KERANDAM DAN PIPA TEMBAKAU; ARTEFAK PERUNGGU DARI KAMPUNG PANDE

0
1934

KERANDAM DAN PIPA TEMBAKAU;

ARTEFAK PERUNGGU DARI KAMPUNG PANDE

 

Oleh: Deddy Satria

 

Kampung Pande sebagai suatu toponimi merupakan salah satu kampung kuno yang masih dapat ditemukan dari sisa (jejak) kota pelabuhan kuno Kerajaan Aceh Darussalam hingga hari ini. Kampung Pande terdiri dari kata kampung (dalam bahasa Aceh dikenal dengan istilah ‘gampong’) dan ‘pande’. Dalam naskah Melayu, terutama Sejarah Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu (Sulalat as Salatin), istilah ‘kampung’ berarti kumpul, atau mengumpulkan orang di satu tempat. Kata pande atau pandai berasal dari bahasa Melayu dan berarti orang yang mempunyai keahlian dan keterampilan kusus. Pande yang dimaksud di sini yaitu orang-orang mempunyai keahlian dan keterampilan dalam menempa, mencetak, atau membuat benda-benda dari bahan logam, baik benda berbahan logam mulia seperti emas, suasa, atau perak atau dari logam biasa seperti besi, timah, kuningan, atau perunggu. Kata pande dalam bahasa Melayu mempunyai pengertian yang sama dengan kata empu dalam bahasa Jawa. Walau kata empu lebih sering dikaitkan dengan keahlian membuat keris atau senjata (ANTHONY Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid I; Tanah di Bawah Angin, YAYASAN OBOR INDONESIA, Jakarta, 1992 dan DENYS Lombard, Kerajaan Aceh, Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Balai Pustaka Jakarta, 1991).

 

Kata ‘pande’ tidak begitu dikenal dalam masyarakat Aceh sekarang. Walau dalam sumber tertulis lokal, seperti Hikayat Aceh dan Hikayat Pocut Muhammad, istilah ‘pande’ kadang ditemukan atau menggunakan istilah lain, yaitu ‘utoih’. Dalam Hikayat Aceh istilah ‘pande’ sering digantikan dengan ‘utoih’ , disebut dengan istilah ‘utus’ dan berarti ‘penempa’ benda dari logam. ‘Utoih’ dalam bahasa Aceh digunakan untuk para tukang yang mempunyai keahlian kusus atau tukang ahli. Istilah ini sekarang lebih sering digunakan untuk menyebut keahlian membuat bangunan atau benda-benda dari kayu. Namun saat ini sangat sulit mencari ahli bangunan kayu di Aceh yang mampu membangun rumah kayu dengan cara tradisional.

 

Nama Kampung Pande tidak ditemukan dalam Hikayat Aceh. namun di dalam Hikayat Pocut Muhammad sering disebut. Hikayat Aceh dipercaya banyak peneliti berasal dari abad ke-17 M., sementara Hikayat Pocut Muhammad di susun pada awal abad ke-18 M. Artinya, secara kronologis dalam perkembangan kota kuno Aceh Darussalam, kampung ini sudah dikenal sebagai perkampungan tempat tinggal para pengerajin benda logam sudah cukup lama. Van Langen menyebutkan beberapa kampung yang saling berdekatan di kuala Sungai (Krueng) Aceh yang hingga abad ke-19 M. dibawah pengawasan dan pemerintahan langsung dari Sultan Aceh, terutama pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah atau Tuanku Ibrahim (1846-1870). Kampung-kampung tersebut yaitu; Merduati, Kedah, Jawa, Pelanggahan, Pande, dan Kandang (KAREL F.H. van Langen, Susunan Pemerintahan Aceh Semasa Kesultanan, alih bahasa T. Aboe Bakar, Seri Informasi Th. IX/No. 1, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, Banda Aceh, 1986). Van Langen menjelaskan di Kandang tempat tinggal para hamba atau abdi sultan yang mengerjakan seluruh keperluan sultan Aceh. Kampung Pande dan Kandang dalam sumber ini disebut terpisah. Walau pada keyataannya, hingga hari ini, Kandang merupakan bagian atau salah satu wilayah yang berada dalam Kampung Pande. Selengkapnya baca ARTEFAK LOGAM DARI KAMPUNG PANDE