tersebut lebih sering diartikan sebagai tempat ibadah shalat. Di Indonesia kata masjid bukanlah istilah tunggal untuk menyebut nama khusus tempat beribadat umat Islam. Setidaknya di beberapa daerah mempunyai istilah tersendiri, seperti mesigit (Jawa Tengah), masigit (Jawa Barat). Meusigit atau meuseugit (Aceh) dan mesigi (Sulawesi). Di Jawa Tengah bangunan seperti itu lazim disebut langgar, tajung di Jawa Barat, meunasah di Aceh, surau di Minangkabau, dan langgar di Sulawesi Selatan (Tjandrasasmita 1975;35).

B. Historis Mesjid Asal Penampaan

Sebuah sumber mengatakan bahwa masjid Asal – Penampaan didirikan pada tahun 815 H/1412 M. Jika informasi ini akurat, berarti masjid Asal Penampaan didirikan dalam masa Kerajaan Pasai. Sebab setidaknya, Kerajaan Pasai telah berdiri dari tahun 1282 M, (Ibrahim Alfian, 2004: 26) dan jatuh dalam kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam di tahun 1524 M, (Amirul Hadi, 2004: 13).

Masjid Asal juga menjadi dasar pemberian nama kampung dimana masjid itu berada. Nama Desa Penampaan berasal dari kata “penampaan” yang artinya “penampakan/tampak atau terlihat”. Konon menurut riwayat, di masa lalu masjid ini bisa dilihat dari berbagai wilayah di Gayo Lues. Mungkin hal ini disebabkan oleh kondisi wilayah sekitar masjid Asal yang merupakan daerah datar dan masih minim dihuni penduduk. Dengan demikian ia bisa dilihat dari berbagai arah yang umumnya berdataran tinggi. Oleh karena itu, daerah di mana masjid Asal berada disebut Desa (Kampung) Penampaan (yang tampak dari berbagai arah).

Masjid ini dinamakan masjid Asal karena merupakan masjid yang pertama sekali dibangun di wilayah sekitar Gayo Lues dan Aceh Tenggara. Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai “Masjid Asal” yang konotasinya adalah asal-muasal pendirian masjid di seluruh Gayo Lues dan sekitarnya.

Seperti yang ditulis Kemenak Aceh dalam buku masjid bersejarah di Aceh, bagian pertama. Masjid Asal-Penampaan didirikan atas prakarsa beberapa tokoh dan pemuka agama. Dari beberapa sumber yang berhasil dihimpun, ada 13 orang tokoh pendiri masjid ini adalah sebagai berikut 1. Datok Masjid 2. Syekh Siti Mulia 3. Syekh Said Ibrahim 4. Syekh Said Ahmad 5. Syekh Abdurrahman 6. Syekh Abdullah 7. Syekh Abdul Wahab 8. Said Hasan 9. Said Husin 10. Syekh Abdul Qadir 11. Said Ali Muhammad  12. Datok Gunung Gerudung 13. Mamang Mujra. Dengan demikian, masjid Asal merupkan salah satu masjid yang bersejarah jejak pengembangan islam di dan Indonesia pada umumnya. (Sumber : http//www.lintasgayo.com/mp.conten/uplods/2010/1)

Berdasarkan keterangan pengurus masjid bahwa Masjid Asal Panampaan  masih di fungsikan sebagai tempat shalat Jumat dan shalat Tarawih 23 rakaat pada bulan Ramadhan, dan masjid ini juga difungsikan sebagai shalat sunat dan melepaskan nazar bagi masyarakat dari kampung Penampaan maupun dari berbagai daerah baik dari daerah Gayo Lues maupun dari luar daerah Gayo Lues yang sengaja datang ke Masjid Asal Penampaan, sedangkan untuk shalat lima waktu tidak dilaksanakan di dalam masjid ini tetapi dilaksanakan di masjid baru yang menyatu dengan masjid Asal Penampaan, hal ini untuk menjaga keutuhan dan kelestarian masjid Asal  Penampaan tersebut.

