Fokus Group Discussion (FGD) Kajian Situs Gampong Pande sebagai Titik Nol Kesultanan Aceh

0
945

BPCB Aceh 2017 (15/09). Kegiatan FGD Kajian Situs Gampong Pande sebagai titik nol Kesultanan Aceh di buka pukul 15.30 WIB., oleh Amiruddin, Geucik (Kepala Desa) Gampong Pande, Kecamatan Kutararaja, Kota Banda Aceh. Dalam sambutannya, Amiruddin berharap agar sejarah Gampong Pande secara khusus  dan sejarah Aceh secara umum bisa diketahui oleh semua kalangan.

Sebagaimana diketahui, kegiatan FGD merupakan program Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pendidikan di dukung warga Gampong Pande dalam rangka memeriahkan kegiatan Hari Ulang Tahun (HUT) Purbakala yang dilaksanakan tanggal 13 sampai dengan 16 September Tahun 2017.

Pelaksanaan FGD Kajian Situs Gampong Pande sebagai titik nol Kesultanan Aceh, dihadiri berbagai kalangan mulai dari LSM, peneliti, tokoh masyarakat Banda Aceh, PNS Pemerintah Kota Banda Aceh, PNS Pemerintah Aceh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Narasumber FGD Kajian Situs Gampong Pande sebagai titik nol Kesultanan Aceh, yaitu: Husaini Ibrahim (Dosen FKIP Jurusan Sejarah Unsyiah) dan Deni Sutrisna (Kepala BPCB Aceh).

Dalam pemaparannya, Husaini Ibrahim menjelaskan kedudukan strategis Gampong Pande sebagai inti kesultanan Aceh pada lampau dan referensi kejayaan Aceh masa lalu. Adapun terkait keberadaan proyek Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) saat ini, sangat mengancam eksistensi wilayah bersejarah Gampong Pande, Gampong Jawa serta daerah sekitarnya.

Sementara itu, Deni Sutrisna menyampaikan bahwa pengertian titik nol Kesultanan Aceh merupakan pengertian yang sebenarnya, dan sepertinya tidak bermakna sebagai titik nol Kota Banda Aceh. Namun apapun itu, penentuan titik nol ini memiliki sejarahnya sendiri.

Terkait dengan Cagar Budaya (CB), Deni Sutrisna menyebutkan bahwa Cagar Budaya sebagai buah karya manusia, bisa dilihat pengertiannya sesuai Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya seperti benda, struktur, bangunan, situs dan kawasan.

Sementara mengenai upaya pelestarian ke depan atas potensi cagar budaya di Gampong Pande dan keberadaan IPAL merupakan sesuatu yang disayangkan dan ke depan tidak terjadi lagi.

Di Gampong Pande, BPCB Aceh mengetahui ada banya data arkeologis seperti temuan keramik, gerabah, nisan-nisan kuno maupun ada beberapa gundukan yang diindikasi sebagai Cagar Budaya.

Sementara terkait peran serta pelestarian CB, aturan hukum saat ini lebih mengarahkan pada peningkatan peran serta masyarakat.

Dengan kerjasama semua pihak kelak akan dihasilkan naskah akademik pelestarian. Adapun amanat pengelolaan CB sekarang ini, bukan hanya tugas pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat.

Salah seorang aktivis MAPESA, Masykur, menyampaikan agar perlunya membangun museum di Gampong Pande untuk menampung temuan-temuan BCB, seperti koin kuno (koin aceh, koin Kesultanan Utsmani, koin dari Venesia (Italia), keramik, manik-manik dan benda cagar budaya lainya sebagai tempat mengumpulkan temuan-temuan dari masyarakat.

Husaini Ibrahim menanggapi pertanyaan bahwa fakta banyak koin Aceh yang master piece (emas dan perak) di luar negeri sangat disayangkan. Karena itulah, sebuah museum dibutuhkan untuk menampung temuan-temuan cagar budaya di Gampong Pande. Pada akhir FGD, dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan CB di Gampong Pande harus di selamatkan (ambo)

Amiruddin, Geucik Gampong Pande, memberi kata sambutan kegiatan FGD Kajian Situs Gampong Pande sebagai titik nol Kesultanan Aceh

 

Suasana kegiatan FGD Kajian Situs Gampong Pande sebagai Titik Nol Kesultanan Aceh

Tarmidzi A. Hamid,  Kolektor Naskah Kuno Aceh, turut hadir dalam kegiatan FGD

Kegiatan Registrasi Peserta FGD di halaman balai Gampong Pande, Kutaraja, Banda Aceh