You are currently viewing Workshop Borobudur Kawedar 

Workshop Borobudur Kawedar 

Workshop Borobudur Kawedar

Balai Konservasi Borobudur (BKB) dalam rangka pelestarian Candi Borobudur sebagai warisan dunia,  mempunyai beberapa program. Salah satu programnya adalah menjalin kemitraan dan membangun jejaring dengan stakeholders serta masyarakat luas. Kerjasama dan fasilitasi yang telah dilakukan oleh BKB antara lain memfasilitasi para seniman, akademisi, rohaniawan, komunitas keagamaan, dan lain sebagainya untuk membuat karya yang terinspirasi oleh Candi Borobudur. Karya mereka tersebut diharapkan dapat menggugah kepedulian masyarakat  untuk turut serta melestarikan Candi Borobudur beserta kawasannya. Komunitas Jinabhumi Borobudur (Komunitas Budhist yang Peduli terhadap Borobudur) bekerja sama dengan BKB, selama dua hari, 10 s.d. 11 September 2019 melaksanakan kegiatan Workshop Hulubalang Borobudur : Nguri-uri Warisan Leluhur.

Sambutan Kepala BKB
Materi oleh Salim Lee

 

 

 

 

 

Workshop bertajuk Borobudur Kawedar “Mengenal, Mencintai dan Melestarikan Warisan Leluhur” dibuka oleh Kepala BKB, Tri Hartono. Dalam sambutannya, Tri berharap melalui workshop ini para peserta khususnya, dapat lebih mengenal, mencintai dan selanjutnya turut serta melestarikan warisan leluhur. Peserta workshop terdiri dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Borobudur, Magelang, dan Yogyakarta. Para pemandu di Taman Wisata Candi Borobudur serta pemandu dari BKB juga terlibat dalam kegiatan itu.

Materi inti yang disampaikan kepada para peserta adalah pembacaan relief Candi Borobudur oleh Salim Lee, seorang upasaka yang telah belajar Buddhadharma selama bertahun-tahun dengan guru-guru besar seperti Dalai Lama ke-14 dan Lama Thubten Zopa Rinpoche. Di hari pertama workshop, para peserta diajak mengenal relief Karmawibhangga. Relief Karmawibhangga berjumlah 160 panil dan saat ini tidak dibuka untuk umum. Banyak pendapat yang mengatakan alasan penutupan relief Karmawibhangga. Namun menurut Salim Lee, penutupan relief yang berada di dasar candi ini dimaksudkan untuk memperkokoh konstruksi bangunan candi.

Di hari kedua, Salim Lee menceritakan keindahan dan makna relief Jataka dan Lalitavistara. Jataka adalah kisah tentang Boddhisattva yang mengalami kelahiran berulang kali dalam berbagai wujudnya untuk membantu manusia mencapai jalan kebuddhaan. Dalam kisah-kisah itu Sang Boddhisattva baik sebagai manusia maupun hewan selalu mencontohkan kepada kebenaran dan ajaran tentang dharma. Lalitavistara menceritakan kehidupan Sang Buddha di Surga Tushita hingga menyampaikan khotbahnya yang pertama di Taman Rusa.