Sejalan dengan perkembangan zaman, penduduk semakin bertambah sehingga masjid Asal Penampaan tidak memadai lagi untuk menampung jamaah shalat lima waktu, maka untuk menampung jamaah melaksanakan shalat lima waktu dibangun masjid baru di samping Masjid Asal Penampaan yang nampak terlihat menyatu dengan Masjid Asal,

Kini, kompleks Masjid Asal terlihat megah. Bangunan masjid bercorak modern “membungkus” Masjid Asal yang masih kokoh berdiri di salah satu sudut halaman kompleks tersebut. Bentuk asli peninggalan sejarahnya masih dilestarikan, kecuali lantainya yang telah disemen. Saat masuk ke dalam, suasana masjid terasa sejuk dan menenangkan.
Di dalam masjid ini juga terdapat dua buah kitab suci Alquran peninggalan sejarah yang diperkirakan berumur kurang lebih 800 tahun. Cagar budaya ini masih dilestarikan hingga kini oleh warga dan pemerintah daerah setempat meski sejarahnya perlu diteliti.

Pada halaman masjid terdapat sebuah sumur tua yang dahulu digunakan sebagai sumber air untuk berwudhuk. Dalam perkembangannya kemudian, sumur ini mulai jarang digunakan. Namun air sumur ini masih tetap diambil masyarakat meskipun untuk maksud yang lain. Konon menurut penuturan masyarakat, sumur tersebut disebut “Telaga Nampak” yang keramat. Air dari sumur ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, menyegarkan jasmani dan digunakan sebagai air untuk tepung tawar (pesejuk) dalam berbagai acara masyarakat. Dengan adanya pembangunan masjid baru yang menyatu dengan masjid Asal Penampaan maka pada awalnya sumur yang letaknya di sebelah utara  masjid Asal Penampaan sekarang sudah berada dalam masjid baru, menurut bilal majid setempat bahwa sumur tersebut tidak mempnyai mata air tetapi airnya menetes dari dinding sumur. Dibagian atas sumur sudah dibuatkan keramik dan ditutup. Untuk memudahkan mendapatkan air dari semur tersebut dibuatkan keran yang dialirkan airnya ke sebelah barat masjid dan ditarik dengan sanio.

Menilik tahun pendiriannya (1412 M), jika ini valid maka dapat disimpulkan bahwa masjid ini telah berdiri jauh sebelum berdirinya kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam adalah kerajaan pertama yang menyatukan seluruh wilayah Aceh dalam satu kekuasaan.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa upaya penyatuan oleh Kerajaan Aceh Darussalam ini dimulai dengan ditaklukkannya kerajaan Daya pada tahun 1520 M. Di masa kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam, pengelolaan dan perawatan masjid Asal diemban oleh pejabat kerajaan Kejurun Patiambang (Gayo, Patiamang). Kejurun Patiambang merupakan salah satu dari enam kejurun di daerah Gayo. Keenam teritori tersebut adalah; Kejurun Bukit, Kejurun Linge, Kejurun Siah Utama, Kejurun Patiamang, Kejurun Bebesen, dan Kejurun Abuk. (lihat Snouck Hurgronje, 1996: 107, dst. dan H. M. Gayo, 1983: 51).

Untuk pengelolaan masjid Asal, Raja Patiamang mengangkat Reje Cik yang ditugaskan untuk merawat dan mengelola pelaksanaan kegiatan keagamaan di Masjid Asal. Masjid Asal telah mengalami beberapa kali renovasi. Pada tahun 90-an masjid ini di rehab bagian luarnya dengan pemasangan tembok keliling di sekitar masjid sampai ke perkuburan. Lalu pada tahun 1989, dilakukan pemasangan kaca pada lubang angin bagian atas (kubah masjid).

Rehabilitasi di atas dilakukan dalam masa daerah ini masih masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Lalu pada tahun 2002, daerah ini masuk dalam wilayah pemekaran Kabupaten Gayo Lues. Maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues melakukan rehabilitasi Masjid Asal, dan menjadikan masjid ini sebagai icon Kabupaten Gayo Lues.

Pada tahun 2008, masjid Asal direhab kembali dengan bantuan dana dari BRR NAD-Nias, namun tidak merombak bangunan dasarnya. Pada masa ini dibangun mesjid baru dengan konstruksi beton berukuran 60 x 40 meter berdampingan dengan mesjid lama yang berkonstruksi kayu. Dengan demikian masjid Asal menjadi dua bagian, bagian utama merupakan bangunan inti, yaitu masjid Asal yang asli. Sedangkan bagian kedua merupakan masjid baru sebagai perluasan masjid Asal, sehingga pengujung akan mendapati dua ruang berbeda di dalam masjid.

(Sumber : http//www.lintasgayo.com/mp.conten/uplods/2010/1)

Masjid Asal Penampaan dipadati pengunjung pada setiap hari Jumat, mulai dari subuh sampai masuk waktu shalat Jumat. Para pengunjung berdatangan dari berbagai daerah, baik dari Aceh sendiri maupun dari luar Provinsi Aceh. Biasanya pengunjung datang untuk bersedekah, memenuhi niatan dan melunasi nazar mereka. Selain hari Jumat, masjid akan dipadati pada saat perayaan hari-hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi‘raj, Megang Ramadhan dan Megang Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Pada saat-saat seperti ini, masjid akan dipadati pengunjung untuk beribadah dan memenuhi nazar mereka.

Masjid Asal-Penampaan masih banyak menyimpan misteri sejarah kehidupan masyarakat Gayo Lues yang belum tergali. Pada masa kejayaan Kerajaan Aceh, daerah ini dipimpin oleh Kejurun Patiamang yang banyak berkontribusi bagi hidupnya beragam adat dan budaya dalam masyarakat.

Pada zaman penjajahan belanda masjid Asal pernah dilemparkan bom oleh bangsa Belanda. Namun, bom yang dilemparkan di masjid itu tidak meledak dan juga bangsa Belanda pernah menghancurkan masjid itu dengan menghujamkan pedang ke tiang masjid, tapi tidak rusak dan hanya sedikit bekas sayatan tanpak pada tiangnya. Dari hal itulah, ujar  masyarakat, makanya mereka menyakini masjid itu keramat apalagi usianya telah 800 tahun. (Sumber : http//www.facebook.com/notes/sejarah-aceh/masjid-berumur-800 tahun-di-gayo-lues)

C. Arkeologis Masjid Asal Penampaan

Masjid Asal Penampaan dibangun dari  bahan-bahan lokal, seperti, tanah, kayu, atap yang ada di Blangkejren, Gayo Lues. Lantai mesjid terbuat dari tanah; dinding dari tanah, dan atap dari ijuk.

Bangunan masjid Asal Penampaan ini berdiri di atas tanah seluas 123.69 meter bujursangkar dan tinggi dari lantai sampai ke puncak 08,50 meter. Dinding masjid terbuat dari tanah pada sisi sebelah timur, barat dan selatan berukuran tinggi 01.40 meter dengan ketebalan 80 cm dan papan ornamen menyambung dinding tanah setingi 75 cm yang berfungsi sebagai pintilasi udara karena masjid ini tidak memiliki jendela. Dinding tanah bagian selatan masjid tampak menyatu dengan masjid baru.  Terdapat empat tiang penyangga utama (soko guru) masjid dihubungkan dengan empat balok kayu sebagai penyokong kubah dan atap masjid. Menurut masyarakat setempat, keempat tiang tersebut merupakan kayu pilihan yang diambil dari beberapa desa. Dua di antaranya diambil dari desa Gele-Penampaan, menjadi pelengkap keenambelas tiang yang masih berdiri kokoh sampai saat ini.  Atap masjid tumpang dua ini terbuat dari ijuk (serat serabut pohon aren) serta pelafon yang dibuat dari pelepah aren yang dirajut dengan rotan. Menurut warga setempat mengatakan bahwa sejak pendirian masjid sampai sekarang, atap masjid Asal Penampaan pernah diganti dari ilalang menjadi ijuk. Kubah masjid ini berbentuk runcing berwarna hitam terbuat dari logam. Pintu masuk berukir terletak pada bagian timur  berukuan : tinggi 01.50 meter lebar 60 cm.

Bangunan fisik masjid Asal dibina dengan kostruksi yang bahan utamanya adalah kayu. Bahan-bahan bangunan masjid ini diperoleh dari pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar desa, bebatuan sungai serta tanah kuning yang ada di sekitar masjid itu sendiri. Bahan-bahan dasar yang digunakan pada saat pembangunan masjid ini masih utuh bertahan sampai sekarang, termasuk dinding dari tanah kuning. Atap masjid berupa ijuk yang dirajut dengan rotan. Langit-langitnya juga tersusun dari ijuk. Di tengah bangunan menjulang kubah mungil ditopang sebilah kayu. 16 tiang kayu mengelilingi bangunan masjid.

Arsitektur tradisional bangunan Masjid Asal segera memberi kesan kepurbakalaan masjid ini. Kesederhanaan konstruksinya  memancarkan kharisma dari kemegahan Islam masa lalu. Kubah masjid berbentuk runcing berwarna hitam pekat terbuat dari logam. Atapnya terbuat dari ijuk (serat serabut pohon aren) serta plafon yang dibuat dari pelepah aren yang dirajut dengan rotan.

Di bagian luar sebelah kiri masjid terdapat makam para pendiri masjid. Mereka merupakan tokoh agama yang disegani, salah seorang di antaranya dikenal sebagai tokoh penyebaran agama Islam di dataran tinggi tanah Gayo.

Arsitektur masjid Asal Kampung Penampaan mengikuti karakteristik arsitektur masjid tradisional Aceh yang berkembang selama berabad-abad. Arsitektur masjid seperti ini sudah jarang ditemukan di masa sekarang, kecuali pada masjid yang dibangun Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila dengan mengadopsi arsitektur masjid Demak. Arsitektur masjid yang khas ini menjadi bukti terhubungnya kerajaan Demak dengan Aceh dalam pengembangan Islam di Nusantara.

Dalam perjalanan sejarahnya, bentuk-bentuk masjid di Aceh beraneka ragam ada pengaruh asing ataupun perpaduan antara keduanya, perkembangan bangunan-bangunan masjid ini sesuai dengan sejarah perkembangan Islam di Indonesia, yang tidak luput dari pengaruh perkembangan kebudayaan sezaman yang melatar belakanginya. Atap tumpang, yaitu atap yang berundak yang juga merupakan kebiasaan yang ditetapkan selama masa permulaan perkembangan masjid ini. Atap berundak adalah bentuk-bentuk atap yang disusun ke atas, semakin ke atas semakin kecil dengan bagian atasnya yang berundak limas. Jumlah susunannya selalu ganjil atau gasal, biasanya tiga atau lima undak seperti yang terdapat pada Masjid Banten, sekali-kali terdapat pula atap bersusun dua, satu, jadi gasal ula (Soekmono, 1973:75).

D. PENUTUP

  • Keberadaan Mesjid Asal Penampaan di Gayo Lues, memiliki nilai penting bagi sejarah gayo Lues itu sendiri karena menyangkut sejarah beridirnya mesjid kuno pertama kali di Gayo Lues.  Mesjid ini juga menjadi symbol islamisasi dan sampai hari ini menjadi referensi keberadaan Islam di Gayo Lues yang memiliki nilai penting, antara lain:
  1. Ilmu Pengetahuan. Dari segi ilmu pengetahuan, penggunaan dinding tanah adalah hal yang unik di Aceh karena teknik ini terhitung teknik dari luar yang dibawa oleh pengembang Islam. Ke-khas-an ini menjadi sumber pengetahuan yang bagus untuk dikaji dan dikembangkan.
  2. Dari aspek pendidikan, bangun mesjid sangat unik dari sisi arsitektur yang memperlihatkan pola hubungan antara keberadaan mesjid, seimbang antara kebutuhan hunian manusia di kampung Penampaan dengan kondisi alam sehingga menimbulkan kesan kombinasi yang layak untuk dipelajari nilai-nilainya dan diajarkan sebagai warisan kekayaan lokal.
  3. Dari aspek pariwisata, objek ini bisa dijadikan bagian dari pariwisata sejarah arsitektur vernakuler mesjid yang unik.
  4. Identitas budaya. Bagi warga, mesjid tradisional ini adalah identitas budaya yang menjadi insprirasi bagaimana warga Gayo Lues.
  • Masjid Asal Penampaan merupakan cagar budaya yang memerlukan pengamanan, pelindungan, dan pelestariannya sesuai undang-undang 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dengan harapan masyarakat dan Pemda setempat mempertahankan pelestarian masjid.

E. DAFTAR BACAAN

Koentjaraningrat. 1985 Kebudayaan mentalitas  dan Pembanguanan Jakarta: PT Gramedia.

Soekmono, R, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Kanisius Jakarta.

Gazalba, Sidi, 1983 Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kanisius.

Ismail, Yakub. H. Prof. SH. MA. Sejarah Islam Indonesia Jakarta: (tanpa tahun).

……..Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

……..Inventarisasi Cagar Budaya di Kabupaten Gayo Lues Tahun 2016.